Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tafsir Al-Maidah 51, ke Mana Kita Perlu Merujuk?

22 Oktober 2016   00:11 Diperbarui: 22 Oktober 2016   00:23 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. Nadirsyah Hosen. Sumber: website Melbourne University

Hingar bingar tafsir Al-Maidah 51 pasca Ahok Kepulaian Seribu sudah mereda. Isu ini sudah mulai menyusut di media dan sudah tidak menjadi viral sosmed lagi. Namun demikian, isu yang serupa tentu saja bisa bangkit kembali dan mungkin dalam waktu yang tidak terlalu lama. Untuk itu, mungkin bermanfaat jika kita mencoba mencari rujukan dari tafsir tersebut. Rujukan yang relatif shahih atau kredibel, kata orang awam.

Mungkin kita mulai dulu dengan frasa yang sudah sering kita dengar yaitu " Muslim wajib memilih pemimpin Muslim juga." Disini, ada dua kata kunci penting yaitu kata pemimpin dan kata memilih. Memilih adalah kegiatan yang menetapkan pilihan dari beberapa alternatif yang tersedia. Misal, memilih Sholat Ied di lapangan terbuka atau di dalam Mesjid. Contoh lain adalah memilih tetap menjadi warga negara RI atau menjadi warga negara lain, seperti WN USA.

Sedangkan pengertian pemimpin itu luas sekali. Presiden dan kepala daerah jelas pemimpin. Menteri negara, saya rasa, juga pemimpin. Dan, banyak lagi pemimpin-pemimpin yang lain baik di organisasi formal maupun organisasi tidak formal dan bahkan di kelompok sosial masyarakat, seperti kelompok senam dan arisan ibu-ibu.

Jadi, apa dong yang dimaksud memilih dan pemimpin yang dimasukud oleh tafsir Al-Maidah 51 itu? Untuk itu, shohib kita, Kompasianer Zulkifli Harahap, memberikan link yang bagus sekali. Link ini dibagi ke kita ketika menanggapi artikel Kompasiana saya yang berjudul " Tafsir Al-Maidah Ayat 51 dan Duet Ignatius dan Arcandra Tahar" Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/almizan/tafsir-al-maidah-ayat-51-dan-duet-ignatius-dan-arcandra_5806c09a06b0bda60bb0efad.

Ketika saya klik Link dari Bro Harahap ini, ditemukan tulisan dari Dr. Nadirsyah Hosen, Senior Lecturer Law School University Melbourne, Australia.(http://www.nu.or.id/post/read/71937/Meluruskan-Sejumlah-Tafsir-Surat-Al-Maidah-51). Ini adalah website dari Ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu Nadhatul Ulama (NU).

Sesuai dengan judul artikel dari Dr. Hosen itu "Meluruskan Sejumlah Tafsir Surat Al-Maidah 51), kita akan menemukan ulasan yang menarik sekali dari tokoh yang menyandang banyak sekali gelar akademis mulai dari Sarjana UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, Wallogong Univ. (PhD) Australia, dan sederet gelas-gelar lain dari universitas-universitas terkemuka di dunia. Untuk konfirmasi, coba ketik saja di google search kata kunci "Dr. Nadirsyah Hosen, Melbourne University," dan, akan muncul deretan link yang salah satunya ke link biografi Dr. Hosen yang tersedia di website Law School University of Melbourne, Australia.

Fokus tulisan dari Dr. Nadirsyah Hosen ini, yang juga menyandang gelar PhD (Doktor) kedua dari ANU, adalah interpretasi/tafsir atas dialog dan/atau komunikasi antara Khalifah Umar dengan Abu Musa al-Asy’ari. Menurut Dr. Hosen, yang mendapat pengakuan internasional atas keahlian di bidang Hukum Syariah dan Hukum Indonesia, ketika itu kekuasaan Islam mulai meluas merambah area di luar Hijaz, Saya kira wilayah yang dimaksud adalah wilayah jazirah Arab sekarang (termasuk Yaman?) dan beberapa wilayah lain di Timur tengah seperti Iraq, Suriah, Lebanon, dan lain sebagainya. Sahabat Rasullulah Muhammad S.A.W ini yang bernama Abu Musa al-Asy’ari ketika itu menduduki posisi semacam kepala negara bagian atau mungkin setingkat Gubernur di Bashrah, Iraq.

Sebelum lebih jauh, mungkin kita perlu menyadari dan dapat menduga bahwa Sahabat yang dimaksud, diangkat mengemban amanah menjadi Gubernur setelah Nabi Muhammad wafat. Dan, saya kira, itu adalah sekitar 1.700 tahun yang lalu, serta dialog dan/atau komunikasi itu, menurut tulisan Dr. Hosen ini, tidak tercantum dalam 9 Kitab Hadits Utama. Walaupun demikian, penelusuran Dr. Hosen menemukan bahwa dialog tersebut dapat ditemukan hanyadi satu kitab Hadits (diluar kutubut tis’ah) yaitu Sunan al-Kubra lil Baihaqi. Sayangnya, Dr. Hosen tidak memberikan rujukan kapan buku Hadits yang dimaksud dipublikasikan untuk pertama kali dan edisi ke berapa kah (termasuk penerbitnya) yang dijadikan rujukan oleh Beliau.

Selanjutnya, Dr, Hosen menyimpulkan bahwa kisah Khalifah Umar dengan Abu Musa al-Asy’ari termaksud adalah setingkat Atsar Sahabat. Mungkin yang dimaksud disini, secara awam. adalah, kebijakan dan/atau keyakinan pribadi Para Sahabat dalam menyikapi isu-isu sosial dan kenegaraan, ketika itu.

Lebih jauh, Dr. Hosen menulis:

"Imam Baihaqi memasukkan dua riwayat yang berbeda mengenai kisah di atas (9/343 dan 10/216). Atsar ini dinyatakan sanadnya hasan melalui jalur Simak bin Harb oleh kitab Silsilah al-Atsar al-Shahihah. Sementara Al-albani mensahihkan Atsar ini dalam jalur yang lain, sebagaimana disebutkan dalam kitab beliau Irwa al-Ghalil."

Jelas sekali bahwa Atsar yang dimaksud bukan ditulis sendiri oleh Abu Musa, dan mungkin juga, tidak ditulis oleh beberapa Imam yang dimaksud termasuk oleh Imam Baihaqi. Namun, Atsar itu dinyatakan kredible (sanadnya hasan) melalui jalur Simak bin Harb dan jalur Al-Albani, menurut Dr. Hosen. Walaupun demikian, lagi-lagi kita tidak memiliki info kapan, siapa penulisnya, dan penerbit mana yang menerbitkan serta sudah sampai ke edisi ke berapa sekarang ini Atsar Sahabat tersebut. Penulisnya sendiri mungkin Simak bin Harb dan Al-Albani bukan?.

Sekarang kita sampai apa pesan Surat Al-Maidah 51 yang dijadikan Atsar Sahabat itu. Saya menyimpulkan ada dua versi utama. Pertama, versi yang sangat keras yaitu bukan saja haram hukumnya memilih pemimpin Non-Muslim tetapi juga haram hukumnya untuk bekerjasama dengan Non-Muslim seperti Yahudi dan Nasrani. Khalifah Umar menyuruh mengusir tenaga ahli (sekretaris/khatib) Abu Musa yang beragama Nasrani dari Medinah (Mesjid Nabawi).

Kutipan dari versi keras Dr. Hosen ini adalah:

“Mengingat ketrampilan sang sekretaris, Khalifah memintanya untuk membacakan laporan dari Syam (saya kira Suriah sekarang ini, red) itu di Masjid Nabawi. Abu Musa mengatakan, “Tidak bisa orang ini masuk ke Masjid Nabawi.” Umar bertanya, “Mengapa? Apakah dia sedang junub?” “Bukan, dia Nasrani,” jawab Abu Musa. Umar langsung membentak Abu Musa dan memukul pahanya, dan mengatakan, “Usir dia! (akhrijuhu)”, kemudian Khalifah Umar membaca QS al-Maidah 51”

Sedangkan versi moderatnya adalah sebagai berikut. Pertama, lihat kutipan dari tulisan Dr. Hosen tersebut, sebagai berikut:

“Yang menarik adalah Sa’id Hawa dalam al-Asas fi al-Tafsir mengatakan: “apakah anda bisa pahami tentang larangan memberikan kafir dzimmi posisi untuk mengerjakan urusan umat Islam?” Beliau menjawab sendiri: “Masalah ini tergantung konteksnya, karena perbedaan posisi jabatan, kondisi, dan lokasi serta zaman.”

Kedua, mengangkat dan/atau memilih Muslim sebagai Pempimpin, atau, mitra kerja dan/atau bisnis, tidak secara otomatis haram hukumnya. Itu ditentukan oleh kondisi dan situasi tertentu serta zaman atau era ketika keputusan itu diambil. Untuk itu Dr. Hosen menyatakan:

“Namun keputusan Khalifah itu tidak otomatis dianggap ijma’ (kesepakatan) karena jelas ada perbedaan pendapat dikalangan sahabat. Dengan kata lain, sikap Umar itu adalah kebijaksanaan beliau saat itu, yang seperti dicatat oleh sejarah, berbeda dengan kebijakan para Khalifah lainnya yang mengangkat non-Muslim sebagai pejabat seperti yang dilakukan oleh Khalifah Mu’awiyah, Khalifah al-Mu’tadhid, Khalifah al-Mu’tamid, dan Khalifah al-Muqtadir.”

Wa Allahu a’lam bi al-Shawab.

Semogah bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun