Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemilu USA Lebih Serentak dari Pemilu 2019 Indonesia

26 April 2019   12:25 Diperbarui: 26 April 2019   12:42 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bersahut-sahutan seruan untuk meninjau Pemilu Serentak Indonesia. Seruan itu disebabkan Pemilu Serentak 17 April 2019 itu sangat rumit dan dinilai Pemilu yang terselit di dunia. Ini, misalnya dikemukakan oleh Wapres Jusuf Kalla seperti dirilis oleh BeriSatu.com, 2 Agustus 2018. Hingga jam 6.00 sore kemarin, 25 April, korban meninggal dunia sebanyak 225 orang dan sakit/dirawat di rumah sakit sebanyak 1.470 orang. Klik CNNI disini. 

Selain itu, seruan itu dikarenakan publik merasakan biaya yang dihabiskan KPU untuk Pemilu itu dengan nilai lebih dari 26 triliun rupiah terlalu mahal. Info Kemenkeu klik disini. Yang lain lagi, banyak orang menuding bahwa banyak kecurangan di dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 tersebut.

Bongkar Pemilu Serentak Indonesia. Bongkar UU Pemilu dan Bongkar PKPU yang terkait. Untuk itu, coba kita lihat dulu praktik Pemilu Presiden Amerika Serikat yang akan digelar kembali tahun depan, penghujung tahun 2020.

Pemilihan Presiden Amerika Serikat.

Pilpres negara Mang Sam ini sebetulnya bukan Pilpres tunggal. Ada Pileg dan ada juga Pilkada disini. UU negara adi jaya ini memungkinkan Pilkada di beberapa provinsi (negara bagian) USA dilakukan serentak dengan Pilpres. Pilkada serentak kita yang diselenggarakan mulai beberapa tahun yang lalu tidak bersamaan dengan Pilpres.

The presidential election, (maksudnya USA), will occur simultaneously with elections to the Senate and the House of Representatives. Several states will also hold state gubernatorial and state legislative elections. Following the election, the United States House will redistribute the seats among the 50 states based on the results of the 2020 United States Census, and the states will conduct a redistricting of Congressional and state legislative districts."

(wikipedia, klik disini)

UU negara Trump ini juga memfasilitasi Pileg dilakukan secara bersamaan dengan Pilpres. Pilpres disini bukan diselenggarakan oleh KPU seperti Indonesia tetapi diselenggarakan oleh Pemda provinsi (negara bagian). Pemda setempat itu oleh karena itu dengan pertimbangan biaya dan tingkat partisipasi pemilih menyelenggarakan juga pemilihan legislatif daerah dan legislatif pusat, sesuai dengan masa berakhirnya masing-masing jabatan legislatif tersebut,  bersamaan dengan Pilpres.

Legislator pusat yang dipilih adalah anggota majelis rendah (house of representative) yang di Indonesia adalah setara dengan Pileg DPR dan anggota majelis tinggi, senator, yang di Indonesia mirip dengan Pileg DPD. Gabungan anggota majelis rendah dan majelis tinggi USA disebut sebagai anggota kongres Amerika Serikat. Dengan demikian, setiap UU harus lolos dari kedua kamar parlemen ini.

DPD dan DPR

Gabungan institusi DPD dan institusi DPR merupakan institusi MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Namun, setiap UU di Indonesia, termasuk UU pengesahan APBN, tidak perlu mendapat persetujuan DPD. DPD plus DPR berfungsi jika ada impeachment (pelengseran) presiden dan adanya desakan untuk melakukan amenmend UUD 1945. 

DPD dan DPR, MPR,  juga menyelenggarakan kegiatan pengambilan sumpah Presiden dan Wakil Presiden terpilih. MPR sekurang-kurang wajib melakukan persidangan satu kali dalam lima tahun.

Pilpres USA lancar-lancar saja.

Pilpres negara KFC ini lancar-lancar saja. Penulis belum ada mendengar ada petugas Pemilu disana yang mengalami gangguan kesehatan apalagi yang meninggal dunia ketika Pemilu berlangsung. Faktor penting yang berkontribusi penting akan hal itu mencakup tingginya unsur transparansi dan kepastian hukum. 

UU negara McDonlad ini  dirancang agar kedaulatan rakyat dijunjung setingginya. Misalnya, Parpol tidak diizinkan menolak siapa saja yang memenuhi syarat untuk mencalonkan diri sebagai Presiden Amerika Serikat. Mereka itu bisa saja negro, hispanik, Moslems, Christian, dan siapa saja lagi termasuk LGBT. Praktik dagang sapi dapat dikatakan nihil. Rakyat yang menentukan siapa yang layak mnejadi Capres/Cawapres dan rakyat juga menentukan Capres/Cawapres mana yang akan berhasil ke gedung opal putih Capitol House Washington D.C. 

UU negara Trump ini, yang akan maju lagi di Pilpres 2020, membuka pintu untuk calon presiden non-partai. Dengan demikian, mereka bukan saja tidak ada kendala Presidential Threshold 25 persen seperti Indonesia tetapi juga membuka pintu untuk Capres independen. Namun, sepanjang sejarah Pemilu di negara ini, Capres independen hanya satu dua orang saja yang berhasil melaju ke gedung putih. George Washington presiden pertama Amerika Serikat adalan Capres independen dan ada satu dua orang lagi yang berhasil menjadi Presiden USA melalui jalur independen.

Konstitusi USA yang demikian dimaksudkan selain untuk mengendalikan praktik dagang sapi juga dimaksudkan untuk mengendalikan pertambahan jumlah partai politik. Mereka berhasil. Hanya ada dua Parpol di USA yaitu Partai Demokrat dan Partai Republik walaupun tidak ada larangan untuk mendirikan Parpol baru. Capres/Cawapres terpilih dari masing-masing parpol tersebut plus calon independen, jika ada, akan berlaga di dalam bulan November setiap empat tahun sekali.

Pilpres Serentak Indonesia

Karut marut Pemilu serentak Indonesia banyak. Mulai dari proses pencalonan presiden dan wakil presiden, sangat-sangat banyaknya jumlah Parpol peserta Pemilu 2019, sistem boleh coblos Partai dan/atau Caleg, dan proses penjumlahan (rekapitulasi) suara yang njelimet dan reseh.  

Lima jenis kertas suara Pemilu 2019 dicatat di 66 (enampuluhenam) lembar formulir C1 Plano. Keenampuluhenam C1 Plano ini kemudian disalin dengan pena/bolpoin ke 59 lembar formulir C1 Hologram dan C1 Non-Hologram. Dengan demikian ada 125 lembar formuir yang perlu ditulis dan disalin oleh KPPS.

Silahkan baca: Bandit-bandit Bergentayangan di Pemilu 2019

Pekerjaan menyalin data autentik C1 Plano ke C1 Hologram dan Non-Hologram tersebut mengakibatkan petugas KPPS perlu lembur sampai Subuh keesokan harinya. Jarang, jika ada, pengunjung yang masih ada di TPS malam hari apalagi hingga tengah malam dan Subuh. Dengan demikian, kegiatan ini juga rawan kesalahan dan/atau kecurangan. 

Menurut penulis, langkah strategis untuk mengendalikan korban petugas KPPS dan potensi kecurangan di KPPS adalah menghapuskan formulir salinan KPPS. Gunakan saja formulir autentik C1 Plano untuk tahap rekapitulasi selanjutnya. Dalam praktinya, hanya C1 Plano ini yang dijadikan rujukan utama di MK jika terjadi gugatan perhitungan suara di MK.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun