Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

3 Fakta Penting Jokowi dalam Pusaran Pilkada Serentak 2020

15 Mei 2019   22:37 Diperbarui: 15 Mei 2019   23:40 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

JokowiMa'ruf 2019 - 2024 tinggal ketok palu saja walaupun masih tersisa sedikit rasa waswas. Tim beliau berdua ini sekarang tentunya sedang mempersiapkan formasi dan menteri Kabinet JokowiMa'ruf. Buya Syafei Maárif misalnya mengusulkan Zaken Kabinet. Maksudnya Kabinet Kerja yang sesungguhnya tanpa intervensi, jika pun ada hanya pada tingkat yang terendah, partai politik

Selain itu, Pilkada serentak 2020 juga sudah diambang pintu. Pilkada serentak 2020 akan diadakan di 265 wilayah di seluruh Indonesia. Pilkada Serentak berikutnya akan diadakan pada tahun 2023 dan 2027. Rangkaian Pilkada serentak itu diatur dalam Perpu No. 1 tahun 2014 dan kemudian dikuatkan dengan UU No. 1 tahun 2015. Resume Pilkada serentak termaksud dapat dirujuk ke AntaraNews, klik disini.

 Isu-isu jadul pilkada serentak jelas akan berulang kembali. Itu mencakup politik uang, mahar politik dan calon independen, serta kecurangan. 

Isu Kecurangan

Isu kecurangan dalam perhitungan dan rekapitulasi suara sebetulnya otomatis tidak perlu berulang kembali jika KPU segera membenahi Tata Kelola Perhitungan dan Rekapitulasi Perolehan Suara Pemilu. Sederhanakan urusan penyalinan C1 Plano ke C1 dan bila perlu hapus saja ketentuan perlunya membuat salinan C1 Plano. 

Selanjutnya Tata Kelola SITUNG perlu diperbaiki. Perlu dipertimbangkan data entry dapat dilakukan pada tingkat KPU yang terendah yaitu KPPS atau maksimal KPU Kecamatan. Hindari melakukan data entry di KPU Kabupaten/Kota.  Selain itu, perlu juga perbaikan sistem validasi data,  yang dalam kegiatan SITUNG Pemilu serentak 2019 ini masih banyak terjadi kesalahan.  

Lihat juga: Mengenal Situng KPU di PPS, klik disini.

Mahar Politik

Mahar politik dalam Pilkada diartikan sebagai kesepakatan haram antara Calon Kepala Daerah dengan Partai Politik. Kesepakatan ini jelas-jelas dilarang oleh UU Pemilu dan kedua belah pihak itu diancam pidana, jika dapat dibuktikan. Masalah nya pembuktian itu sangat sulit dilakukan dan sejauh ini belum terdengar, jika ada, yang terjerat oleh penegak hukum dengan kasus mahar politik ini.

Ada dua opsi yang dapat kita usulkan untuk mengendalikan mahar politik ini. Pertama, bentuk semacam Satgas atau Unit Tugas khusus di institusi penegak hukum untuk mengendalikan mahar politik. Opsi ini akan dijelaskan lebih rinci pada topik politik uang.

Kedua, permudah calon independen memasuki bursa Pilkada. Permudah persyaratan bukti dukungan KTP dan Verifikasi faktual. Verifikasi faktual ini sangat reseh dan ini juga dikritik dengan pedas oleh beberapa calon, bakal calon, independen termasuk oleh Ahok Bsuki Tjahja Purnama. 

baca juga: Apa Masih Diperlukan Perahu Parpol di Pilkada Kita? klik disini

Politik Uang

Politik uang atau money politics sebetulnya berdimensi luas. Namun, bahasan kita saat ini cukup sampai pada isu mahar politik dan pemberian dan/atau janji uang dan/atau imbalan uang. Pemberian dan/atau janji uang dan/atau imbalan lain itu diberikan oleh calon kepala daerah kepada konstituen setempat.

Politik uang jelas-jelas dilarang dalam UU Pemilu dan jika terbukti pelaku terancam diskualifikasi dan pidana penjara. Ada beberapa Caleg yang terjerat kasus politik uang ini dalam beberapa Pemilu terdahulu dan Pemilu Serentak 2019 yang baru lalu. Namun, diyakini jumlah yang tidak terjerat oleh penegak hukum jauh lebih besar lagi. 

silahkan baca juga: Adakah  Titik Kulminasi Politik Uang, klik disini.

Lebih jauh lagi, rasanya belum ada kasus politik uang Pilkada yang masuk ke meja pengadilan. Ini tidak dapat diinterprestasikan bahwa tidak ada praktik politik uang dalam Pilkada. Sebaliknya, persepsi sangat sarat nya politik uang Pilkada secara umum disepakati. 

Di sisi lain, pengendalian politik uang Pilkada sangat penting bagi Jokowi. Berhasil nya pengendalian politik uang akan bermuara pada terpilihnya orang-orang baik menjadi kepala daerah, yang identik dengan orang-orang yang memiliki kapasitas dan integritas tinggi untuk mempercepat perbaikan dan modernisasi pelayanan umum daerah. 

Orang-orang baik seperti itu  sangat penting untuk mendukung tekad Jokowi membangun landasan Indonesia TopFive 2045. Lebih spesifik lagi, sangat penting mendukung himbauan Jokowi agar pemerintah-pemerintah daerah bersegera menyambungkan ruas-ruas jalan tol pusat ke sentra-sentra industri dan ekonomi daerah termasuk bandara, pelabuhan, stasiun kereta api, destinasi wisata dan lain sebagainya. 

baca juga: Mengawal Tekad Jokowi Menuju Indonesia Emas 2045 klik disini

Sisi Teknis Pengendalian Politik Uang

Sisi teknis pengendalian politik uang sebetulnya relatif tidak begitu berat. Relatif tidak begitu berat dibandingkan, misalnya, dengan tugas-tugas pemberantasan terorisme, tindak pidana pencucian uang, dan narkoba. Namun, ketiga tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh unit kerja yang dibentuk khusus untuk menangani masing-masing tugas tersebut. Sebaliknya, sejauh ini, belum ada unit kerja khusus pemerintah untuk menangani kasus-kasus politik uang. 

Dengan demikian, segera bentuk unit-unit kerja yang diberi mandat khusus untuk mengendalikan politik uang. Ini bisa di institusi kepolisian yang ada atau di institusi penegak hukum yang lain, atau, bisa institusi baru setingkat Densus 88, atau, KPK, atau, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Sisi Politis Pengendalian Politik Uang.

Pembentukan unit khusus untuk memberantas dan/atau mengendalikan politik uang tentunya terkait dengan penyediaan anggaran yang mencukupi. Otomatis ini menghendaki persetujuan DPR. Seharusnya proses persetujuan anggaran di DPR tidak akan mengalami hambatan yang berarti karena prediksi hasil Pileg 2019 adalah lebih dari 60 persen kursi DPR diduduki oleh koalisi JokowiMa'ruf.

Hal yang serupa jika pembentukan unit kerja khusus tersebut menghendaki konsultasi dan/atau persetujuan DPR. Penguasaan 60 persen kursi DPR akan memuluskan usulan pemerintah untuk pembentukan unit kerja khusus tersebut.

Bantu Jokowi untuk Membantu Kita Semua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun