Bursa Capres/Cawapres 2019
Walaupun demikian, penulis prihatin bahwa banyak diantara orang-orang baik tersebut akan gugur secara prematur. Nama-nama mereka sempat viral tetapi kemudian menguap begitu saja. Ini baru saja terjadi di ajang Pilpres 17 April 2019 yang lalu. Nama-nama seperti Gatot Nurmantyo, Anies Baswedan, Rizal Ramli, Sri Muljani viral sebagai Capres/Cawapres. Survei SMRC bahkan menampilkan nama 22 tokoh nasional yang berpeluang maju dalam ajang Pilpres 2019. Â Nama-nama itu kemudian lenyap begitu saja.
UUD45, UU Pemilu, dan PKPU
Kenapa demikian? Menurut penulis, fenomena ini bersumber dari peraturan perundang-undangan yang menetapkan Paslon Pilpres harus diajukan oleh partai politik atau koalisi partai politik. Artinya tidak dimungkinkan ada Paslon independen. Sampai disini sebetulnya masih okay.
Namun, di sisi lain, peraturan tersebut tidak mewajibkan hadirnya transparansi dan akuntabilitas dalam rekrutmen dan seleksi Paslon Pilpres oleh Parpol/Koalisi Parpol. Ini bermuara pada terciptanya dominasi Ketum dan/atau DPP Parpol dan/atau koalisi mereka dalam menetapkan Paslon Pilpres mereka. Potensi orang-orang yang lebih baik seperti disebutkan diatas untuk diajukan sebagai Paslon menjadi gugur secara prematur sebelum diadakan seleksi resmi. Aroma politik uang juga menyengat sekali disini.
baca juga: Kedaulatan Rakyat, Seberapa Banyak Kita Miliki? klik disini
Kondisi IdealÂ
Pertimbangkan dalam situasi dimana ada aturan yang menyatakan bahwa Parpol/Koalisi Parpol harus membuka pintu mereka selebar mungkin untuk Capres dan/atau Paslon Pilpres.Maksudnya mereka dilarang menolak siapa saja yang berminat. Mereka itu harus diterima dan diseleksi secara transparans dan akuntabel. Mirip-mirip seleksi Pimpinan KPK, Gubernur Bank Indonesia, dan pimpinan MK.
Walaupun demikian, bisnis proses rekrutmen dan seleksi Capres/Paslon Pilpres itu tentu nya relatif berbeda. Di Amerika Serikat, misalnya, seleksi Capres dilakukan dalam konvensi oleh baik Partai Demokrat maupun oleh Partai Republik. (hanya ada dua Parpol di sana).
Di Indonesia, praktik konvensi seperti itu pernah di coba oleh Partai Demokrat untuk Pilpres 2014. Pemenang nya adalah mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Tapi, kemenangan ini lenyap begitu saja. Dugaan penulis itu disebabkan kurangnya perolehan suara Partai Demokrat dalam Pileg 2014 dan/atau kurang nya peminat Parpol lain untuk membentuk koalisi pengusung Dahlan Iskan. Mungkin masih banyak yang ingat waktu itu survei elektabilitas Jokowi yang ketika itu menjabat Gubernur DKI sangat tinggi.
Pertimbangkan juga jika calon independen dimungkinkan. Selain dimungkinkan juga persyaratan calon independen tidak super sulit dan super reseh seperti persyaratan calon independen Pilkada. Dalam kondisi seperti ini, orang-orang baik seperti disebutkan diatas dapat melangkah dengan mulus dalam ajang Pilpres 2024.
silahkan berkunjung ke: Calon Legislator dan Partai Baru 2024, klik disini.
Mungkin bermanfaat juga mengetahui bahwa di ajang Pilpres USA juga dimungkinkan ada Capres independen. Namun, dalam ratusan tahun sejarah negara Uncle Sam ini, hanya beberapa orang saja yang maju sebagai Capres independen dan itu termasuk George Washington presiden pertama Amerika Serikat. Catatan sejarah mereka menunjukan bahwa Kandidat lebih nyaman diurus oleh Parpol ketimbang mengurus sendiri lewat jalur independen. Kenapa demikian?
Silahkan baca juga: Mimpi Menenggelamkan Parpol di Ranah Pilkada, klik disini.
Artikel terbaru terkait: UUD45, Ambang Batas Pencalonan dan Mahar Politik klik disini