Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Partai Politik dan Punahnya Indonesia 2030

5 Februari 2019   17:05 Diperbarui: 5 Februari 2019   17:32 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Duuulu sekali. Itu di awal kemerdekaan Indonesia Wakil Presiden R.I. ketika itu, Mohd Hatta, kurang lebih berpedendapat bahwa parpol adalah darah bangsa.

Parpol adalah sumber enerji dan inspirasi untuk pembangunan bangsa. Parpol adalah aset bangsa yang sangat berharga. Tidak mengherankan jika jumlah Parpol pada waktu itu tumbuh bak jamur di musim penghujan. 

Apa yang terjadi kemudian? Malapeteka! Kabinet pemerintahan sangat rapuh. Kabinet jatuh bangun dalam waktu singkat dan beberapa di antaranya hanya dapat bertahan dalam waktu satu bulan.

Roda pemerintahan macet. Kemelaratan dan kelaparan masif di seluruh pelosok negara yang subur dan dengan dengan sumber daya alam perawan yang sangat menggiurkan ini, yang kondisi nya, penulis kira, mirip=mirip, atau bahkan lebih buruk, dengan yang terjadi di Venuzuela saat ini.

Rezim Otoriter Orde Baru menciutkan jumlah Parpol menjadi tiga yaitu: PPP, Golkar dan PDIP. Lahirnya Era Reformasi 1997/98 membalikan perjalanan sejarah Indonesia ke Era 1955an. Pemilu pertama Reformasi diikuti sekitar 40 Parpol dan sekarang ini ada 16 Parpol nasional dan empat parpol daerah yang ikut serta dalam Pemilu Serentak 17 April 2019. 

Yang berhak untuk jadi paslon Presiden hanyalah orang-orang yang disetujui oleh parpol dan koalisinya. Kedaulatan rakyat dibrangus oleh Amendmen Kelima UUD45. Kedaulatan partai kini berkibar dengan pongahnya.

Jokowi, presiden Indonesia terbersih menurut penulis, dengan tertatih-tatih perlu berputar-putar puluhan kali dan berbulan-bulan lamanya untuk mendapatkan wakilnya. Jokowi perlu bicara puluhan kali dengan banyak Parpol dalam mencari Cawapresnya sendiri.

Tim Kampanye Jokowi juga dibentuk atas kesepakatan bersama dengan seluruh parpol pengusungnya. Sangat melelahkan dan hanya menghabiskan sumber-sumber langkah nasional yang sia-sia.

Di sisi lain, Prabowo juga perlu berkeliling mencari sosok Cawapres gembul yang mampu membayar sewa perahu parpol pengusung. Jumlah yang dibayar Sandiaga Uno untuk mendapatkan tumpangan perahu parpol pengusung sangat fantastis. Dia perlu merogoh kocek sendiri senilai Rp500 miliar untuk masing-masing Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN). 

Partai politik sangat berkuasa yang mendikte agar DPR diorganisir berdasarkan fraksi-fraksi parpol. Ketua fraksi ditunjuk langsung oleh pimpinan parpol dan dominasi ketua fraksi dalam pengambilan keputusan DPR sangat-sangat besar.

Banyak sekali keputusan penting pemerintahan yang menghendaki persetujuan DPR yang notabene perlu persetujuan Ketua Parpol. Ini mencakup pengangkatan Gubernur Bank Indonesia, Pimpinan OJK, Kapolri, Pimpinan KPK, Pimpinan BPK, dan lain sebagainya.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa itu semua perlu uang. Kasus terpidana gratifikasi Miranda Gultom merupakan bukti nyata tentang perlunya sogokan uang untuk mendapatkan persetujuan DPR. Mantan Ketua MK Mahfud MD bahkan pernah mengatakan bahwa dengan uang semua UU pasti disetujui oleh DPR.

Kanker ganas perpolitikan Indonesia tersebut masih belum ditemukan obat penawarnya. Pertumbuhan jumlah penduduk yang jauh diatas pertumbuhan jumlah kesempatan kerja bermuara pada semakin banyaknya orang nganggur dan atau pekerja yang dibayar atau mendapatkan penghasilan yang sangat tidak manusiawi. Masif lulusan SLTA yang hanya berkesempatan menjadi tukang ojek atau tukang sapu di banyak gedung perkantoran dan mall. 

Dan seterusnya.. dan seterusnya.. dan seterusnya.

Siklus pemilihan umum lima tahunan tidak dapat dapat menghukum Parpol-parpol dan/atau para politisi korup tersebut. Orang yang itu-itu juga maju lagi menjadi caleg dan kemungkinan akan terpilih kembali. Terpidana korupsi maju lagi pada Pileg 2019.

Tahun 2030 tidak lama lagi. Tahun 2030 hanya tinggal dua siklus Pemilu lagi. Punahnya Indonesia di tahun 2030 seperti yang diramalkan oleh Capres Prabowo Subianto kelihatannya semakin nyata. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun