Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

KPK Ompong, Jangan Galau: Bongkar Perpres Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

13 September 2019   12:32 Diperbarui: 13 September 2019   15:20 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Edited dari Rest Stop Thoughts

DPR , 12 September 2019, telah menetapkan lima komisioner KPK terpilih untuk periode 2019 - 2023. Menariknya, bukan saja Irjen Firli Bahuril yang banyak mendapat kebaratan dari institusi KPK sendiri dan masyarakat, DPR telah juga menetapkan Irjen Firli yang sekarang menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan menjadi Ketua Komisioner KPK (Ketua KPK) tersebut. Kondisi menjadi tambah runyam karena ternyata Presiden Jokowi juga sudah menyetujui pembahasan revisi UU KPK tahun 2002.

Betul apa yang dikatakan oleh Beliau bahwa tidak semua usulan DPR akan disetujui oleh Pemerintah. Namun, persepsi yang ada di masyarakat sejauh ini adalah semangat pengompongan KPK yang tercantum dalam draf revisi termaksud tidak akan berubah banyak. 

Namun, dunia belum kiamat bung. Jangan terlalu galau. Banyak jalan menuju Roma kata anak zaman now. Banyak jalan sederhana untuk menyelamatkan uang negara. Jangan tanggung-tanggung selamatkanlah uang negara dalam jumlah yang besar. Untuk itu, mendesak untuk menyelamatkan uang negara yang digunakan oleh pemerintah untuk membeli barang dan jasa. Jumlahnya gede menggunung boz.

Nilai pembelian barang dan jasa pemerintah oleh berbagai negara secara internasional sangat besar dan sangat rawan korupsi. Transparency Internasional (TI), klik disini,  mengatakan:

Trillions of dollars are spent each year buying goods and services for public projects. From schools and hospitals, to power plants and dams, this means big budgets and complex plans. It also means ideal opportunities for corruption .

Contracts to suppliers can be awarded without fair competition. This allows companies with political connections to triumph over their rivals. Or companies within the same industry can rig their bids, so each gets a piece of the pie. This increases the cost of services to the public. We've found that corruption can add as much as 50 per cent to a project's costs 

Hal yang serupa terjadi di Indonesia. Pembelian barang dan jasa pemerintah sangat besar dalam setiap tahun. Pemerintah pusat untuk 2019 saja menggelontorkan lebih dari seribu triliun rupiah untuk membeli barang dan jasa.

Jumlah yang digelontorkan oleh pemerintah daerah secara keseluruhan lebih besar lagi, dan, dengan demikian jumlah pembelian barang dan jasa pemerintah secara nasional adalah lebih dari dua ribu triliun rupiah setiap tahunnya. Angka yang fantastis.

Pengelembungan atau mark up harga diyakini ada. Jumlahnya belum ada yang dapat memastikan. Namun, banyak analisis dan pendapat bahwa itu berada dalam kisaran lebih dari 20 persen.

Ketua Partai Gerindra, Prabowo Subianto, bahkan menyebut angka dalam kisaran 50 persen. Jauh sebelumnya, ayahanda Beliau, Prof Soemitro Djodjohadikesumo, yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Ekonomi di Era Orde Baru, menyebut angka tidak jauh-jauh dari 50 persen.

Seperti pernyataan TI di atas korupsi pembelian barang dan jasa pemerintah dapat mencapai 50 persen dari ongkos proyek. Lebih buruk lagi, bukan harga saja yang terlalu mahal tetapi kualitas barang dan jasa juga dapat buruk sekali serta membahayakan keselamatan dan kesehatan. Untuk itu TI menulis: 

But corruption in public procurement isn't just about money. It also reduces the quality of work or services. And it can cost lives. People in many countries have paid a terrible personal price for collapsed buildings and counterfeit medicines.

Di banyak negara dengan indeks keparahan korupsi yang tinggi seperti di Indonesia sebetulnya sudah memiliki infrastruktur pengendalian korupsi. Mereka memiliki institusi Antirasuah seperti KPK Indonesia dan mereka juga mereka juga memiliki  rambu-rambu pengendalian pembelian barang dan jasa pemerintah.

Rambu-rambu pengendalian pembelian barang dan jasa pemerintah (termasuk BUMN) di Indonesia dituangkan dalam Perpres Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Perpres ini sudah ada sejak zaman Pak Harto dan berulang kali di revisi, bahkan hampir setiap tahun, dan terakhir dengan Perpres No. 16 tahun 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun