Umumnya kita tahu bahwa jumlah orang miskin di Indonesia terus turun. Misalnya, ini dapat kita lihat dalam perkembangan penurunan jumlah orang miskin dalam masa Kabinet Jokowi - JK, 2014 - 2019, seperti tersaji pada gambar dibawah ini.
Ketika Kabinet Jokowi - JK disyahkan di tahun 2014, jumlah orang miskin adalah 28 juta orang. Jumlah ini sedikit naik di tahun 2015 tetapi kemudian secara konsisten terus turun hingga tahun 2019. Di tahun 2019 ini jumlah orang miskin tinggal 25 juta jiwa dan ini berarti pemerintahan Jokowi-JK sudah berhasil menurunkan jumlah orang miskin sebanyak tiga juta jiwa.
Namun, ironisnya jumlah orang miskin penerima Bansos dan Subsidi APBN tidak menurun. Jumlah mereka itu sekitar 97 jutaan orang sejak tahun 2014 hingga tahun 2019. Â Lihat Grafik kontradiktif dari dua besaran kemiskinan seperti tersaji dibawah ini.
Di tahun 2014, misalnya, jumlah orang miskin menurut BPS adalah 28 juta jiwa tetapi Kementerian Keuangan menyalurkan Bansos dan Subsidi untuk 97aan juta jiwa orang miskin dan tidak mampu. Adakah 69 jutaan penerima manfaat Bansos dan Subsidi tersebut adalah penumpang gelap?
Pertanyaan yang serupa akan terus tak tak terjawab hingga akhir periode Kabinet Jokowi - JK di tahun 2019. Dengan kata lain, apakah jumlah orang miskin itu seperti data BPS atau seperti data APBN yang disusun dan dipublikasikan oleh Kementerian Keuangan?
Pola yang janggal tersebut hampir dapat dipastikan akan diwariskan pada Kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin. Misalnya, dalam NK & RAPBN 2020  yang disampaikan oleh Presiden Jokowi ke DPR tanggal 16 Agustus yang lalu, jumlah orang miskin penerima PKH dan Kartu Sembako sekitar 76 juta orang. Namun jumlah orang miskin menurut BPS, akan berada pada angka  25 juta orang. Ini berarti jumlah pemegang kartu PKH dan Kartu Sembako, yang notabene adalah orang miskin dan tidak mampu, adalah lebih dari tiga lipat dari jumlah orang miskin menurut BPS.
Hal yang serupa berlaku juga untuk Bansos jenis Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN. Menurut NK & RAPBN 2020, ada 96,8 juta jiwa orang miskin dan tidak mampu yang masuk dalam daftar PBI. Jumlah orang miskin disini hampir empat lipat dari jumlah orang miskin menurut BPS yang hanya 25 juta orang.
Lebih jauh lagi, lihat itu pos BOS APBN yang mengalokasikan anggaran untuk 55,8 juta siswa miskin. Lagi-lagi angka ini lebih dari dua lipat dari angka jumlah orang miskin BPS. Jumlah orang miskin versi APBN tersebut akan berlipat ganda lagi jika memperhitungkna bahwa siswa miskin ini tentunya berasal dari keluarga miskin dan menurut Bank Dunia jumlah anggota setiap keluarga miskin adalah enam orang secara rerata.
Lebih menarik lagi, jika setiap program tersebut bersifat mutually exclusive. Maksud mutually excluvie tersebut adalah penerima PKH, berbeda orangnya dengan penerima manfaat Kartu Sembako, berbeda juga dengan pemegang Kartu PBI, dan seterusnya. Penjumlahan kumulatif para penerima berbagai-bagai program Bansos dan Subsidi tersebut akan mencapai angka sekitar 250 juta jiwa yang berarti lebih besar dari jumlah penduduk Indonesia!
Angka siapa yang layak dipercaya? BPS atau Kementerian Keuangan? atau keduanya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H