Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pecundang dan Pemenang Jika Indonesia E-Voting

29 April 2019   12:51 Diperbarui: 29 April 2019   12:57 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyusul tragedi korban Pemilu Serentak 2019, klik disini, frasa E-Voting, Electronic Voting, viral di berbagai media. Frasa ini dicuitkan oleh banyak kalangan mulai dari orang awam, akademisi, tak kurang serunya cuitan dari politisi ternama Senayan. Tjahtjo Kumolo, misalnya, Mendagri yang juga Politisi Senior PDIP menyatakan:

 "Semua kemungkinan terbuka (e-voting). Masukan KPU, Bawaslu, apa yang menjadi hak pemerintah, DPR punya kewajiban apa, kami akan duduk bersama apa yang butuh disempurnakan," TribunNews, klik disini. .

Ketua DPR, Bambang Soesatyo, yang juga merupakan Politisi Senior Partai Golkar mendukung wacana untuk E-Voting Pemilu Indonesia. Ini menurutnya dapat diterapkan untuk Pemilu Serentak yang akan datang dan jenis Pemilu lain seperti Pilkada. Lebih jauh ia mengungkapkan prisip terpenting dalam melakukan evaluasi dan pengambilan keputusan untuk metode Pemilu Indonesia mendatang. Prinsip itu adalah, 

“Perlunya segera diterapkan sistem pemilu yang murah, efisien dan tidak rumit serta tidak memakan banyak korban,”  klik disini.

Baca juga: Dua Langkah Lagi Indonesia Siap E-Voting. Klik disini.

E-Voting itu sebetulnya teknik otomatisasi pencoblosan, perhitungan, dan rekapitulasi (penjumlahan) surat suara dalam pemilihan umum. Itu bisa dilakukan seperti untuk Pemilu serentak 2019 yang lalu, bisa juga untuk Pilkada serentak, dan bahkan memang lebih sederhana dan gampang untuk Pilkades. Pilkades di Kabupaten Jembrana, Bali sudah memakai sistem E-Voting sejak 10 tahun terakhir. Kasus Jembrana klik disini.

KPU sudah melakukan otomatisasi rekapitulasi (penjumlahan) suara Pemilu 2019 yang lalu. Sudah dilakukan sejak seminggu yang lalu. Kemajuan mencapai 51 persen untuk Pilpres dan 19 persen untuk Pilgeg DPR pagi ini, 29 April 2019.  

Kegiatan rekapitulasi ini populer disebut sebagai Real Count KPU (RC KPU). Hasil Pemilu Nasional dapat difilter hingga ke tingkat TPS. Pada tingkat TPS ini disajikan juga data suara TPS  Formulir C1 sesuai jenis Pemilu (Pilpres, DPR, DPD, dan DPRD). Data diperbarui secara berkala sekitar tiga atau empat jam sekali. Akses publik terbuka untuk URL situs KPU ini, klik disini.   

First Round Pecundang dan Pemenang.

First round pecundang. Jika ke depan RC KPU tersebut diterapkan pada Pemilu-Pemilu Indonesia, maka kelompok pertama yang akan menjadi Pecundang adalah Lembaga-lembaga Survei (LS) yang melaksanakan kegiatan hitung cepat atau Quick Count. QC LS akan ditinggalkan dan pemirsa akan beralih ke RC KPU. RC KPU sama atau bahkan lebih cepat dari QC LS dan dengan jumlah TPS yang diliput seluruh TPS nasional bukan sampling seperti yang dilakukan di teknik QC. Untuk itu teknik KPU ini lebih pas jika disebut sebagai Real Quick Count yang menyiratkan kecepatan tayangan hasil dan hasil yang didasarkan pada populasi TPS seluruh Indonesia.

Akurasi RC KPU yang berbasis populasi jelas lebih baik dari akurasi QC LS yang berbasis sampling. RC KPU juga sangat transparans. Hasil suara nasional dapat di filter menjadi suara provinsi, dapat di filter kembali menjadi suara suara kabupaten/kota, hingga dapat difilter menjadi suara TPS. Scan PDF C1 TPS juga disajikan disini! Itu semua tidak hadir di metodologi Quick Count. Hasil Quick Count seperti "Permainan Sulap" saja.

First round pemenang. Ini adalah kas negara. Anggaran untuk Pemilu dapat dihemat dalam skala yang sangat besar. Jika untuk PemiluSerentak2019 anggaran yang disiapkan negara sebesar Rp26 triliun, Kompasianer Philip Manurung bahkan mengestimasi lebih dari Rp36 triliun, maka dalam PemiluSerentak2024 anggaran yang perlu disiapkan oleh Kementerian Keuangan R.I tidak akan lebih dari Rp10 triliun. Jika E-Voting versi SITUNG tidak diterapkan, maka Kementerian Keuangan perlu menyiapkan uang yang tidak akan kurang Rp75 triliun! Bandingkan angka yang kurang dari 10 triliun dengan angka yang lebih dari 75 triliun. Penghematan anggaran negara dalam skala yang sangat-sangat besar.

Second Round Pecundang dan Pemenang.

Second Round Pecundang. Disini mereka itu adalah para calon legislator nakal. Banyak terdengar mereka itu dan/atau Timses masing-masing melakukan jual beli suara di penyelenggara Pemilu utamanya di tingkat PPK Kecamatan dan/atau tingkat yang lebih tinggi. Praktik kotor tersebut, jika memang demikian adanya, sudah hampir mustahil dilakukan sekarang. Data C1 TPS langsung diunggah oleh KPU Kabupaten/Kota ke SITUNG KPU setempat dan SITUNG nasional. Perbedaan rekapitulasi Suara Kecamatan antara versi manual PPK dengan versi SITUNG akan bermuara pada verfikasi data C1 TPS tersebut dan jika ini berpola masif dan terstruktur akan berujung sanksi pidana bagi para petugas PPK Kecamatan yang terkait. 

Second round pemenang. Pemenang pada sesi ini adalah pemilih yang biasa menerima amplop dan berbagai hadiah lain dari Caleg dan/atau Timses Caleg. Uang yang  para Calon Legislator nakal semula dihabiskan pada PPK dan/atau KPU yang lebih tinggi kini akan diarahkan untuk para pemilih termaksud. Pemenang lain dari sesi ini adalah Caleg jujur idealist tetapi kurang modal. Ada yang bilang mereka itu termasuk Caleg dhuafa. Konsentrasi mereka dapat lebih difouskan pada pemilih cerdas yang tidak perlu dibayar dan/atau diberikan dan/atau dijanjikan berbagai hadiah baik uang maupun dalam bentuk lain seperti sembako.

Third Round Pecundang dan Pemenang

Third round pecundang. Sangat menyesal sekali pecundang dari sesi ini adalah orang-orang KPU sendiri. Pekerjaan-pekerjaan mereka akan terbabat habis. Misalnya, ribuan formulir PPK Kecamatan otomatis tidak diperlukan lagi. Pekerjaan tulis tangan 5.024 x 3 lembar = 15.072 lembar formulir Kecamatan (DAA1 dan DA1) tidak perlu dilakukan lagi. Ini sudah dilakukan secara otomatis ketika C1 diunggah ke SITUNG oleh KPU Kabupaten/Kota.

Dokpri
Dokpri

Hal yang serupa berlaku untuk KPPS atau penyelenggara Pemilu tingkat TPS. Beban berat pekerjaan salin menyalin mereka akan ditekan secara drastis. KPPS tidak perlu lagi membuat salinan ratusan Formulir C1 seperti tersaji dibawah ini. Unggahan ke SITUNG KPU lebih aman dan/atau dengan akurasi yang lebih tinggi jika dilakukan berdasarkan formulir C1 Plano yang merupakan data asli hasil perolehan suara yang dicatat di papan tulis yang disaksikan juga oleh masyarakat umum yang hadir.

Dokpri
Dokpri

Pecundang yang lain adalah perusahaan yang meyediakan jasa pembuatan kotak dan surat suara. Order mereka juga akan terbabat habis. Ada lagi yang akan jadi pecundang yaitu penyedia jasa angkat angkut kotak suara tersebut. 

Kecamatan Bojong Gede Bogor
Kecamatan Bojong Gede Bogor

Pemenenang nya siapa boz dalam sesi ini? Yang jelas ratusan nyawa dapat diselematakan. Selain itu, ribuan korban petugas KPPS dapat diselamatkan dari rumah sakit. 

Pesan Penting E-Demokrasi.

Pesan penting dari artikel ini adalah SITUNG KPU dengan Pola Real Count yang seperti dilakukan saat ini adalah sangat strategis dan sangat penting untuk menumbuhkan iklim Pemilu dan Demokrasi Indonesia yang lebih bermartabat dan lebih baik. Ini wajib dilakukan dalam penyelenggaraan Pemilu Indonesia yang berikutnya. Seluruh komponen bangsa Indonesia wajib mendukung RC SITUNG KPU. 

Walaupun demikian, beberapa perbaikan kecil wajib juga dilakukan. Misal, perlu dipertimbangkan data C1 yang diunggah adalah data asli C1 yaitu C1 Plano dan bukan C1 hologram seperti yang dilakukan sekarang. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah titik unggah C1 tersebut. Opsi alternatif yang tersedia mulai dari TPS, PPS, hingga tingkat PPK Kecamatan.

Mengingat yang melakukan unggah unduh tersebut bukan pegawai Pemda setempat, tetapi yang direkrut khusus untuk keperluan Pemilu, maka ke depan perlu dipertimbangkan untuk memprioritaskan lulusan SMK sederajat atau bahkan yang masih di SMK sederajat untuk melakukan tugas unduh unggah di SITUNG KPU tersebut. Data Entry Center yang elegant mungkin labih pas dari Kantor KPU yang angker.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun