Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Imbas Tahun Politik ke Formasi dan Rekrutmen CPNS

19 Januari 2018   15:06 Diperbarui: 23 Januari 2018   14:37 1387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti dimaklumi bahwa Indonesia dalam waktu dekat akan menggelar pemilihan presiden secara langsung untuk keempat kalinya. Banyak janji dan harapan tertumpah dalam ajang politik lima tahunan itu. Ini mencakup janji dan harapan untuk lebih baiknya persatuan dan kesatuan NKRI, lebih baiknya ekonomi rakyat, lebih baiknya pelayanan umum, lebih luasnya kesempatan kerja, dan lain sebagainya. Janji dan harapan untuk lebih luasnya kesempatan kerja juga mencakup janji dan harapan atas formasi dan kebijakan rekrutmen CPNS.

Capres dan atau pasangan Capres tentu saja selalu berubah dari satu siklus ke siklus Pilpres yang berikutnya. Namun, ada beberapa pola kebijakan petahana (incumbent), siapa pun pasangan calon presiden dan wakilnya tersebut, yang cenderung berulang dan relatif tidak berubah dari masa ke masa, dari satu pilpres ke pilpres-pilpres yang lainnya, walaupun ini dapat dikatakan sebagai kebijakan kontra produktif. Kebijakan termaksud mencakup banyak program bansos dan subsidi termasuk program kredit untuk wong cilik. Hal yang serupa juga berlaku atas kebijakan formasi dan rekrutmen CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil).  

Dalam kesempatan ini, penulis hanya menyajikan rekam jejak pola kebijakan rekrutmen CPNS sejak tahun 2000 hingga tahun 2016. Perhatian khusus diberikan untuk tahun Pilpres, yaitu, tahun 2004, 2009, 2014, serta prediksi kebijakan rekrutmen CPNS itu untuk Pilpres tahun 2019. 

Temuan-temuan dan prediksi itu dapat memberikan penjelasan atas ketidak konsistenan pernyataan beberapa pejabat tinggi negara. Temuan-temuan itu juga memperlihatkan bagaimana tekad mantan Menpan RB Yuddy Chrisnandi untuk memangkas 1 (satu) juta PNS, yang pernah dilontarkan di awal tahun 2016, tidak akan terlaksana.

Coba kita lihat dulu dinamika jumlah PNS, pusat plus daerah, dalam periode 2,000 -- 2016, seperti tersaji pada Grafik 1 diatas. Jumlahnya meningkat dari 3,9 juta di tahun 2.000 menjadi 4,4 juta orang di tahun 2016. Dibandingkan dengan tahun 2000, lonjakan jumlah PNS terjadi di tahun politik 2009, menjadi 4,5 juta orang, diikuti di dua tahun berturut-turut berikutnya yaitu masing-masing 4,6 juta orang.  Dua tahun berikutnya, 2012 dan 2013 terjadi penurunan jumlah PNS tetapi menaik kembali di tahun politik 2014. Indikasi yang kuat memperlihatkan potensi yang besar untuk terjadi lonjakan kembali di tahun politik 2019 -- 2020 yang dapat melampaui posisi tahun 2009 -- 2010, dan akan kembali kembali menjadi sekitar 4,6 juta orang, atau, bahkan lebih tinggi lagi.

Sekarang kita lihat dari sisi pertumbuhanya seperti tersaji di Grafik 2 dibawah ini. Jumlah PNS di tahun 2003, satu tahun sebelum tahun politik 2004, turun sebesar 9% dibandingkan dengan tahun 2000. Jika di tahun 2.000 jumlah PNS adalah 3,9 juta maka di tahun 2003 tinggal hanya 3,5 juta orang.  Ini pasti disebabkan jumlah rekrutmen baru PNS di tahun 2003 jauh lebih kecil dari jumlah pegawai yang pensiun atau tidak ada sama sekali rekrutmen baru di tahun ini.   Kebijakan negative growth PNS diterapkan di tahun ini jika dibandingkan dengan tahun 2.000.

Walaupun demikian, ini bukan imbas dari tahun politik yang akan berlangsung satu tahun kemudian. Ini lebih disebabkan oleh kesulitan keuangan negara pada waktu itu. Pemerintah Indonesia terlilit utang yang sangat besar karena menerapkan kebijakan bail out  bank-bank bermasalah yang terkena krisis keuangan dan moneter Asia tahun 1997/98. Rasio debt to GDP Indonesia lebih besar dari 60% ketika itu. Kebijakan yang diambil untuk mengurangi tekanan fiskal tersebut mencakup kebijakan negative growth PNS.  

Grafik 2. Pertumbuhan Jumlah PNS 2000 -- 2016 (Persen) : 2.000 = 100

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Di tahun politik 2004, kebijakan negative growth (dibandingkan dengan tahun 2000) diperlonggar sedikit. Di tahun ini negative growth mengecil menjadi 8%, atau, jumlah PNS meningkat dari 3,5 di tahun 2003 juta menjadi 3,6 juta orang di tahun 2004 (positive growth year on year). Walaupun demikian, seperti kita ketahui Pemilu ini kemudian dimenangkan oleh Pasangan SBY JK mengalahkan pasangan Petahana (incumbent) Megawati Prabowo.

Imbas tahun politik lebih dirasakan dengan memperhatikan pertumbuhan berbasis satu tahun sebelumnya, atau, year on year (YoY) basis seperti disajikan pada Grafik 3 dibawah ini. Di tahun politik 2004 jumlah PNS melonjak sebesar 1,2% dibandingkan dengan tahun 2003.  Tahun politik 2009 lebih fantastis lagi. Jumlah PNS melonjak sebesar 10,8% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mengalami kenaikan kurang dari satu persen; kenaikan hanya sebesar 0,4%. Seperti diketahui Pemilu ini dimenangkan oleh SBY untuk periode kepresidenan kedua.

Kenaikan PNS di tahun politik 2014 relatif moderat. Hanya mengalami kenaikan sebesar 2,1% dibandingkan dengan jumlah PNS di tahun 2013. Kondisi ini antara lain disebabkan tidak ada Capres petahana (incumbent) lagi di tahun ini (maksimal jabatan presiden RI hanya dua periode lima tahunan).

 Grafik 3. Pertumbuhan Jumlah PNS, YoY, 2000 -- 2016 (persen).

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Data tahun 2017 menunjukan bahwa jumlah PNS yang pensiun di tahun ini adalah sebanyak 132.815 dan jumlah rekrutmen baru CPNS hanya 37.138 orang sehingga terjadi penurunan jumlah PNS sebanyak 95.667 orang dibandingkan dengan tahun 2016 (negative growth). Jumlah PNS aktif tahun 2017 dengan demikian adalah 4.278.664, atau, dapat disingkat dengan angka 4,3 juta orang.  

Lonjakan penerimaan CPNS diperkirakan akan terjadi kembali menjelang dan di tahun politik 2019. Hal ini antara lain merujuk ke pernyataan Kementerian PAN RB, Asman Abnur, yang sudah mengumumkan akan menerima sebanyak 250.000 orang CPNS di tahun 2018 (Koran Sindo, 18 Desember 2017), yang berarti akan terjadi penambahan jumlah PNS sebanyak 93.651 orang dengan memperhitungkan jumlah 156.349 orang PNS yang akan pensiun tahun ini. Dengan demikian, jumlah PNS di tahun 2018 akan menyentuh angka 4,372,315 (4,4 juta) orang. Selanjutnya, proyeksi sebesar 4,6 juta PNS di tahun politik 2019 dan 4,8 juta orang PNS di tahun 2020 patut untuk diantisipasi.

Informasi terkini menunjukan bahwa formasi CPNS tahun 2018 hanya 120 ribu orang dan bukan 250 ribu orang. Dengan demikian, tidak akan terjadi kenaikan tetapi sebaliknya akan terjadi penurunan jumlah PNS sebanyak 36.349 orang di tahun 2018 dibandingkan tahun 2017. Namun, lonjakan formasi dan rekrutmen CPNS berpotensi untuk terjadi kembali di puncak tahun politik siklus sekarang ini yaitu di tahun 2019 yang akan datang.

Updating yang lebih baru lagi untuk formasi 2018 adalah 250.000 orang. Angkanya terkesan belum final, masih bergoyang terus tetapi akan lebih dari 120.00 orang, rasanya. Updating hari ini, 23 Januari 2018,  adalah 220.000 orang.

Analisis ini agak bersebrangan dengan pernyataan Wapres Jusuf Kalla yang diposting pada tanggal 3 Juni 2016 di website Sekretariat Kabinet RI. Disini Wapres JK menyatakan akan menggulirkan kebijakan negative growth PNS hingga tahun 2019. Concerns Beliau ini mencakup fakta ada sebagian Pemda yang belanja pegawainya mencapai 80% dari nilai APBD. Lebih jauh lagi, Beliau menginginkan adanya road map pemangkasan PNS hingga delapan tahun, yang sangat sulit untuk terlaksana berdasarkan hasil analisis ini. Namun, wait and see, kita tunggu saja.

Juga, mungkin ada yang masih ingat dengan pernyataan fenomenal mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki T.P atau yang lebih akrab dengan sapaan Ahok. Tokoh nasionalist fenomenal ini pernah menyatakan bahwa ada pegawai DKI Jakarta yang kerjanya hanya foto copy saja tetapi menerima gaji 20 juta per bulan. Tokoh fenomenal ini juga yang sekarang lagi menjalani hukuman penjara dalam kasus penghinaan agama pernah mengatakan akan memangkas separuh PNS DKI Jakarta, jika memiliki kekuatan yang cukup.

Terlepas dari pernyataan Mantan Gubernur DKI Jakarta dan Wapres JK itu, kesimpulan yang dapat kita tarik dari analisis sederhana ini adalah bahwa tahun-tahun politik adalah tahun rekrutmen CPNS dalan jumlah yang besar. Satu tahun sebelum satu tahun sesudah dan di tahun politik itu sendiri terjadi lonjakan rekrutmen CPNS. 

Kesimpulan lain adalah bahwa di era reformasi sekarang, tahun 2000 -- 2017, kebijakan zero growth PNS tidak pernah dilaksanakan. Yang terjadi adalah kebijakan negative dan positive growth silih berganti dengan ayunan (magnitude) positive growth yang lebih kuat sehingga hasil kumulatif di tahun 2017 adalah positive growth dengan jumlah PNS menjadi 4,3 juta dibandingkan dengan tahun 2000 yang hanya 3,9 juta orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun