William terus tancap gas dan memilih jalur informal untuk mendobrak ketertutupan anggaran Pemda DKI tersebut. Disini ia melayangkan petisi yang ditujukan kepada Gubernur Anies Baswedan.Â
Petisi yang dibuat di change.org ini berjudul "PSI Desak Gubernur Anies Transparan Soal Anggaran," dan, hingga jam 20.02 WIB, Jumát, 8 November 2019, sudah mendapat tanda tangan sebanyak 13.259 serta terus bergerak dengan cepat. Malam ini jelas akan melebihi 15.000 penandatangan.
Mengacu kemenangan Khadir Mustafa yang hanya mendapat 4.100 tandatangan untuk memenangkan Permenperin itu, jumlah 15.000 tandatangan ini seharusnya sudah lebih dari cukup untuk diperhatikan oleh Bang Anies.Â
Selain itu, Bang Anies juga disentil oleh Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta, Wibi Andrino, untuk segera membuka dokumen anggaran Pemda DKI Jakarta ke publik. Menurutnya ini selain Era Keterbukaan juga DKI Jakarta adalah pusat perhatian seluruh penduduk Indonesia.
Menurut penulis, Bang Anies bisa mengadopsi keterbukaan fiskal RAPBN dan eksekusi APBN yang dibuat oleh Kementerian Keuangan RI yang diunggah di website Kemenkeu terbuka untuk diakses oleh siapa saja (tanpa perlu menjadi subscriber dan/atau membuat akun terlebih dahulu).Â
Misal, itu menyajikan anggaran untuk setiap dinas  dan setiap walikota dalam lingkungan DKI Jakarta. Kemudian menyajikan pos-pos penting untuk setiap anggaran tersebut disertai penjelasan kenapa itu dianggap penting dan strategis.
Bang Anies, perlu juga membuat laporan eksekusi APBD. Laporan itu, jika mengacu yang dirilis di website Kementerian keuangan, mencakup laporan triwulanan, laporan semester, dan laporan akhir tahun. Laporan-laporan itu masing-masing juga didukung oleh narasi-narasi kredibel terkait kesuksesan dan berbagai tantangan yang dihadapi.
Prinsip dari keterbukaan anggaran ini adalah agar masyarakat mengetahui semua sumber penerimaan dan semua pengeluaran Pemda DKI Jakarta. Pos-pos strategis harus diutamakan dalam laporan anggaran ini.
Dengan adanya keterbukaan itu, otomatis narasi lem Aibon, pasir untuk siswa, dan lain sebagainya tidak akan muncul lagi.
APBD yang tidak transparans adalah APBD koruptor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H