Walaupun demikian, utamanya dalam masa transisi, rambu-rambu yang sederhana, transparans dan akuntabel yang harus ditaati oleh Bulog perlu juga diterbitkan dalam suatu produk hukum tersendiri yang minimal dalam bentuk SK Menteri Perdagangan, atau, lebih baik lagi dalam bentuk Peraturan Presiden. Substansi terpenting dari rambu-rambu ini adalah digunakannya indikator atau lebih persisnya trigger harga sebagai keputusan untuk melakukan impor beras. Trigger harga ini perlu dituangkan dalam suatu formula baku.  Indikator perkiraan hasil panen dan/atau perkiraan stok beras Bulog dan stok beras nasional yang ada di petani/pedagang  yang sumber utamanya dari Kementerian Pertanian dan/atau Badan Pusat Statistik hanya digunakan sebagai pelengkap dan pembanding; digunakan hanya untuk mendukung indikator harga.
Lebih jauh lagi, formula indikator harga yang perlu dibuat dan akan digunakan nantinya adalah tingkat pergerakan rerata harga beras medium di Pasar Induk Cipinang Jakarta untuk jangka waktu satu atau dua minggu. Penggunaan indikator harga beras di pasar Induk Cipinang Jakarta didasarkan pada banyak hasil riset yang menyatakan harga beras di pasar-pasar di seluruh Indonesia bergerak mengikuti irama harga di pasar ini. Jika harga beras di Pasar Induk ini naik, maka pasti diikuti oleh kenaikan harga di pasar-pasar di seluruh Indonesia dan berlaku juga untuk kasus yang sebaliknya.
Pliis... komen dan kritik sangat diharapkan dan dihargai. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H