Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jelang Panen Raya, Jangan Biarkan Beras Petani Busuk di Gudang Bulog

2 Februari 2018   12:03 Diperbarui: 2 Februari 2018   15:01 1412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Jika kapasitas Bulog hendak ditingkatkan, maka pemerintah perlu menyuntikan dana PMN kembali. Namun, ini sangat sulit dilaksanakan mengingat PMN untuk tahun 2018 saja adalah 2,5 triliun rupiah dan 7 triliun rupiah untuk 2015 - 2017.  Kumulatif PMN untuk Perum Bulog 2015 - 2017 adalah Rp9,5 triliun rupiah. Ini angka yang besar dan setara dengan 1,18 juta ton beras dengan harga HPP Rp8.030 per kg. Nilai ini juga setara dengan konsumsi beras sekitar 15 juta orang selama satu tahun.

Potensi pembengkakan kebutuhan dana PMN memang sepatutnya diantisipasi seiring dengan semakin membesarnya potensi panen raya yang semakin raya untuk tahun-tahun mendatang. Coba lihat itu proyek-proyek besar infrastruktur pertanian yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dewasa ini. Misal, dari Anggaran Kementerian PU-Pera di tahun 2016 sebesar Rp86 triliun, dalam porsi yang besar sudah digelontorkan untuk rehabilitasi jaringan irigasi seluas 216.000 Ha, dan pembangun atau peningkatkan sarana dan prasarana pengelolaan air baku sebesar 7,09 meter per detik.

Selanjutnya, di tahun 2018, anggaran sumber daya air kementerian ini dilokasikan sebesar Rp37,3 triliun. Ini merupakan bagian dari grand planing sektor sumber daya air, Kementerian PUPR untuk membangun 47 bendungan, 11 di antaranya sudah siap, dan 26 sedang status on-going. Selain itu, grand planing kementerian ini juga akan membangun 54.000 ha jaringan irigasi baru dan 54 pembangunan embung baru.

Coba kita lihat skenario proyek-proyek besar tersebut berlangsung secara sukses baik dari sisi fisik maupun ketepatan lokasi dan lain sebagainya sehingga hasil panen raya memang raya dan akan terus bertambah raya dalam tahun-tahun mendatang. Ke mana hasil panen padi itu akan dilempar?

Coba kita lihat pengalaman negara Tiongkok, misalnya. Negara yang dulunya terkenal dengan sebutan negara tirai bambu ini pernah memiliki lembaga penyanggah stok pangan nasional seperti Bulog, yang juga dibiayai oleh anggaran negara. Lembaga ini digelontorkan uang dalam jumlah yang sangat besar yang serupa denga Bulog di Era Orba yang mendapat dukungan KL BI dalam jumlah yang juga sangat-sangat besar. 

Sama seperti Bulog Orba, lembaga penyanggah pangan Tiongkok ini terus saja diperintahkan menyerap hasil panen petani dari tahun ke tahun dan sekitar tahun 1999/2000, rasanya, sudah tidak mampu lagi menampung volume padi dan beras yang demikian banyaknya. Stok beras dalam jumlah yang besar sudah membusuk, berulat dan berkutu serta apek. 

Kemudian, diputuskan stok beras itu diekspor dengan harga diskon besar-besaran. Tugas lembaga penyanggah pangan ini kemudian dipangkas habis dan hanya menyisahkan tugas untuk bantuan bencana alam. Kran ekspor dan impor pangan termasuk beras dibuka untuk pedagang, koperasi, dan petani. Hasilnya, harga pangan utamanya beras dan gandum stabil di satu sisi dan di sisi lain petani terlindungi serta tidak ada sama sekali membenani keuangan negara. 

Sekarang kita kembali lagi ke tugas Bulog zaman now. Menurut intuisi penulis, pemerintah akan menerbitkan perintah ke Bulog untuk memperbesar pembelian gabah dan beras petani dalam hal panen raya yang lebih raya itu memang menjadi kenyataan dalam tahun-tahun mendatang. Beberapa hal yang mentrigger intuisi tersebut adalah sebagai berikut. 

Pertama, tahun 2018 dan tahun 2019 adalah tahun politik. Pembelian beras dan gabah petani dalam jumlah yang besar mengandung political appeals yang tinggi. Kedua, melengkingkan keberhasilan swasembada pangan juga penting sekali di tahun-tahun politik ini, dan ketiga sektor perdagangan beras kita belum siap untuk membuat deal=deal eskpor beras. 

Namun, contoh buruk negeri tirai bambu seperti disebutkan di atas tidak perlu diikuti. Pemerintah perlu menyiapkan beberapa skenario jitu agar hasil panen beras petani dapat dilempar ke pasar internasional dan bukan ke Gudang Bulog. 

Berdayakan Saudagar beras dan koperasi ekspor kita. Bantu mereka dengan perundingan G to G dan selebihnya lepaskan mereka untuk melakukan dealsB to B. Trik barter seperti ini pernah dilakukan oleh Presiden B.J. Habibie dulu untuk barter beras ketan Thailand dengan pesawat udara produksi Nurtanio.  Jangan beri hak eksklusif monopopli ekspor beras ke Bulog. Cukup untuk hak eksklusif impor beras saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun