Kemacetan dan Penderitaan Warga DKI Jakarta
Warga DKI Jakarta sangat menderita dengan kemacetan parah yang sudah berlangsung puluhan tahun. Sampai ke tempat kerja lebih lama dan sangat melelahkan. Agenda pertemuan sering molor. Acara sosial budaya sangat terhambat dan dalam keadaan darurat kemacetan ini sering merengut nyawa karena ambulans juga tidak mampu mengatasi padatnya jalan raya di DKI terutama di jam-jam sibuk pagi, lunch time, dan sore sampai malam pulang kerja.
Beberapa peneliti bahkan pernah mengukur penderitaan warga DKI Jakarta tersebut dengan nilai uang. Pendekatan yang lebih dikenal dengan nama monetizen itu menghasilkan angka sekitar Rp68,5 triliun per tahun. Maksudnya besarnya penderitaan warga DKI Jakarta akibat kemacetan tersebut jika diukur dengan uang adalah sebesar itu setiap tahunnya. Angka ini antara lain disampaikan oleh Menteri Bappenas Bambang Brodjonegoro. Angka yang disampaikan oleh Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Bambang Prihartono, bahkan lebih tinggi lagi, yaitu 100 triliun rupiah per tahun.
Prediksi Jakarta Macet Total Tahun 2022
Banyak yang sudah dikerjakan oleh para Gubernur terdahulu. Namun tetap saja kemacetan belum terurai dan bahkan sebaliknya tambah parah yang di banyak ruas jalan bahkan sudah gridlocks; tidak bergerak yg lama sekali. Jika pola ini terus berlanjut, maka dalam lima tahun kedepan, berbagai ruas gridlockssudah menyatu dan Jakarta tidak bergerak, menurut banyak pakar transportasi perkotaan.
Prediksi ini mengacu pada data BPS yang menunjukan bahwa dewasa ini terdapat sekitar 16,5 juta kenderaan bermotor di DKI Jakarta. Dengan laju pertumbuhan sekitar 500.000 KB per tahun, maka di tahun 2022 jumlah kenderaan bermotor di wilayah DKI Jakarta Raya hampir 20 juta.Â
Kegagalan 3 in 1 Â Penerapan Pola Ganjil Genap
Pola 3 in 1 di beberapa ruas jalan di ibukota sudah diterapkan sejak Era Bang Yos, rasanya. Pola penerapan yang mencakup ruas Sudirman, Thamrin, dan Gatot Soeboroto ini gagal dan sekarang sudah dihapus.Â
Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan pola 3 in 1 mencakup kurang baiknya motivasi supir dan penumpang. Supir hanya kerena keharusan dan untuk itu sering terpaksa mnggunakan joki. Akibatnya, praktis tidak ada pengurangan volume kenderaan di jalan raya.
Faktor lain yang juga berkontribusi penting atas kegagalan pola 3 in 1 DKI Jakarta adalah teknologi. Ketika itu netizen blum terbentuk. Publik belum terhubung ke sosmed sprti WA, LINE, FB, Tweeter, dll.
Unsur lain yang berkontribusi negatif adalah tidak disediakannya pickup points oleh Pemprov DKI Jakarta. Ini sharusnya ada di bnyak titik strategis seprti sekitar mall, areal gedung perkantoran (office parks), dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, 3 in 1 tidak dikelola secara profesional. Lebih menekankan aspek regulasi? Kurangnya konten supply demand, dan sangat kurangnya fasilitas pendudukung yg disediakan oleh Pemprov DKI Jakarta.Â
Kemajuan teknologi informasi terus melesat.Nah, sekarang aplikasi android sudah digunakan demikian meluasnya. Ini mencakup aplikasi Angkutan Daring atau OnLine, yg sering disebut aplikasi saja oleh driver daring. Diatas disajikan aplikasi untuk Uber, Grab, dan GoJek, yang antara lain tersedia di Google Play.
Solusi yang ditawarkan Uber RideSharing
Lebih seru lagi sekarang Uber Ride Sharing datang pada waktu yg tepat dan sebagai bagian yang terintegrasi dalam aplikasi angdarnya. Menurutnya tanpa slot ini sangat sulit sekali untuk menghindari terjadinya gridlocks di Jakarta yg berpotensi terjadi dalam lima tahun mendatang.
Sederhananya, prinsip RideSharing adalah nebeng mobil lain. Bisa amatiran dengan teman atau kenalan dan bisa yang dikelola secara profesional seperti dikembangkan oleh Uber Ride Sharing sekarang ini.Â
Implikasi utama yang diharapkan dari sistem ridesharing ini adalah dapat berkurangnya volume mobil di jalan raya secara significant. Lebih jauh lagi, dampaknya akan demikian dahsyat jika selain dikelola secara profesional juga mendapat dukungan dari pemda setempat seperti Pemda DKI Jakarta.Â
Bayangkan satu mobil ridesharing uber yg berpenumpang 4 orang, berpotensi mengurangi volume mobil di jalan raya minimal satu mobil. Bisa dua dan bahkan bisa 4 mobil yg berkurang.
Jika di setiap jam sibuk pagi, siang, dan malam katakan saja masing-masing ada 10 mobil ride sharing, maka terdapat 30 mobil ride sharing dan ini berpotensi mengurangi 30 hingga 120 mobil setiap hari. Bagaimana jika ada 20, 30, 40, dst. ridesharing di masing-masing peak hours tersebut? Jelas, dampak pengurangan kemacetan dahsyat sekali.Â
Index of Happiness
Kompasianer Yuli Puspitasari berimajinasi bahwa RideSharing Uber akan menjadi ikon kebahagian warga DKI Jakarta. Pola RideSharing akan bermuara pada kerja tidak stress lagi, nyaman, dan pakaian bisa necis dan jauh dari lusuh. Lebih dari itu hei ente-ente warga DKI Jakarta bisa hidup lebih irit lagi. Jelas lebih hepi dong kalo gitu ya.
Dibanyak negara yang mencakup juga negara-nagara yg kurang lebih selevel Indonesia seperti Malaysia, Thailand, dan India, penggunaan Aplikasi RideSharing yang terintigrasi untuk beberapa penyedia angdar dan komunitas sudah demikian populer. Maksudnya, aplikasi ini dapat dikembangkan untuk terhubung ke Uber, Grab, dan Gojek, secara simultan, misalnya. Contoh gambar aplikasinya disajikan diatas.
Lihat juga. Generasi Now, Generasi Angkutan Daring
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H