Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Masih Sabar Menanti Gebrakan Konkret Nadiem Makarim

25 November 2019   12:52 Diperbarui: 25 November 2019   18:09 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indra, Blog Pribadi Indra, Nadiem, BBC.com, dokpri

Hari ini 25 November adalah Hari Guru Nasional. Ini setiap tahun kita peringati dan biasanya ada pidato resmi dari menteri pendidikan. Namun, tahun ini sedikit berbeda. Pidato Menteri Pendidikan Nadiem Makarim sudah dipublikasikan dan viral sejak beberapa hari yang lalu. 

Pesan utama pidato itu mencakup arahan dan janji Nadiem kepada guru. Tersirat janji untuk meringankan beban administratif guru dan mengurangi kurikulum yang terlalu padat. Tindak lanjut dari janji ini walaupun sangat dinantikan oleh para guru tetapi dianggap sulit untuk dieksekusi.

Pengamat pendidikan, Indra Charismiadji, misalnya, seperti dilansir oleh CCNI dan  TribunNews.com, mempertanyakan tindak lanjut itu mengingat para guru itu menerima tugas administratif bukan dari Menteri Pendidikan tetapi dari Bupati atau Walikota. Maksudnya, menurut penulis, Indra mempertanyakan bagaimana cara Nadiem berkomunikasi sedemikian rupa sehingga apa yang dimauinya dapat dieksekusi secara cepat dan tepat oleh seluruh kepala daerah termaksud.

Dugaan penulis, Nadiem belum atau bahkan tidak akan membongkar tetek bengek administrasi guru tersebut tetapi akan mengembangkan aplikasi, tentu saja ini akan dilakukan oleh vendor pihak ketiga, administrasi guru tersebut. Dengan kata lain, Nadiem akan membuat gebrakan otomatisasi administrasi guru. 

Hal yang serupa patut diduga juga akan merambah isu padatnya kurikulum. Sebagian dari muatan kurikulum tersebut kelihatannya juga akan diotomatisasi. Kita semua tentunya berharap bentuk konkrit otomatisasi itu dapat kita lihat dalam waktu yang tidak begitu lama. 

Walaupun demikian,mungkin ini tidak dapat dieksekusi dalam waktu dekat mengingat biaya proyek otomatisasi tersebut tentu saja sangat besar.  Estimasi penulis biayanya itu kurang lebih akan setara dengan biaya atau anggaran proyek E-KTP.

Dalam kaitannya dengan kesejahteraan guru, penulis sependapat dengan Bung Indra tersebut diatas. Sependapat bahwa banyak guru yang sudah dapat hidup layak dan banyak juga yang masih menerima penghasilan dibawah UMR. Mereka yang berpenghasilan dibawah UMR itu sebagian besar, jika tidak seluruhnya, adalah guru honorer,menurut dugaan penulis.

Penulis juga sepakat dengan Bung Indra ini yang mengutip sumber dari Kemendikbud dan Bank Dunia yang memperlihatkan bahwa sebetulnya jumlah guru di Indonesia sudah berlebih. Rasio jumlah guru dan murid Indonesia sudah lebih besar dari rasio itu yang dimiliki oleh Amerika Serikat, Inggeris  dan Australia. 

Penulis yakin terjadi banyak penumpukan guru di daerah perkotaan dan sekitar wilayah perkotaan. Penulis sering mendengar Dinas Pendidikan setempat kewalahan menerima titipan agar guru-guru titipan tersebut tidak dimutasikan ke tempat-tempat yang kekurangan guru, yang bisanya berada di pelosok-pelosok dan daerah terpenckil, dan, bahkan sebaliknya, menerima titipan agar beberapa guru di daerah yang kekurangan guru segera dipindahkan ke wilayah perkotaan.

Dengan demikian, berbagai desakan untuk MengASN guru honorer tidak akan menyelesaikan masalah distribusi guru. Segera setelah diangkat, muncul berbagai tekanan ke Dinas Pendidikan setempat untuk memindahkan guru honorer tersebut ke wilayah perkotaan, atau, yang di luar Jawa dipindahkan ke pulau Jawa. Wilayah-wilayah pelosok dan terpencil dan luar Jawa kembali kekurangan guru dan terpaksa mengangkat kembali guru honorer. Lingkaran setan ini terus berpusing dan sangat menantikan Nadiem untuk menghentikan dan memotongnya.

Selanjutnya, Nadiem menyarankan agar guru berani melakukan inovasi. Ini antara lain menurutnya mencakup  penggalakan kegiatan Class Discussion sehingga murid tidak hanya mendengar saja, pengembangan sesi Murid Mengajar, penciptaan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas, sedemikian rupa sehingga rangkaian berbagai kegiatan tersebut dapat memperlihatkan bakat pada murid yang kurang percaya diri di satu sisi, dan di sisi lain dapat membantu guru yang sedang mengalami kesulitan.

Penulis sepakat dengan pemikiran Nadiem ini. Namun, menurut penulis yang walaupun sudah puluhan tahun melewati jenjang sekolah menengah tetapi berpengalaman sekitar 17 tahun menjadi dosen dan juga menerima award Master of Science dari PT di USA seperti juga Nadiem (Nadiem MBA), inovasi guru yang dimaksud Nadiem itu hanya dapat terlaksana jika terkait dengan pemberian nilai rapor para murid.

Sekarang dengan demikian kita nantikan bagaimana posisi Nadiem atas sistem pemberian nilai termaksud. Akankah Nadiem hanya memberikan kebijakan umum dan memberikan keleluasaan kepada para guru untuk memilih model dan metode penilaian sendiri, atau, Nadiem akan memberikan Juklak dan Jeknis secara rinci dan kaku.

Ironisnya, kebijakan manapun yang akan diambil oleh Nadiem tidak dapat tidak akan terbentur dengan sistem-sistem ujian yaitu  Ujian Nasional, Ujian Akhir Sekolah, dan Ujian Akhir Semester. Guru tidak diberikan otoritas dan/atau kepercayaan untuk memeriksa hasil ujian para muridnya. Guru memeriksa hasil ujian murid lain yang tidak dikenalnya.

Guru juga tidak diberikan hak untuk membuat soal untuk para muridnya. Soal-soal UJian Akhir Semeter dan Ujian Akhir Sekolah dibuat oleh atasan guru yaitu Dinas Pendidikan, dan soal-soal Ujian Nasional dibuat oleh Nadiem Makarim sendiri.

Bagaimana guru dapat menciptakan inovasi mengajar dengan sistim Top Down yang kaku seperti ini? Bagaimana guru dapat melakukan inovasi jika tidak memiliki independensi dalam mengajar, membuat soal, dan menilai? Bagaimana guru dapat melakukan inovasi jika guru-guru terbelenggu untuk menulis buku pelajaran?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun