Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Cara Santai Mengenal SSK Indonesia

16 Juni 2019   15:59 Diperbarui: 16 Juni 2019   16:03 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Artikel ini pada prinsipnya fokus pada isu Makro Prudensial yang merupakan bagian integral dari Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia. Bahasan mencakup apa itu SSK, mengapa SSK diperlukan, bagaimana penerapan nya, siapa yang bertanggung jawab dan menerapkan nya, otoritas yang terlibat, kebijakan makroprudensial, dan lain-lain. 

Akan disampaikan juga data biaya krisis 1997/98 dan cuplikan beberapa laporan KSSK. 

Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran

Pemahaman atas Sistem keuangan dan sistem pembayaran dapat merujuk ke info grafis model Bank Indonesia (2016) seperti tersaji dibawah ini.

Diagram 1. Cakupan Sistem Keuangan dalam Makro Prudensial | Dokpri
Diagram 1. Cakupan Sistem Keuangan dalam Makro Prudensial | Dokpri

Bank Indonesia (2016) pada diagram diatas memperlihatkan empat pelaku (agen) dalam sistem keuangan. Keempat pelaku tersebut adalah rumah tangga, korporasi, bank dan institusi bukan bank. Institusi bukan bank tersebut mencakup perusahaan asuransi, dana pensiun, modal ventura, koperasi simpan pinjam, sewa guna usaha (leasing), Pasar Modal, Pasar Uang,  Anjak Piutang, dan lain sebagainya. Sedangkan bank itu adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya. Bank disini lebih umum dikatakan sebagai bank komersil seperti Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BCA, dan lain sebagainya. 

Bank dan institusi keuangan non-bank posisinya ditengah dan diapit oleh agen-agen penyedia dana (kreditur) dan agen-agen peminjam (debitur) dana. Simpanan bank milik rumah tangga dan korporasi yang tidak digunakan atau berlebih disalurkan oleh bank dan institusi non-bank ke rumah tangga dan korporasi yang lain yang membutuhkan dana. 

Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia

Sebelum kita mendiskusikan fungsi Makro Prudensial Indonesia ada baiknya kita memahami pengertian, cakupan dan skup   Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Bank Indonesia (BI), klik disini, mengatakan bahwa belum ada definisi Stabilitas Sistem Keuangan yang berlaku secara universal (internasional). Untuk itu disini BI mencantumkan beberapa definisi yang sedikit beragam. Walaupun demikian semangat dari definisi itu pada prinsipnya sama yaitu suatu sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana secara efisien dan mampu mengendalikan turbulensi di pasar uang/modal sehingga sektor riil dan sistem keuangan relatif tetap dapat berjalan dengan baik. Kutipan penuh dari definisi BI ini adalah:

"Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan.” 

Definisi tersebut sebetulnya juga mengatakan SSK dibutuhkan agar sektor riil tidak terganggu. Sektor riil tersebut misalnya, sektor pertanian, manufaktur, pertambangan, pariwisata, dan transportasi.  Selain itu definisi SSK itu mengatakan juga bahwa dengan SSK yang baik ancaman pada sistem keuangan juga dapat dicegah.  

Dampak Negatif Ketidakstabilan Sistem Keuangan

Lebih jauh lagi, Bank Indonesia, klik disini, mengatakan pentingnya SSK tersebut sebagai berikut:  Secara umum dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan sistem keuangan dapat  mengakibatkan timbulnya beberapa kondisi yang tidak menguntungkan seperti:

  • Transmisi kebijakan moneter tidak berfungsi secara normal;
  • Fungsi intermediasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya; 
  • Ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan, dan 
  • Sangat tingginya biaya penyelamatan terhadap sistem keuangan apabila terjadi krisis yang bersifat sistemik

Cek Data Dampak Dahsyat Krisis Moneter Indonesia 1997/98

Gambar 1. dibawah ini memperlihatkan data numerik kerugian atas krisis moneter 1997/98 yang menghantam Indonesia. Angka yang paling spektakuler adalah beban utang pemerintah untuk bail out bank-bank bermasalah. Nilai nya sangat-sangat besar yaitu Rp600 triliun. Utang yang dipikul oleh seluruh penduduk Indonesia sejak tahun 1998 tersebut sebagian masih belum lunas hingga saat ini.

Kerugian yang berikutnya mencakup anjloknya pertumbuhan PDB, hiper inflasi, dan runtuhnya nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah anjlok dari Rp4.650/1USD menjadi Rp8.025/1USD, inflasi terbang dari 6.47% menjadi 77.60%, dan pertumbuhan ekonomi (PDB) terpuruk dari 7,82% menjadi -13.13%

Gambar 1. Dampak Krisis Moneter Indonesia 1997/98
Gambar 1. Dampak Krisis Moneter Indonesia 1997/98

Peran Otoritas Keuangan

Diagram 2. Peran Otoritas Keuangan | Dokpri
Diagram 2. Peran Otoritas Keuangan | Dokpri

Pada diagram diatas, BI (2016) memperlihatkan empat institusi yang berperan dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia. BI memiliki kewenangan otoritas pada sektor makroekonomi dan sistem keuangan (moneter dan sistem keuangan). Pemerintah hanya memiliki kewenangan otoritas pada sektor makroekonomi (fiskal dan sektor riil). Sedangkan OJK (otoritas Jasa Keuangan) dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) masing-masing memiliki kewenangan otoritas dalam sistem mikroprudensial. 

Pada diagram diatas juga diperlihatkan dua agen ekonomi utama yaitu korporasi dan rumah tangga. Masing-masing mereka itu adalah pihak-pihak yang sekaligus surplus dan defisit dana.

Selain itu, diagram diatas memperlihatkan peran ekonomi global dalam ekonomi dan sistem keuangan Indonesia. Unsur ekonomi global terpenting mencakup pertumbuhan ekonomi dunia dan pertumbuhan ekonomi  beberapa mitra dagang utama Indonesia.  Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan perang dagang antara Tiongkok dan AS berpengaruh atas volume dan nilai ekspor Indonesia. Kebijakan suku bunga The Fed AS berpengaruh pada suku bunga dan kurs rupiah Indonesia.

Hubungan Stabilitas Sistem Keuangan dan Stabilitas Moneter

Bank Indonesia, klik disini, menggambarkan keterkaitan Stabilitas Sistem Keuangan dan Stabilitas Moneter seperti tersaji pada Diagram 3. dibawah ini. Terlihat bahwa Stabilitas Keuangan dan Moneter berpengaruh pada PDB dan Inflasi yang bermuara pada stabilitas makroekonomi. Ini penting untuk tercapainya efisiensi RT dan Korporasi, yang hanya akan dapat terwujud jika infrastruktur dan sistem keuangan juga efisien sehingga masuk kembali untuk mendukung Stabilitas Sistem Keuangan. 

Diagran 3. Hubungan SSK dan SM | Dokpri
Diagran 3. Hubungan SSK dan SM | Dokpri

Definisi dan Fitur Karakteristik Makroprudensial

Bank Indonesia (2016) menekankan tiga frasa kunci yang terkandung dalam definisi kebijakan makroprudensial, yaitu: (i) diterapkan dengan tujuan menjaga stabilitas sistem keuangan; (ii) berorientasi pada sistem keuangan secara keseluruhan (system-wide perspectives), dan (iii) diterapkan melalui upaya membatasi terbangunnya (build-up) risiko sistemik. Dengan kata lain, referensi ini menyimpulkan bahwa  kebijakan makroprudensial merupakan penerapan prinsip kehati-hatian pada sistem keuangan guna menjaga keseimbangan antara tujuan makroekonomi dan mikroekonomi. 

Definisi BI (2016) tersebut merujuk ke tiga definisi sebagai berikut. Pertama, G., and Richhild M., 2011, kebijakan makroprudensial didefinisikan sebagai kebijakan yang bertujuan untuk membatasi risiko dan biaya dari krisis sistemik . kedua, dalam nuansa yang sama ESRB, 2013, mendefinisikan kebijakan makroprudensial sebagai kebijakan yang ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, termasuk dengan memperkuat ketahanan sistem keuangan dan mengurangi penumpukan risiko sistemik, sehingga memastikan keberlanjutan kontribusi sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketiga, IMF, 2011,  mendefinisikan makroprudensial sebagai kebijakan yang memiliki tujuan untuk memelihara stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan risiko sistemik. 

Strategi Operasional Kerangka Kebijakan Makroprudensial

Diagram 4. Strategi Operasional untuk Kerangka Kebijakan Makroprudensial | Dokpri
Diagram 4. Strategi Operasional untuk Kerangka Kebijakan Makroprudensial | Dokpri

Diagram Strategi Operasional Kerangka Kerja Kebijakan Makroprudensial Indonesia terdiri dari dua elemen utama. Pertama, Pengawasan makro Prudensial off-site. Disini ada dua kegiatan utama yaitu: (i) monitoring & analisis risiko, dan (ii) Pemberian sinyal risiko. Tindak lanjut dari kegiatan yang dimulai dengan identifikasi sumber risiko sistemik mengacu pada tiga kondisi potensi risiko, yaitu: (i) dibawah ambang batas (normal); (ii) dibawah namun mendekati ambang batas, dan (iii) diatas ambang batas. Pada kondisi normal, kegiatan monitoring dan analisis risiko terus dijalankan. Pada kondisi (ii) dibawah tetapi mendekati ambang batas, kegiatan lanjutan yang dilaksanakan adalah Formulasi Kebijakan dan Evaluasi Kebijakan.

Pada kondisi diatas ambang batas, ini dilakukan di internal BI dan FKSSK. Tindak lanjut utama disini adalah aktivasi Protokol Manajemen Krisis. Keluaran dari kegiatan ini adalah kesimpulan secara kuantitatif dan kualitatif atas potensi krisis. Kesimpulan lain adalah pernyataan bahwa kondisi yang ada cukup normal.

Diagram 5. Protokol Manajemen Krisis | Dokpri
Diagram 5. Protokol Manajemen Krisis | Dokpri

Kegiatan Makro Prudensial on-site adalah analisis atas data, informasi dan riset terkait potensi risiko sistemik. Kegiatan ini juga dinamakan sebagai Pemeriksaan Tematik. Singkatnya, kegiatan utama yang dilakukan disini adalah monitoring dan analisis data, informasi, dan riset.

Gambar 2. Juni, 2019 | Dokpri
Gambar 2. Juni, 2019 | Dokpri

 

Gambar 3. KSSK Moneter, Juni 2019 | Sumber: Republika.co.id
Gambar 3. KSSK Moneter, Juni 2019 | Sumber: Republika.co.id

Tugas Utama dan Instrumen Moneter Bank Indonesia

Ada lima tugas/fungsi utama Bank Indonesia, yaitu : (i)mengelola instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. (ii) pengawasan dan regulasi. Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II; (iii) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; (iv) mengakses informasi  yang dinilai mengancam stabilitas keuangan, dan (v) menjalankan  fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR).

Kelima tugas/fungsi tersebut disajikan dalam info grafis seperti dibawah ini.

Diagram 6. Fungsi Utama Bank Indonesia | Dokpri
Diagram 6. Fungsi Utama Bank Indonesia | Dokpri
Bank Indonesia memiliki banyak instrumen moneter. Tiga diantaranya seperti tersaji dalam infografis dibawah ini: LTV, GWM, dan CCB.

Diagram 7. Instrumen Moneter Bank Sentral | Dokpri
Diagram 7. Instrumen Moneter Bank Sentral | Dokpri

Microprudential Sistem Keuangan Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Diatas dikatakan bahwa Otoritas Macroprudential adalah Bank IndonesiaDi sisi lain  otoritas microprudential adalah institusi pengawas lembaga keuangan bank dan nonbank. Untuk Indonesia otoritas microprudential ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

The microprudential supervision of the OJK focuses on ensuring the soundness of individual financial institutions, while Bank Indonesia's macroprudential policy encompasses regulation and surveillance from a macro perspective, focusing on systemic risk

Gambar 4. Ketua OJK, Wimboh Santoso | Dokpri
Gambar 4. Ketua OJK, Wimboh Santoso | Dokpri

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Selain OJK, LPS juga ditugaskan untuk mengawal Mikro Prudensial Sistem Keuangan Indonesia. Disini peran terpenting dari LPS adalah menjamin simpanan bank seluruh nasabah. Jumlah simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) cukup memadai yaitu sebesar Rp2 miliar per nasabah, di salah satu bank. Ini berlaku baik untuk bank konvensional maupun untuk Bank Syariah.

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)

Diatas sudah disampaikan bahwa ada empat lembaga negara yang ditugaskan untuk menjaga prudensial sistem keuangan Indonesia. Dua lembaga negara pertama yaitu Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan ditugaskan untuk menjaga aspek makro sedangkan dua lembaga yang berikutnya, yaitu, OJK dan LPS ditugaskan untuk menjaga sisi mikro prudensial nya. 

Untuk melakukan sinkronisasi dan koordinasi kebijakan makro dan mikro prudensial, pemerintah membentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Ketua KSSK adalah Menteri Keuangan dan Gub BI, Ketua OJK, dan Ketua LPS, masing-masing adalah anggoto KSSK.  

Pers Rilis Ketua KSSK, 29 Januari 2019 

Gambar 5. Makroprudensial - Sektor Fiskal | Dokpri
Gambar 5. Makroprudensial - Sektor Fiskal | Dokpri
Gambar 5. Makroprudensial - Sektor Fiskal | Dokpri
Gambar 5. Makroprudensial - Sektor Fiskal | Dokpri

Daftar Pustaka

Lihat Gambar 6 di bawah ini.

Daftar Pustaka | Dokpri
Daftar Pustaka | Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun