Secara kebetulan saya melihat acara ILC TVOne semalam. Acara yang seperti biasa dipandu oleh Presiden ILC, Karni Ilyas, pada kesempatan ini membahas isu RAPBD 2020 DKI Jakarta yang juga menghadirkan sosok fenomenal William Aditya dari PSI.Â
Seperti kita ketahui bahwa sebelumnya William mengungkapkan beberapa kejanggalan RAPBD itu seperti nilai rencana pembelian lem Aica Aibon senilai Rp82 miliar. William semalam juga tetap konsisten menyerukan agar proses RAPBD DKI Jakarta dilakukan secara terbuka seperti di Era Jokowi dan Ahok.
Banyak yang berbicara dalam acara semalam itu. Namun, pola ILC yang sudah berubah dan tidak nendang lagi serta Bang Karni yang sudah tidak begitu aktif untuk menggali substansi pembicara menyebabkan isi masing-masing pembicara seperti layang-layang putus saja. Mereka itu dapat dikatakan bicara sendiri-sendiri, tidak nyambung satu sama lain.Â
Ini jelas sudah tidak begitu hangat (terkadang brutal) Â seperti acara-acara ILC pada zaman keemasan Bang Karni tempo dulu.Â
Ada dua biang keladi utama penyebab acara ILC yang mengenaskan itu. Pertama, dari adanya larangan intrupsi, dan, kedua, Bang Karni terkesan lemot dalam menggali substansi yang disampaikan oleh peserta klub.Â
Implikasinya, suara-suara William, suara-suara Sekda DKI, suara-suara anggota DPRD dan mantan anggota DPRD DKI, tayangan-tayangan video Gubernur Anies, serta suara-suara pembicara peserta lainnya yang juga orang-orang hebat, menjadi tercerai berai, tidak terlihat benang-benang merahnya, tidak fokus, dan diatas kesemua itu tidak berarti banyak untuk mendorong agar APBD DKI Jakarta dan daerah-daerah lain lebih Pro Rakyat.
Diskusi ILC ini gagal untuk memformulasikan urgensi transparansi RAPBD DKI dan tentunya RAPBD daerah-daerah lain. Misalnya, tidak terungkap relasi-relasi erat antara transparansi RAPBD DKI Jakarta dengan: (i) pengendalian kebocoran anggaran; (ii) prioritas program, dan hal-hal khusus untuk tahun 2020.
Sebagai contoh tidak terungkap pentingnya transparansi RAPBD dalam rangka memperlihatkan skala prioritas penggunaan uang Pemda DKI untuk tahun 2020 dari berbagai alternatif yang mencakup pengendalian banjir, mengatasi kemacetan lalu lintas, pengelolaan sampah, perbaikan RTH, serta penataan Kumis (kumuh dan miskin).
Contoh yang lain, misalnya, tidak terungkap bagaimana RAPBD DKI Jakarta yang lebih transparans dapat berpotensi penyelamatan 80 triliun RAPBD DKI Jakarta dari unsur-unsur semacam Aica Aibon dan/atau dapat berpotensi mengalihkan kegiatan-kegiatan seperti pemasangan getah getih, lidah mertua, batu gabion, dan pelebaran trotoar serta penebangan-penebangan pohon yang sangat masif, ke kegiatan yang lebih bermanfaat untuk rakyat banyak.
Dari sisi pendapatan, juga tidak terlihat relasi-relasi erat antara transparansi dengan: (i) pengendalian pendapatan; (ii) prioritas penggalian PAD, dan (iii) prioritas efisiensi dan peningkatan kontribusi BUMD DKI Jakarta.
Memang tidak begitu berlebihan jika kita membandingkan ILC Bang Karni sekarang dengan acara talkshow Tv yang lain seperti Mata Najwa Trans Tv dan Rossi Kompas Tv. Masing-masing kedua dan ketiga ini jauh lebih berhasil menggali permasalahan dan menawarkan solusi atas permasalahan tersebut.
Kodrat alam saya kira tidak bisa dilawan. Tidak ada seorang pun yang dapat bertengger di puncak kejayaan selamanya. Ada waktu tumbuh dan berkembang, ada waktu mencapai masa-masa keemasan, dan sudah pasti ada waktu kemunduran. Mungkin lebih baik Bang Karni segera mundur dari ILC dan memberikan kesempatan kepada generasi milenial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H