Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Copot Kewenangan Penerbitan Izin Impor Beras Kementerian Perdagangan

21 Januari 2018   20:47 Diperbarui: 24 Januari 2018   16:37 1384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walaupun demikian, utamanya dalam masa transisi, rambu-rambu yang sederhana, transparans dan akuntabel yang harus ditaati oleh Bulog perlu juga diterbitkan dalam suatu produk hukum tersendiri yang minimal dalam bentuk SK Menteri Perdagangan, atau, lebih baik lagi dalam bentuk Peraturan Presiden. Substansi terpenting dari rambu-rambu ini adalah digunakannya indikator atau lebih persisnya trigger harga sebagai keputusan untuk melakukan impor beras. Trigger harga ini perlu dituangkan dalam suatu formula baku.  Indikator perkiraan hasil panen dan/atau perkiraan stok beras Bulog dan stok beras nasional yang ada di petani/pedagang  yang sumber utamanya dari Kementerian Pertanian dan/atau Badan Pusat Statistik hanya digunakan sebagai pelengkap dan pembanding; digunakan hanya untuk mendukung indikator harga.

Lebih jauh lagi, formula indikator harga yang perlu dibuat dan akan digunakan nantinya adalah tingkat pergerakan rerata harga beras medium di Pasar Induk Cipinang Jakarta untuk jangka waktu satu atau dua minggu. Penggunaan indikator harga beras di pasar Induk Cipinang Jakarta didasarkan pada banyak hasil riset yang menyatakan harga beras di pasar-pasar di seluruh Indonesia bergerak mengikuti irama harga di pasar ini. Jika harga beras di Pasar Induk ini naik, maka pasti diikuti oleh kenaikan harga di pasar-pasar di seluruh Indonesia dan berlaku juga untuk kasus yang sebaliknya.

Pliis... komen dan kritik sangat diharapkan dan dihargai. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun