Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemilu Hong Kong, Sintesa Reportase Pemilu 2019

16 April 2019   16:51 Diperbarui: 16 April 2019   20:15 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bravo Kompasiana. Reportase luar negeri Pemilu 2019 riuh sekali. Beberapa diantaranya adalah reportase Kompasianer Australia, Tjiptadinata Effendi, untuk Pemilu 2019 di Australia. 

Rasanya ada tiga artikel. Reportase lain mencakup pencoblosan di Tokyo, Jepang, Praha, Jerman dan Paris. Itu reportase Byanca Kenlim untuk Pemilu Hong Kong, dengan DPT dua juta pemilih, yang mendorong penulis untuk menggali lebih dalam fakta dan data Pencoblosan di Hongkong, Minggu, 14 April 2019, tersebut.

Ada dua artikel Byanca Kenlim. Pertama, dengan judul "Pencoblosan di Hongkong Berakhir Kecewa," dan, kedua, "Hasil Pemilu Hongkong BMI Jempolan." Selanjut, penulis merujuk ke: (i) video yang diunggah oleh Ida Lembayung Senja, "An Election to Indonesian Citizen in Hongkong (Pemilu di Hongkong)"; (ii) analisis Junko Asano, PhD Candidate Oxford University, yang dipublikasikan oleh Hongkong Free Press (HKFP). Judul artikel adalah

 'Í can't vote!': As key election looms, Indonesian in Hong Kong struggle to cast their ballot, dan, (iii) artikel Raquel Carvalho, dengan judul " Could Hongkong Domestic's workers sway the Indonesian election?

Siapa pemilih (voters) di Hongkong?
Dari dua juta DPT Hong Kong, yang terjepret di kamera dan video dalam antrian yang mengular, hampir seluruhnya, perempuan. Mungkin bukan pekerja pabrik atau sektor formal yang lain tetapi lebih ke PRT (domestic workers). Keren ya PRT sebagian diizinkan untuk nyoblos.

ekor antrian pemilih di Hongkong 2019 | Sumber: Kompas.com
ekor antrian pemilih di Hongkong 2019 | Sumber: Kompas.com

Byanca Vs Ida Lembayung

Bahwa tingginya antusiasme pemilih di Hong Kong tidak perlu diragukan. Mereka antrian berjam-jam dan sebagian dalam kondisi hujan deras. Namun, terkait pelayanan di dalam ruangan ada perbedaan antara reportase Byanca dan video youtube Ida. 

Menurut Byanca kondisi di dalam ruangan cukup lenggang dan itu orang-orang KPPS yang ogah-ogahan. Menurut youtube Ida, didalam juga sesak tapi tidak dilaporkan bagaimana perilaku KPPS didalam.

Coblos Via Pos

Byanca Kenlim termasuk dari beberapa orang pemilih Hong Kong yang berhasil melakukan pencoblosan lewat pos. Menurutnya santai, bolak-balik kertas suara, sambil berguling-guling, dan blesss. Aseek. Tidak perlu antrian berjam-jam dan hujan deras lagi. Koq banyak sekali yang tidak memanfaatkan jasa pos ini ya?

Ini dijawab Junko Asano. Menurutnya itu bersumber dari kartu identitas seperti passpor dan KTP-e. Banyak yang tidak punya KTP-E (penulis juga masih Suket sudah lebih dari satu tahun), dan passpor mungkin ditahan majikan atau ditahan oleh agen penyalur TKW. 

Kendala lain alamat yang ada di kantor Micgrant Care dan/atau KBRI setempat tidak lengkap. Kemungkinan lain lagi yang disebut oleh Junko adalah kelupaan majikan untuk menyampaikan surat suara ke pemilih dan/atau pemilihnya sendiri lupa dan ketika ingat kertas sudah hilang atau sudah tidak bisa lagi coblos via pos.

“Many employers don’t give mail to the migrant worker. They see mail and see that it’s not for their family members, so they throw it away. Or sometimes they put it somewhere and forget where they put it. I have a case where the employer even ripped up the domestic worker’s postal vote!” 

Chris Suganda Supranto, Chair of the Overseas Election Committee, who run the elections, admits that “around 1700 postal votes have bounced back due to invalid addresses. Often, it’s because the domestic worker has moved since she last registered. Or sometimes she just wrote down the wrong address.” --Kata Junko Asano di artikel tersebut.

Berjubelnya pemilih di ketiga Lokasi TPS 

KPU luar negeri sebetulnya sudah menyediakan tiga lokasi pencoblosan di Hong Kong, yang di tahun 2014 hanya di satu lokasi. Ketiga-tiganya , Hongkong Disctrict-Wancai, Kowloon District (Tsim Sha Tsui), dan, Yuen Long, NT District, menurut reportase-reportase  yang ada tersebut, semuanya sesak dan berjubel. Apa penjelasannya?

Menurut Raquel Carvalho diatas, jumlah DPT Hongkong adalah 180.000 pemilih, sekitar 54 ribu menyatakan akan datang ke kotak suara, beberapa yang lain akan menggunakan fasilitas jasa pos. Katakan dari 54 ribu itu yang betul-betul datang 30.000 orang dan terdistribusi secara merata ke masing-masing lokasi TPS tersebut. Dengan demikian, 10.000 orang untuk satu TPS! (satu atau beberapa TPS ya di masing-masing lokasi itu?)

Jelas akan sangat berjubel. Sebagai perbandingan, Petugas KPPS 115 Bojong Gede Bogor, tadi pagi menyatakan bahwa kegiatan pencoblosan dan penghitungan serta rekapitulasi suara disini diperkirakan baru akan rampung jam 10.00 malam. Disini hanya ada 137 DPT boz. Tidak 10.000!

Mewaspadai Potensi Kecurangan KPPS dan Para Saksi

Reportase pandangan mata mengularnya antrian di TPS Hong Kong itu jelas fakta. Namun, berapa banyak yang mengular itu? Betul masing-masing lokasi 10.000?  Okay, katakanlah, jumlah pemilih yang datang itu 10.000 orang, dan, jelas itu akan membuat lokasi TPS itu masing-masing sesak berjubel.

Sebagai perbandingan, di tahun 2014, masih menurut Raquel Carvalho diatas, jumlah kehadiran di kotak suara kurang dari 20 persen. Dengan sumsi DPT 2014 sebesar 150.00, maka jumlah kehadiran pada kotak suara adalah kurang dari 30.000 orang.

Bagaimana jika ada rekayasa KPPS dengan para saksi? Misal, mereka melaporkan jumlah yang hadir 70 persen dari DPT atau sebanyak 126.000. Jika demikian, ada 126.000 - 30.000 = 96.000 suara untuk Barota. Bagi rata, kata Bu Kohofifah dalam kasus Raskin, dan untuk masing-masing saksi dalam kasus ini. Anggka 96.00 ribu cukup memastikan seorang Caleg dapat melaju ke Senayan!

Kemungkinan itu layak diwaspadai sebab ketika TPS tutup hari sudah larut malam. Yang hadir pada pembuatan Berita Acara Penutupan TPS hanya KPPS dan para saksi saja serta beberapa orang pemilih, jika ada, yang mungkin tidak memperhatikan penyiapan dokumen Berita Acara tersebut. 

Potesni persengkongkolan antara KPPS dan para saksi di Hongkong jelas tidak dapat dinihilkan begitu saja. Lebih perlu diwaspadai adalah bahwa DPT LN Indonesia di Pemilu 2019 lebih dari dua juta pemilih! Berapa banyak Caleg DPR RI yang dapat melenggang ke Senayan dengan jumlah tersebut?

Pengalaman Pemilihan Kades

Beberapa tahun yang lalu ada kasus besar pemilihan Kepala Desa. Dua calon Kades sepakat (illegal) masing mencoblos sendiri tambahan surat suara dalam jumlah yang sama untuk memenuhi persyaratan kuorum kehadiran pemilih (minimal 45 persen rasanya). 

Mereka melakukan itu untuk menambah jumlah pemilih yang hadir sehingga memenuhi persyaratan pemilihan. Setelah kotak suara dibuka dan dihitung tentu saja hasilnya tidak imbang; ada yang menang dan ada yang kalah. Yang kalah ternyata mengingkari kesepakatan yang sudah dibuat dan menyatakan tindakan mereka itu tidak syah dan pemilihan harus diulang kembali.

Itu merupakan persengkongkolan antara Calon Kades dengan KPPS, para saksi, dan aparat pemilu lain yang terkait. Persengkokolan seperti itu sudah sering dilakukan di desa tersebut, dan mungkin juga di banyak desa yang lain, tetapi baru pada kasus ini diketahui umum dan berakhir di pengadilan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun