Jokowi memang banyak kejutan yang menawan. Sabtu pagi, 13 Juli, mengadakan pertemuan monumental dengan Prabowo Subianto, yang sudah sangat dinanti oleh seluruh rakyat. Venue pertemuan sangat impresif di gerbong MRT dan kemudian di lanjutkan makan siang di Sate Khas Senayan (SKS), Senayan Jakarta Pusat. Ini pusat kuliner rakyat biasa. Saya cukup sering mampir di SKS ini.
Besoknya, Minggu malam, 14 Juli, Beliau pidato untuk pertama kalinya sebagai presiden terpilih Indonesia 2019-2024. Pidato ini diucapkan dua minggu pasca keputusan KPU 30 Juni dan dua minggu tiga hari pasca keputusan MK tanggal 27 Juni. Salut dengan kesabaran dan menunggu momen yang sangat tepat setelah bertemu dengan Prabowo terlebih dahulu.Â
Pidato tersebut disampaikan pada acara Visi Indonesia di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor, Jawa Barat, Minggu (14/7/2019). Penulis menyaksikan pidato Beliau yang sangat bersemangat, mengalir dengan deras, jelas dan konsisten namun santai dan akrab, dalam siaran live di beberapa stasiun tv.Â
Beberapa yang penulis masih ingat terkait isu penghentian pola business as usual, keluar dari zona nyamin, reformasi birokrasi, melanjutkan pembangunan infrastruktur, reorganisasi lembaga pemerintahan, sanksi keras pada pejabat negara yang tidak mampu bekerja dengan baik, dan meningkatkan efisiensi APBN.Â
Beberapa media merilis kesimpulan pidato Jokowi ini. Kompas.com, misalnya, tayang artikel dengan judul "Pidato Visi Indonesia, 5 Tahapan Besar yang Disebut Jokowi ," klik disini. Lima tahapan tersebut adalah:
1. melanjutkan pembangunan infrastruktur;
2. memprioritaskan pembangunan SDM;
3. mengundang investasi seluas-luasnya;
4. mengakselerasi reformasi birokrasi, dan
5. meningkatkan efisiensi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Secara spesifik, butir lima ini dikatakan oleh Beliau agar pengeluaran APBN lebih fokus dan lebih tepat sasaran. Kutipan frasa efisiensi pengeluaran APBN yang disajikan oleh Kompas.com tersebut adalah:
"Setiap rupiah yang keluar dari APBN, semuanya harus kita pastikan memiliki manfaat ekonomi, memberikan manfaat untuk rakyat, meningkatkan kesejahteraan untuk masyarakat."
Frasa diatas memang strategis untuk kita tindak lanjuti. Ini juga kita rasakan dari bergemanya lonceng yang disuarakan oleh banyak media seperti seperti CNBC, LineToday, dan CNNI. Kenapa demikian?
Publik dan kita semua Kompasianer tentunya mengharapkan adanya terobosan dari Jokowi agar pemborosan dan/atau korupsi APBN, yang dipersepsikan dalam jumlah yang angat besar, dapat dikendalikan dengan baik. Penulis yakin, harapan ini akan mulai bersemi kembali di hati wong cilik jika dalam waktu dekat bahkan pra-pelantikan Presiden Jokowi dapat menerbitkan rencana aksi yang konkrit untuk itu.
lihat juga:Â Mengawal Tekad Jokowi Menuju Indonesia Emas 2045
Rencana aksi yang konkrit tersebut secara evolusi dapat membalikan Persepsi publik atas setiap rupiah pengeluaran APBN belum dilakukan dengan fokus dan tepat sasaran. Korupsi dan/atau kebocoran APBN masih terus berlanjut dalam skala yang besar.
Rencana aksi yang demikian sejalan dengan ucapan Beliau beberapa waktu yang lalu bahwa menteri kabinet yang akan dipilih adalah sosok dengan kapasitas manajerial, yang tentunya ahli dalam strategic planing, dan eksekutor yang tinggi.Â
Agar sosok super tersebut dapat menghasilkan kinerja prima sehingga dapat tertuang dalam tinta emas Kabinet JokowiMa'ruf, mereka tersebut perlu dikawal dengan baik. Pengawalan tidak cukup dari sisi internal pemerintahan saja. Belum juga cukup bila hanya hanya mengandalkan aparat penegak hukum seperti BPK dan KPK.Â
Rakyat banyak, wong cilik, termasuk Kompasianer perlu diberikan akses pengawalan yang memadai. Ini hanya dimungkinkan jika pengawalan yang ada sejauh ini dilengkapi dengan rencana aksi untuk keterbukaan fiskal (fiscal transparency) yang lebih baik dan lebih luas. Lebih luas dari keterbukaan fiskal makro yang sudah tersedia sejauh ini.Â
Kita perlu keterbukaan fiskal secara mikro melengkapi yang makro sejauh ini. Dengan kata lain, kita perlu adanya keterbukaan pengeluaran kementerian dan lembaga negara yang lebih baik. Keterbukaan pengeluaran pemerintah daerah, dan yang juga tak kalah pentingnya keterbukaan pengeluaran BUMN, yang lebih baik.
lihat juga:Â Melirik Potret Kronis Korupsi dan Utang BUMN
Laporan-laporan keterbukaan anggaran tersebut perlu disajikan serinci mungkin dan dalam periode yang teratur, misal, triwulanan, semesteran, dan tahunan. Laporan tersebut, di Era Digital sekarang ini, wajib diunggah di website dan publik diberikan akses yang luas.
lihat juga: Wikipedia Fiscal Transparency, klik disini.
PR Jokowi - Ma'ruf Amin yang gampang secara teknis tetapi super sulit secara politis. Akankah mimpi ini menjadi kenyataan?
Semoga bermanfaat
Salam Kompasianer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H