Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Rancu, Cukup dengan Kalimat Rancangan Omnibus Law

21 Februari 2020   11:10 Diperbarui: 22 Februari 2020   02:33 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa sumber, diolah secara pribadi

Polemik RUU sapu jagat, Omnibus Law, terus berlanjut. Polemik atas inisiatif pemerintah untuk menerbitkan UU ini, yang tentang perpajakan diserahkan ke DPR RI pada tanggal 28 Januari dan yang terkait dengan perburuhan dan kesempatan kerja diserahkan ke DPR RI pada tanggal 12 Februari yang lalu, dapat kita lihat dari banyak banyak perspektif. 

Pertama dan sejauh ini kita netizen disuguhi perspektif serius dan tegang. Misalnya komentar dan polemik yang merujuk ke tiga perspektif RUU Perburuhan ini yaitu yaitu income security, job security, dan social security.

Namun, kita bisa juga melihat perspektif hiburan. Misalnya, kita melihat kerancuan bahasa. Sebagai contoh, banyak yang menambah atau mengutip kata draf sebelum kata rancangan sehingga kalimatnya berbunyi "Draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja," misalnya. 

Lihat itu artikel Tempo.co dengan judul "Draf RUU Cipta Kerja: Perubahan UU Tak Perlu Melibatkan DPR." Lihat juga artikel Detik Finance dengan judul "Draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Diserahkan ke DPR Siang Ini," untuk beberapa narasi seperti berikut ini:

"Menteri ...Ida Fauziah mengatakan ......Draf Rancangan Undang-Undang (RUU)......Ida mengatakan, Draft RUU tersebut .......

Beberapa media daring yang lain juga banyak menulis redundansi tersebut. Misalnya, Kompas.com, menulisnya dalam artikel dengan judul "Di Draf RUU Omnibus Law, Pemda Dinilai Sulit Awasi Pembangunan Gedung," dan, CNBC Indonesia dalam artikel yang berjudul Hari Ini Draft Omnibus Law 'Cilaka' Diserahkan ke DPR.

Patut diduga ada sumber resmi yang dirujuk sehingga demikian masifnya penggunaan kalimat yang mengandung unsur redundansi itu. Intuisi penulis mengatakan bahwa itu bersumber dari dokumen dan/atau ucapan pejabat pemerintah yang terkait. Dokumen dan/atau pejabat itu ingin menegaskan bahwa RUU itu masih akan dibahas di DPR dan pasal-pasal yang ditolak oleh serikat buruh dapat dihapus dan/atau diperbaiki.  

Lihat juga bahwa penggunaan kata-kata Draf RUU ini baru muncul seiring dengan maraknya penolakan atas inisiatif RUU Omnibus Law Perburuhan itu. Dengan kata lain, sandingan kata Draf dan RUU baru muncul di media setelah tanggal 12 Februari.

Sandingan kata Draf dan RUU itu tidak muncul untuk inisiatif Omnibus Law Perpajakan. Media selalu menulis hanya RUU Omnibus Law Perpajakan. Penulis belum menemukan ada media yang menulis Draf RUU Omnibus Law Perpajakan. 

Perbandingan dengan NK dan RAPBN

Sebagai pembanding coba kita lihat sandingan kata NK dan RAPBN. Sandingan dua kata itu merupakan singkatan dari Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Kita tidak pernah mendengar Draf NK dan RAPBN sebab kata draf itu merupakan sinonim dari kata rancangan.

Patut dipuji bahwa Biro Hukum Kementerian Keuangan sangat teliti menggunakan kata dan kalimat. Jarang, jika ada, kita temui redundansi pada kalimat dan narasi-narasi dokumen anggaran pemerintah.

Sinonim Draf dan Rancangan

Draf itu menurut KBBI sinonimnya adalah rancangan, atau, konsep, atau, naskah, dan lain sebagainya. Dengan demikian kata Draf RUU itu rancu atau lebih persisnya rendundansi. Redundansi yang parah sebetulnya. 

Redundansi yang ringan misalnya pada kalimat Saya diundang oleh Mas Joko. Kata oleh ini mengandung unsur redundansi tetapi sudah sangat sering digunakan sehingga serasa benar dan tidak ada redundansi.

Draf RUU

Untuk penggunaan internal, Tim Proyek Penyusun RUU pemerintah tentu saja boleh menggunakan kata Draf RUU jika naskah UU ini masih dalam proses di pemerintah. Dalam hal naskah UU itu sudah disampaikan secara resmi ke DPR dengan Surat Presiden (Supres) naskah itu sudah tidak bisa dikatakan sebagai Draf RUU lagi tetapi sudah menjadi Naskah UU atau RUU.

Redundansi Sandingan Kata UU dan Law

UU itu padanan kata  bahasa Indonesia untuk kata law dalam bahasa Inggris. Sedangkan Omnibus itu adalah kitab atau buku yang terdiri dari beberapa bab. Dalam bahasa Inggris.

Omnibus is a book consisting of two or more parts that have already been published separately.

Dengan demikian kalimat RUU Omnibus Law mengandung unsur redundansi.  Maksudnya, RUU Omnibus Law jika dibaca secara harfia adalah Rancangan Kitab Undang-Undang Undang-undang. 

Kalimat yang sesuai dengan bahasa Indonesia dengan Ejaan Yang Disempurnakan, misalnya,  adalah Rancangan Kitab Undang-undang Ciker dan bukan Rancangan Kitab Undang-undang Undang-undang Ciker.  Bisa juga RUU Omnibus Ciker dengan menghapus kata law.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun