Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mas Jokowi, Hentikan Tembang Surga Ekspor Benur

18 Desember 2019   19:02 Diperbarui: 19 Desember 2019   08:52 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Narasi Surga Neraka Ekspor Benur (Sumber gambar: Susy, Harapan Rakyat, Jokowi, CNBC I, Edhy, liputan6.com, diolah pribadi)

Kita mulai dulu dengan isu penyelundupan. Baik Bu Susy, Kang Edhy, dan Mas Jokowi sendiri mengakui bahwa penyelundupan itu memang nyata walaupun mereka bertiga tidak menjelaskan seberapa kronis dan parahnya itu. Dengan demikian, ada atau tidak adanya kebijakan pembukaan keran ekspor benur penyelundupan itu akan terus berlanjut. 

Pengendalian penyeludupan itu adalah tugas Kementerian Keuangan dengan eksekutor Ditjen Bea Dan Cukai. Tinggal perintahkan saja Bu Sri Mulyani untuk menangani hal ini dan tidak perlu dijadikan bahan pertimbangan untuk tetap tutup atau buka keran ekspor benur.

Sekarang yang lebih seronok lagi adalah narasi Mas Jokowi:

"Saya kira pakar-pakarnya tahulah mengenai bagaimana tetap menjaga lingkungan, ....., tidak dieskpor secara awur-awuran, tapi juga nelayan dapat manfaat dari sana, nilai tambah ada di negara kita."

Semua ekonom akan menterjemahkan narasi Presiden RI yang sangat kharismatik ini sebagai kebijakan hambatan perdagangan. Perdagangan yang semula bebas bergerak ke arah harga yang lebih tinggi kini dibatasi. Pembatasnya bisa dengan izin dan/atau kuota ekspor bisa juga dengan tarif. Sebagai contoh, perang dagang USA - Cina yang lagi seru-serunya menggunakan mekanisme tarif sebab negara-negara itu paham sekali bahwa mekanisme izin dan/atau kuota impor sangat ribut ngurusnya dan yang lebih buruk lagi membuka pintu lebar-lebar bagi para pemburu rente.

Kebijakan hambatan perdagangan versi Jokowi diatas yang baik untuk petani, pedagang, pengusaha, konsumen serta bukan saja tidak membebani keuangan negara tetapi bahkan mengisi pundi-pundi kas negara seharusnya adalah kebijakan HAMBATAN TARIF. Hambatan bukan tarif sebaliknya, hanya membuka pintu bagi para pemburu rente yang dalam bahasa netizen adalah mafia.

Sayangnya Pakde Jokowi terus nembang wae tetapi sejauh ini baik sadar maupun tidak sadar telah gagal total dalam pelaksanaannya. Lihat saja demikian meluasnya dan terus berlanjutnya kasus impor pangan dengan pola kuota impor yang merugikan konsumen, petani, pengusaha, dan negara tetapi hanya menggembulkan kantong segelintir pemburu rente tanpa menghiraukan derasnya kritikan yang bukan saja disuarakan oleh para ekonom tetapi juga oleh Menteri Kabinet Jokowi sendiri dan beberapa mantan Menteri Kabinet SBY. 

Lihat saja misalnya kasus terkini dari busuk-nya ribuan ton beras di gudang Bulog. Ingat juga belum lama ini dengan kasus  OTT KPK atas Direksi Perindo yang menerima gratifikasi atas izin impor ikan salem. 

Deretan kasus hukum para pemburu rente impor pangan ini panjang sekali. Ini mencakup mantan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar, dengan kasus impor gula,  beberapa orang Dirut Bulog dengan kasus impor beras, yang mungkin tidak terlupakan adalah kasus suap izin impor sapi Ustadz Lutfhi Hasan Ishaaq yang juga Ketum PKS ketika itu dengan vonis 18 tahun penjara. 

Intuisi penulis bahwa kebijakan izin ekspor benur, jika jadi digulirkan,  akan menggunakan skim hambatan bukan tarif seperti Izin Khusus Ekspor dan Kuota Ekspor. Ini tentunya terkait dengan banyak pihak yang berkepentingan dan Jokowi gagal paham atau sebagai kompromi politik sehingga mengaminkan saja skim NTBs tersebut. 

Pihak-pihak yang berkepentingan tersebut dalam narasi ekonom adalah pemburu rente sedangkan Faisal Basri walaupun juga ekonom kondang lebih suka menggunakan narasi yang lebih menyengat yaitu mafia.

Eling Mas Jokowi. Izin Ekspor Benur dengan skim Izin ekspor Khusus dan/atau kuota ekspor tidak sejalan dengan tembang surga yang diucapkan oleh Bapak Presiden seperti diatas dan telah Bapak ucapkan ribuan kali dalam kasus hambatan impor pangan. Naudzubillah Min Dzalik, Ya Allah berikan kesadaran pada orang baik ini Pak Presiden Ir. Djoko Widodo. Aamin YRA.

silahkan baca juga: Jelang Panen Raya, Jangan Biarkan Beras Petani Busuk di Gudang Bulog

yang lebih seronok: Pengendalian Impor Beras ala Prof BJ Habibie dan Beberapa Opsi Alternatif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun