Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengenai Pernyataan Robiah Khaerani Hasibuan di Media

21 Mei 2019   20:53 Diperbarui: 21 Mei 2019   23:50 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dr Ani Hasibuan/okezone.com

Selentingan nama dr Ani Hasibuan penulis dengar beberapa hari yang lalu. Kata nya dokter spesialis syaraf ini melontarkan pendapat bahwa korban kematian dan sakit dari banyak anggota KKPS dalam Pemilu Serentak 2019 yang lalu bukan disebabkan oleh unsur kelelahan tetapi dibunuh dengan racun dan/atau gas syaraf yang mematikan. Penulis pikir rasanya sulit mempercayai berita ini, tapi ya mungkin saja dia mengatakan demikian. Maklum lah sekarang lagi musim-musimnya hoax. . 

Semalam, sambil menikmati takjil yang disiapkan oleh Si Dia, penulis melihat sosok dr Ani Hasibuan, yang juga alumni FKUI, sedang diwawancarai oleh reporter TvOne. Pakaian, suara, dan gerak tubuh Beliau memberikan kesan pertama yang aduhai sangat berkesan. Kesan pertama penulis adalah dr Ani Hasibuan adalah akademisi tulen dengan integritas yang tinggi. Penulis memutuskan untuk stay di acara Talkshow ini dulu baru nantinya mencari saluran olah raga atau musik. Akhirnya tidak sempat ke saluran lain karena talkshow ini ternyata terdiri dari empat episode yang sangat menarik.

Tabloid TamshNews.Com 

Substansi yang dibahas adalah berita di Tabloid TamshNews.com. Disitu diperlihatkan photo berdiri dr. Ani Hasibuan, panggilan akrab Bu dokter ini, disamping kanan ada judul berita dengan tulisan besar sekali tentang gas beracun dan gas syaraf yang menyebabkan kematian petugas KPPS dalam Pemilu Serentak 2019 yang baru lalu. Di belakang gambar dr Ani Hasibuan ada gambar sosok perempuan yang terlibat dalam pembunuhan dengan menggunakan gas beracun/sayraf atas tokoh Korea Utara di Bandara Kuala Lumpur, Malaysia.

Menjawab pertanyaan reporter TvOne, dokter spesialis syaraf dengan nama lengkap, Robiah Khairani Hasibuan, menyatakan tidak tahu sema sekali ada pemberitaan tentang diri nya di tabloid itu. Dia tidak pernah dihubungi apalagi diwawancarai oleh tabloid tersebut. Bu dokter ini juga menyatakan tidak pernah menulis dan/atau bicara tentang gas beracun/syaraf terkait kematian dan korban sakit dari petugas KPPS tersebut. Beliau lebih jauh menambahkan bahwa jika dibaca sampai habis, berita itu tidak ada menyebut bahwa rujukan atau sumber berita adalah dr. Ani Hasibuan.

Dr. Ani Hasibuan, yang dulu nya adalah tokoh aktivis mahasiswa juga, mengatakan bahwa gambar dirinya tersebut tersebut adalah gambar ketika dia beraudiensi dengan anggota DPR di Gedung DPR Senayan. Dalam audiensi ini Beliau menyampaikan harapan agar DPR memperjuangkan santunan yang lebih layak atas para korban anggota KPPS tersebut. Beliau tidak pernah sama sekali menyinggung dan/atau berkata tentang gas beracun/syaraf tersebut di acara audiensi termaksud. Menurut tokoh kita ini, dia merasa terpanggil untuk menyampaikan aspirasi ini karena banyak para petugas KPPS tersebut berasal dari orang yang kurang mampu dengan segala keterbatasan termasuk tidak begitu tahu hak-hak yang dimilikinya. 

Lebih lanjut, dikatakannya bahwa Beliau merasa sangat tertekan dalam waktu akhir-akhir ini. Akun pribadi facebook beliau di serbu pesan-pesan bullying yang sangat kurang ajar dan menyakitkan. Bu dokter ini ketika menceritakan ini tidak kuasa menahan isak tangisnya. Sampai disini penulis merasakan ada cairan hangat meleleh di pipih penulis. Akun facebook ini kemudian disuspend. Langkah yang sangat tepat.

Lalu penasehat hukum Bu dokter memperlihatkan halaman tabloid dan menyatakan klien mereka tidak pernah tahu dengan tabloid itu. Mereka berdua juga menunjukkan secara live bahwa tabloid ini tidak dapat dihubungi. Kedua orang penasehat hukum ini menyatakan keheranan atas pemanggilan klien mereka dengan status penyidikan. Status ini cukup berat karena sudah lebih tinggi dari pada status penyelidikan. 

Sampai di sini penulis cenderung sepakat dengan pendapat mereka berdua. Itu TamshNews.com yang perlu disidik oleh Bareskrim Polri. Bu dokter Ani adalah korban plagiarism dan/atau lying with picture and phrases. Lebih jauh, jika dalam posisi ini apakah tidak lebih patut Bareskrim Polri yang datang menemui Bu Ani dan bukan sebaliknya? Maáf penulis bukan ahli hukum dan/atau tata kelola penegakan hukum dan ini hanya spontanitas saja. 

Terkait dengan video wawancara dengan Refly Harun, ada beberapa hal yang penulis ingat. Pertama, menurutnya UU ITE, yang rasanya akan ditimpahkan pada Bu dokter ini,  sarat dengan pasal-pasal karet. Tersirat pasal ini dapat digunakan secara leluasa oleh para penegak hukum, termasuk Bareskrim Polri, untuk dengan sengaja melanggar prinsip-prinsip keadilan. Kedua,  ada frasa yang menggigit yang diucapkan oleh Ahli Hukum Tata Negara ini. Frasa itu "apa dasarnya mengatakan suatu berita hoax jika berita yang benar tidak ada?"

Dalam kaitan ini, seperti ada di tulisan penulis terdahulu dan/atau komen pada beberapa artikel Kompasiana terdahulu, penulis menghimbau KPU dan/atau pihak yang berwenang untuk mempublikasikan daftar korban penyelenggara Pemilu termaksud. Daftar tersebut sebaiknya serinci mungkin termasuk data hasil pemeriksaan medis dan/atau keluarga/kerabat terdekat korban tentang penyebab utama kematian/sakit. Himbauan ini tidak ada salah nya jika diulang kembali dalam artikel ini.

Kliping Media OnLine

Penulis sebetulnya berniat berhenti hingga alinea terakhir diatas. Tetapi, penulis kaget ketika sedang  browsing gambar Bu dokter ini menemui riuhnya pemberitaan dr Robiah Khaerani Hasibuan ini yang juga adalah anggota IDI Jakarta. Baru ingat ada tayangan video wawancara Ketua IDI dengan reporter TvOne. Substansi wawancara masih pemberitaan TamshNews.Com. Menurut Ketua IDI ini Tim Idi sudah memanggil bu dokter Ani untuk klarifikasi pemberitaan tersebut. Jawaban dr Ani Hasibuan tetap konsisten dengan yang disampaikan terdahulu bahwa dia adalah korban dari pemberitaan tersebut. Selanjutnya, Ketua IDI akan memberikan bantuan dan/atau pendampingan hukum kepada Bu Ani sebagaimana hal nya untuk anggota IDI yang lain yang tersangkut kasus hukum.

Pernyataan kontroversial dr Ani Hasibuan

 Ada pernyataan kontroversial Bu Dokter ini di acara TalkShow Tv. Pernyataan itu seperti dirilis oleh Kompas.com, klik disini, adalah sebagai berikut:

"Saya sebagai dokter dari awal sudah merasa lucu, gitu. Ini bencana pembantaian atau pemilu? Kok banyak amat yang meninggal. Pemilu kan happy-happy mau dapat pemimpin barukah atau bagaimana? Nyatanya (banyak yang) meninggal,”

Kata pembantaian itu kelihatan nya yang kontroversial dan menjadi viral. Apakah kata pembantaian seperti itu sudah dapat ditafsirkan sebagai hoax dan/atau penghinaan sehingga sudah layak untuk dipolisikan? Apakah kata ini bukan hanya sekedar dramatisir dalam suatu pembicaraan?

Selanjutnya, Kompas.com diatas menambahkan bahwa Bu dokter ini menolak pendapat KPU bahwa sebab utama kematian petugas KPPS adalah karena kelelahan bekerja. Media online ini kemudian menambahkan pernyataan dokter spesialis syaraf ini bahwa menurut dugaan nya faktor utama penyebab kematian tersebut adalah karena penyakit bawaan.

Isu penyakit bawaan itu juga pernah penulis dengar dan/atau baca di berbagai media/media online. Dugaan faktor penyakit bawaan itu juga yang menyebabkan kematian seorang Ketua KPPS di Desa Bojong Gede, Bogor. Penulis kenal baik dengan almarhum yang sudah sejak lama menderita penyakit gula (diabetes) kronis. 

Lebih jauh, kita semua maklum bahwa beban kerja antara satu TPS dengan TPS yang lain relatif sama. Kita juga pernah dengar bahwa ada lebih dari 800 ribu TPS di Indonesia. Kecil sekali kemungkinan nya beban kerja di tempat para korban termaksud jauh atau sangat berlebihan dibandingkan 800 ratus ribu lebih TPS yang lain diseluruh Indonesia.

Kesimpulan. Beban kerja KPPS terlalu berat untuk orang-orang dengan penyakit bawaan.

Preferensi politik dr Robiah Khaerani Hasibuan.

Di awal acara talkshow TvOne tersebut, Bu dokter ini menyatakan bahwa preferensi politik Beliau dilindungi oleh konstitusi. Pengabdian kepada wong cilik yang dilakukan sekarang ini tidak ada kaitannya dengan preferensi politik tersebut, imbuhnya.

dr Ani Hasibuan (kanan)/kumparan.com
dr Ani Hasibuan (kanan)/kumparan.com

Penulis rasa sah-sah saja profesi dokter mempunyai preferensi politik seperti layak nya ahli hukum. Misal, ahli hukum, Prof Mahfud M.D. tahun 2014 adalah pendukung Prabowo Subianto dan sekarang pendukung Jokowi. Begitu juga hal nya dengan guru dan dosen, yang sekarang ini mengalami diskriminasi politik yang akut.

baca juga: Pemilihan Umum, Diskriminasi Politik dan Pelanggaran HAM, klik disini

Penutup

Pernah terbaca dan/atau terdengar/terlihat praktik penyelidikan/penyidikan kepolisian di beberapa negara maju. The Cops itu yang biasanya mendatangi rumah orang yang akan diselidik dan/atau disidik. Sering diperlihatkan bahwa the Cops itu kadang-kadang perlu datang beberapa kali ke rumah orang-orang tersebut. Kemudian, mereka yang layak menjadi saksi wajib hadir di pengadilan.

Fenomena the Cops itu pernah penulis tanyakan pada beberapa kolega orang Amerika, New Zealnd, dan Australia, Mereka semua pada prinsipnya punya pendapat yang relatif sama. Menurut mereka itu diatur oleh UU mereka dengan tujuan untuk menghindari rasa terintimidasi dan/atau terteror ketika menerima surat panggilan kepolisian.

Last but not least, kita berharap pihak kepolisian sudah memiliki bukti lain yang lebih lengkap untuk menaikkan status hukum dari status penyelidikan menjadi status penyidikan bagi Bu dokter Robiah Khaerani Hasibuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun