Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Siapa Saja Pahlawan Masa Kini Jokowi Itu?

12 November 2019   03:44 Diperbarui: 12 November 2019   04:03 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa sumber, diolah

Sedikit terlambat menulis tentang Hari Pahlawan 10 November Indonesia. Namun masih segar dalam ingatan kita bahwa seperti biasanya Presiden dan Wakil Presiden RI memimpin upacara bendera di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Untuk tahun ini seperti presiden-presiden Indonesia terdahulu, Presiden Joko Widodo selaku inspektur upacara melakukan tabur bunga bersama-sama dengan Wapres Ma'ruf Amin. 

Dalam kesempatan ini Presiden Joko Widodo yang akrab dipanggil dengan Jokowi menyampaikan pesan penting terkait tema utama Hari Pahlawan 2019 yaitu "Aku Pahlawan Masa Kini." Ini pesan yang universal. Pesan tersebut menyuarakan semangat agar siapa saja berhak untuk menjadi pahlawan masa kini. Mereka itu berhak dan dimuliakan untuk menjadi pahlawan pemberantasan kemiskinan, kebodohan, dan kesenjangan, antara lain.

Siapa saja ya yang dimaksud penyandang panggilan legenda Jokowi itu? Coba kita lihat uraian simpel seperti dibawah ini. 

Narasi pemberantasn 3K: kemiskinan, kebodohan, dan kesenjangan itu sebetulnya adalah narasi universal pembangunan ekonomi. Narasi universal dalam cabang ilmu Trade and Development.

Ada dua kelompok utama pelopor pembangunan ekonomi itu. Pertama, adalah akademisi yang mencakup dosen, peneliti, dan mahasiswa. Mereka ini mengembangkan teori pembangunan ekonomi yang nantinya dapat membantu para praktisi. 

Penghargaan tertinggi untuk para ekonom dunia diberikan oleh The Royal Swedish Academy of Sciences, Swedia. Untuk tahun 2019 ini penerima hadiah Nobel Ekonomi tersebut adalah: (i) Abhijit Banerjee, Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, USA ; (ii) Esther Duflo, Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, USA, dan (iii)  Michael Kremer, Harvard University, Cambridge, USA.

Narasi terpenting untuk mereka bertiga adalah: Their research is helping us fight poverty. Abstraksi dari kontribusi mereka dalam literatur pengentasan kemiskinan, adalah:

The research conducted by this year’s Laureates has considerably improved our ability to fight global poverty. In just two decades, their new experiment-based approach has transformed development economics, which is now a flourishing field of research. 

Kedua, adalah kelompok praktisi. Mereka termasuk ruling parties yang mencakup presiden dan anggota kabinet serta para legislator. Para pengusaha mulai dari PKL hingga Pengusaha papan atas nasional juga termasuk para praktisi itu. Kita semua sebetulnya juga pahlawan dalam banyak aspek tertentu.

Untuk segmen the ruling parties dan untuk kasus Indonesia coba kita lihat beberapa Menteri Ekonomi yang banyak dipuji bukan saja di dalam negeri tetapi juga secara internasional. Mereka itu biasanya adalah menteri-menteri keuangan. Sebut saja mereka itu seperti Prof Dr. Ali Wardhana, Prof Dr. Boediono, dan terkini adalah Sri Muljani Indrawati.

Mereka bertiga itu dipuji dunia bukan saja karena telah berhasil mengelola keuangan negara secara prudent dan sustainable tetapi juga karena telah berhasil mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Mereka termasuk menteri-menteri kabinet yang berhasil mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia secara konsisten dari tahun ke tahun. 

Lihat itu data Badan Pusat Statistik (BPS). Penduduk miskin Indonesia pada Maret 2019 berjumlah 25 juta orang. Jumlah ini menurun sebesar 810 ribu orang dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Secara relatif, data BPS itu menujukan bahwa persentase jumlah penduduk miskin dalam posisi waktu yang sama tercatat 9,41 persen atau menurun dibandingkan tahun sebelumnya 9,82 persen. 

Walaupun demikian, sosok penyandang panggilan akrab Jokowi ini, yang sebetulnya bersumber dari sapaan akrab mitra bisnis Beliau di Surakarta dulu, Monsiur Bernard Chene, menginginkan para akademisi dan praktisi di Indonesia melangkah lebih jauh lagi. Presiden Jokowi kelihatannya dalam suasana hari Pahlawan ini menghendaki agar para pelopor pemberantasan kemiskinan Indonesia itu menemukan konsep dan strategi untuk penurunan jumlah orang-orang yang termasuk dalam kelompok hampir miskin atau rawan miskin.

Jumlah orang-orang dalam kelompok ini,  yang dalam nomen klatur internasional disebut sebagai orang-orang dengan pengeluaran dua dolar per hari, adalah sekitar 100 juta orang. Mereka itu adalah penerima berbagai Bansos dan Subsidi negara seperti Raskin, Iuran BPJS, BOS, Kartu Pra Kerja, dan lain sebagainya. Jumlah mereka itu relatif segitu-segitu saja sejak awal Pemerintahan Jokowi di tahun 2014 dan hingga saat ini. 

 Dalam horison yang luas, para pahlawan itu banyak sekali dan dalam kelompok yang tidak terbatas. Misalnya, para atlit badminton kita yang terus mengharumkan nama Indonesia di berbagai ajang kejuaran internasional juga adalah pahlawan. Buruh migran Indonesia yang biasanya bekerja untuk sektor 3D: Dark, Dirty, and Dangerous juga pahlawan. Buruh domestik yang bekerja dibawah terik matahari dan siraman air hujan dengan UMR yang sangat kecil juga pahlawan. Tukang sate, tukang soto, tukang bakso, dll yang berjuang untuk mendapat uang kurang dari 100 ribu per hari untuk menghidupi anak dan isteri, serta para pengamen yang berjuang keras untuk mendapatkan sesuap nasi anak dan isteri jelas adalah pahlawan.

Jelas pahlawan kita banyak dan banyak sekali. Terkini, Claudia Emmanuela Santoso yang dengan gigih berhasil memenangkan ajang pencarian bakat the Voice of Germany adalah Pahlawan Masa Kini. 

Last but not least, kita Kompasianer adalah pahlawan juga. Kita mencurahkan pengalaman dan pengetahuan untuk berbagi sesama Kompasianer dan pembaca Kompasiana yang lain. 

Apa yang kita tulis tentuhya dapat bermanfaat dan/atau menginspirasi para pembaca agar mereka dapat menjadi lebih cerdas, lebih baik dan lebih sejahtera. 

Kita juga memberikan kritik yang aktif dan konstruktif untuk pemerintah agar mimpi mulia menuju Indonesia Maju berada pada jalur yang benar dan dapat menjadi kenyataan dalam waktu yang tidak terlalu lama. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun