Dengan demikian, dapatlah kita simpulkan bahwa sejauh ini Rupiah relatif tidak terdampak dari krisis Duniatext. Selain itu, SSK Indonesia terkesan tetap tangguh walaupun juga diterpa badai krisis empat BUMN dan krisis industri Jababeka. Ilustrasi singkat krisis empat BUMN dan Jababeka tersebut seperti dibawah ini.
Selain krisis Duniatext tersebut sistem keuangan Indonesia juga didera oleh krisis empat BUMN dan krisis Jababeka. Keempat BUMN tersebut adalah: (i) PT Garuda Indonesia, (ii) PT Krakatau Steel, (iii) PT Asuransi Jiwasraya, dan (iv) PT Pos Indonesia. Â
PT Pos Indonesia. Kasus Laporan Keuangan PT Pos Indonesia mirip dengan Kasus Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia. Menurut rilis berita dari beberapa media ada kejanggalan laporan keuangan perusahaan 2018. Disini dilaporkan laba bersih mencapai Rp 2,4 triliun padahal keuntungan riilnya hanya Rp 360 miliar.Â
Lebih jauh dilaporkan bahwa andaikan tidak ada subsidi pemerintah atas Public Services Obligation (PSO) sejatinya PT Pos Indonesia seringkali mengalami kerugian. Selain itu, laba bersih komprehensif perseroan yang tercatat dalam laporan keuangan tersebut juga masih mengandalkan revaluasi aset. Misalnya, Revaluasi aset di tahun 2018 adalah sebesar Rp 643,95 miliar dan pada 2017 senilai Rp 1,38 triliun.
Perlu juga diperhatikan bahwa arus kas perusahaan ini kerap kali tercatat negatif. Misalnya, dalam periode 2012-2018, PT Pos Indonesia hanya mampu membukukan arus kas positif sebanyak tiga kali. Tiga kali yang lain berwarna merah alias negatif.
PT Asuransi Jiwasraya. Perusahaan asuransi milik BUMN ini terdera kasus keterlambatan pembayaran polis jatuh tempo produk bancassurance. Nilainya cukup tinggi dan mencapai Rp 802 miliar.Â
Sedang digodok skema roll over dalam bentuk perpanjangan masa polis selama satu tahun dengan tawaran bunga 7%. Dalam skema ini, selama perpanjangan tersebut manajemen Jiwasraya akan membayarkan bunga di muka mencapai 7% per tahun atau 7,4% nett per tahun.
PT Krakatau Steel. Perusahaan baja KRAS milik negara ini bertubi-tubi didera persoalan. Pertama, kasus korupsi salah seorang direksi yang kena OTT KPK. Selain itu, KRAS didera kerugian selama 7 tahun berturut-turut, utang menggunung, isu PHK massal, hingga mundurnya komisaris independen belum lama ini.Â
PT Garuda Indonesia. Perusahaan penerbangan Flag Carrier yang seharusnya sangat dibanggakan tetapi sebaliknya lebih memberatkan keuangan negara. Tidak pernah nyetor dividen ke negara sejak 2004, salah seorang direktur utama terlibat kasus korupsi, dan terakhir rekayasa laporan keuangan tahun 2018.Â
Dalam laporan keuangan rekayasa dilaporkan bahwa PT Garuda Indonesia membukukan laba beberapa ratus miliar rupiah. Ternyata, setelah ada peringatan dari OJK dan laporan keuangan diperbaiki, perusahaan ini rugi sebesar US$ 175 juta atau setara Rp 2,45 triliun (kurs Rp 14.004/US$).
Industri Jababeka. Perusahaan ini memiliki surat utang luar negeri yang mencapai US$ 300 juta. Beberapa media melaporkan bahwa Jababeka berpotensi gagal bayar.