Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hapus "Siksaan" Emak-emak Ini, Pak Presiden Jokowi

29 Oktober 2019   21:01 Diperbarui: 29 Oktober 2019   21:21 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi memang selalu punya kejutan. Di tahun 2014, calon menteri kabinet diminta berlari menuju barisan calon menteri di halaman Istana Negara. Di tahun 2019, sebaliknya mereka itu di minta duduk-duduk santai ketika memperkenalkan diri masing-masing. Selain itu, narasi sent and delivered Jokowi menjadi trending topic pekan ini. 

Narasi yang sempat viral tersebut diucapkannya dalam pidato dalam rangkaian kegiatan pelantikan Presiden/Wakil Presiden di Gedung MPR RI pada tanggal 20 Oktober 2019 yang lalu. Di sini Beliau menginginkan agar jajaran menteri kabinet dan birokrasi yang membantunya jangan terbelenggu oleh proses rutinitas. Utamakan hasil dan bukan proses. Hasil yang ditunggu oleh masyarakat. 

"Sekali lagi, yang utama itu bukan prosesnya. Yang utama itu adalah hasilnya..... Dan saya tidak mau birokrasi pekerjaannya hanya sending-sending saja. Saya minta dan akan saya paksa bahwa tugas birokrasi adalah making delivered. Tugas birokrasi kita itu menjamin agar  manfaat program itu dirasakan oleh masyarakat."

Dengan kata lain, Presiden Jokowi menghendaki agar pekerjaan yang dilakukan oleh pembantunya dapat dilaksanakan sebaik mungkin. Menteri kabinet harus selalu mengecek pekerjaan birokrasi dibawahnya agar benar-benar dapat dilaksanakan sebaik mungkin.

Misalnya, selalu pantau apakah pelayanan-pelayanan masyarakat seperti BPJS kesehatan, SIM, dan paspor sudah dilaksanakan dengan baik. Jika, belum, apalagi pelayanan tersebut menyebabkan tersiksa-nya para pemohon terutama emak-emak yang banyak lugunya, cek kendalanya dan cari solusi untuk memperbaikinya.

Dalam kesempatan ini, penulis akan menjelaskan pengalaman dalam membantu emak-emak mengurus paspor. Mengingat beberapa waktu yang lalu pernah terbaca bahwa mengurus paspor secara online lebih gampang, maka beberapa hari yang lalu penulis mencobanya dan..... hasilnya sangat mengecewakan.

Ini yang dialami oleh penulis sendiri dan penulis yakin betapa menderitanya jika ini terpaksa dilakukan oleh emak-emak ini tanpa ada yang membantu sebab emak-emak umumnya Gaptek atas layanan Online, walaupun mereka itu piawai bersosmed ria terutama WA-WAan dan fesbuk-fesbukan. 

Disini mulai terkesan narasi sent and delivered Jokowi belum sempat linking ke sistem paspor online termaksud.

Keribetan emak-emak itu, sebagian besar, rasanya ya, baru mulai terasa setelah berhasil membuat akun Paspor Online dan akan login ke portal registrasi Paspor Online.

Yang tersulit disini adalah mengetik CAPTCHA dengan mendengarkan audio dalam Bahasa Inggris pelo yang tidak jelas. Mungkin ini baru pertama kali emak-emak itu menemukan Captcha berbasis audio sebab selama ini itu sudah tersedia. Tinggal ketik saja. Salah ulangi lagi dan jika beberapa kali salah klik untuk reset Captcha.

Emak-emak dan penulis sendiri yang membantunya gagal total menangkap Captcha Lingis pelo itu. Penulis anjurkan untuk mencoba cara lain. Login via facebook. Sayang ketika dicoba muncul pesan bahwa cara ini belum dapat digunakan. Sabar Bu bisik penulis. Itu kita bisa login via akun Google.

Nnngak ada akun Google katanya dengan sedikit ngambek. Yuk kita buat dan itu dapat diselesaikan dalam waktu beberapa menit saja.

Dokpri
Dokpri

 Setelah klik akun kita, maka halaman berikutnya yang muncul seperti dibawah ini. Selasa, Rabu, dan Kamis berwarna kuning yang berarti Kuota Belum Dibuka. Ternyata registrasi Online itu ada kuotanya dan kuota itu baru dibuka setiap hari Jum'at mulai jam dua siang. Haadeuy.. ini baru hari Senin dan harus menunggu empat hari lagi untuk mencoba peruntungan mendapatkan kuota registrasi. 

Saabarr Bu. Kita coba mencari Kantor Imigrasi terdekat yang lain. Tapi... hasilnya sama. Kuota registrasi Online baru akan dibuka pada hari Jum'at nanti mulai jam dua siang.

Braak saya mendengar ada benda yang dilemparkan ke dinding dan ternyata itu tas-nya emak-emak ini. Saabarrr Bu bujuk penulis sambil mengembalikan tas itu dan sedikit mengelus tangannya. Besok kita ke Kantor Imigrasi akan ada yang membantu kata penulis dengan optimis. 

passpor-kuota-5db70836d541df56264ae7a2.jpg
passpor-kuota-5db70836d541df56264ae7a2.jpg
Keesokan harinya, yaitu hari Selasa kami mendatangi Kantor Imigrasi terdekat dan kami bertemu dengan dua orang petugas Front Desk dan yang satu dengan selempang cerah bertuliskan kata Duta Pelayanan Imigrasi.

Dengan ramah dan santun mereka menjelaskan bahwa registrasi memang wajib Online dan kuotanya dibuka mulai hari Jumat jam dua Siang hingga hari Minggu. Namun, ditambahkanya lebih lanjut bahwa kuota itu biasanya sudah habis pada hari Jumat itu juga.

Kami juga nguping kiri kanan kalau-kalau ada yang bisa bantu. Tidak ada yang bisa bantu dan memang harus registrasi Online. Kebetulan kami melihat ada anak muda yang sedang mengisi formulir seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Dokpri
Dokpri

Kami sapa anak muda ini dan dia menjelaskan bahwa sudah mendapatkan nomor untuk registrasi untuk dapat menyampaikan berkas permohonan hari ini (Selasa) dan masih perlu mengisi dua formulir. Kami minta izin untuk memfoto kedua formulir itu. 

Mata emak-emak ini kelihatannya terteror melihat isian masing-masing dari kedua formulir itu. Ketika penulis amati, ini formulir yang ringan untuk diisi sebetulnya tetapi tidak demikian bagi emak-emak ini.

Koq masih perlu ngisi formulir lagi Kang, tanya penulis? Iya jawabnya. Registrasi itu tujuannya hanya untuk mendapatkan nomor antrian untuk mengajukan permohonan paspor doang katanya. Waaalah.. klo hanya untuk mendapatkan nomor dan hari pengajuan berkas koq bisa seribet itu? 

Anak muda ini kemudian menjelaskan bahwa formulir itu ada yang perlu bermaterai enam ribu rupiah. Selain itu, dia menjelaskan perlu melampirkan KTP Asli dan foto copy, KK asli dan foto copy, ijazah/akta kelahiran juga asli dan foto copy, serta surat nikah juga asli dan foto copy. Wah ribet juga pikir penulis.

Biayanya Rp350.000 Pak tambahnya lebih lanjut. Itu paspor dengan 48 halaman sehingga harganya mahal, ditambahkannya lagi. Wah cukup mahal ya Dik kata emak-emak ini. Dulu ketika suami saya masih dinas uang segitu tidak berarti banyak keluh emak-emak ini.

Betul Bu sambung anak muda itu. Saya sendiri juga merasa berat sebab saya ini baru mendapatkan kerjaan di Malaysia. 

Wah dia ini TKI pikir penulis. Penulis yakin banyak lagi TKI dan TKW atau bahasa kerennya buruh migran yang sependeritaan dengan dia. Harga paspor segitu cukup memberatkan banyak orang termasuk para buruh migran dan emak-emak yang suaminya sudah pensiun.

Penulis melihat-lihat dan ambil beberapa foto di halaman depan Kantor Imigrasi ini. Terlihat banyak emak-emak yang kelelahan menunggu antrian di tenda-tenda. Sebagian dari mereka terkesan sebagai Jema'ah Umroh.

Dokpri
Dokpri

Sepengatahuan penulis banyak emak-emak itu, lebih-lebih janda... berumur.. termasuk orang-orang menengah kebawah. Mereka itu menjalankan ibadah Umroh dengan menabung sedikit-sedikit dan dalam waktu yang lama, dengan susah payah dan banyak mendapat bantuan sana sini. 

Mengingat ini ibadah penting dan mungkin hanya sekali dalam seumur hidup, untuk itu mereka rela berjibaku melakukan registrasi online, mengisi formulir, membongkar dokumen-dokumen yang diperlukan, menunggu antrian panjang di tenda-tenda yang panas dan nantinya kehujanan karena musim hujan sudah mulai tiba saat ini serta membayar paspor 48 halaman yang biasanya hanya digunakan satu kali, dua tiga halaman saja, selama hayatnya, seharga Rp350.000.

Menurut mereka, kesemua itu cobaan ibadah yang perlu diridhokan dan menurut penulis.. iya itu cobaan tetapi berbaur siksaan yang tentu saja mereka akan sangat berterima kasih dan sujud syukur jika segala macam keribetan tetek bengek pengurusan paspor ini dapat disederhanakan. 

Segala macam tetek bengek, keribetan, dan siksaan atas emak-emak itu sebetulnya sangat gampang untuk diatasi. Prasyarat utamanya adalah membuat lompatan mindset ala a Quantum Leap Jokowi "sent and delivered." Switching mindset bahwa paspor itu adalah dokumen sakral negara. Paspor itu perlu diposisikan bukan sebagai dokumen yang dapat mengancam keamanan negara. 

Paspor itu perlu diposisikan hanya identitas bergambar dari pemegang sebagai warganegara. Paspor itu setingkat KTP atau SIM. Jika KTP dan SIM hanya untuk dalam negeri, maka paspor digunakan untuk melakukan perjalanan luar ngeri. Itu saja.

Setiap warganegara berhak untuk diberikan paspor dan diberikan kemudahan yang seluas-luasnya dan yang terpenting GRATIS.

Permohonan cukup online saja. Entry yang yang diperlukan hanya nama, nomor KTP dan nomor KK. Sambungkan layanan Online paspor ini dengan data base Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Ini segampang registrasi nomor telepon selular.

Jika tidak ada penolakan dari sistem Disdukcapil, pemohon dapat melenggang ria ke Kantor Imigrasi terdekat untuk difoto, tidak perlu sidik jari lagi, apalagi tetek bengek wawancara yang tidak jelas maksud dan tujuannya, serta tidak perlu lagi melampirkan berbagai dokumen yang hanya memenuhi gudang Kantor Imigrasi saja. Dan... ambil paspor saat itu juga tanpa perlu membayar sepeser pun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun