Pentingnya indikator pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang beberapa negara mitra dagang utama dalam mendeteksi potensi krisis tertuang dalam Protokol Manajemen Krisis Indonesia. Keluaran utama hasil identifikasi krisis adalah resiko terhadap nilai tukar rupiah.
Ini berdasarkan pengamatan pada risiko domestik saja sebab risiko global dapat dikesampingkan karena kasus Duniatext dan beberapa perusahaan nasional adalah kasus dalam negeri Indonesia sendiri. Â Â
OJK sudah mengeluarkan seruan kepada bank-bank di Indonesia untuk segera melakukan restrukturisasi utang Duniatext dan tentunya juga atas utang empat BUMN dan Jababeka termaksud.Â
Seperti sudah dijelaskan diatas bahwa indikator makroekonomi yang lain, selain kurs rupiah, Â tetap baik. Ini mencakup indikator inflasi, pertumbuhan ekonomi, NPL nasional, IHSG, dan suku bunga.
Komite Stabilisasi Sistem Keuangan Indonesia (KSSK) tentunya sudah melakukan beberapa tahapan dalam rangkaian tahapan mulai dari Tahapan Identifikasi, Analisis, Perumusan, dan, Pengambilan Keputusan.Â
Hasilnya, KKSK pada tanggal 29 Juli 2019 melaporkan bahwa Stabilitas Sistem Keuangan Semester I-2019 Terjaga. Laporan KKSK ini konsisten dengan hasil analisis pergerakan kurs rupiah diatas.
Lebih jauh, menurut Ketua KKSK yang juga adalah Menteri Keuangan, Sri Muljani Indrawati, ada tiga faktor utama yang menyebabkan terciptanya kondisi yang baik ini.Â
Pertama, menurunnya ketidakpastian pasar keuangan global. Dengan kata lain, tersirat dikatakannya bahwa sudah hampir dapat dipastikan adanya penurunan suku bunga global.
Kedua, terkait dengan imbal hasil investasi portofolio di Indonesia. Imbal hasil termaksud  cenderung masih kompetitif dan menarik sehingga aliran modal asing masuk masih meningkat.Â
Ketiga, membaiknya persepsi mengenai prospek perekonomian Indonesia. Ini antara lain diperlihatkan oleh meningkatnya sovereign rating oleh Standard and Poor's pada Mei lalu.