Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tax Amnesty Memotong Lengan-lengan KPK

2 Oktober 2016   20:13 Diperbarui: 4 Oktober 2016   07:07 1242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi tampaknya cukup puas dengan kinerja Sesi I program Tax Amenesty, yang berakhir pada tanggal 30 September 2016. Uang tebusan yang berhasil dikumpulkan Rp97 triliun, dana raptriasi Rp135 triliun, dan deklarasi harta senilai Rp3.500 triliun.   

Angka Rp3.500 triliun itu merupakan angka yang besar. Itu sekitar 30% PDB Indonesia. 

Dilaporkan juga bahwa kinerja TA Indonesia terbaik dari 7 negara sample dengan deklarasi harta senilai Rp3.500 triliun. Kinerja Indonesia ini diikuti oleh Italia dengan deklarasi sebesar Rp1.179 triliun, dan yang terendah adalah Irlandia dengan deklarasi Rp 26 triliun. 

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Siapakah para pemohon TA itu? 

Pejabat tinggi negara? Politisi? Orang-orang dan/atau keluarga orang-orang yang berada dalam lingkaran kekuasaan? Atau, mantan dari orang-orang tersebut? maksudnya mantan keluarga istana, mantan pejabat tinggi negara, mantan politisi, dan lain sebagainya.    

Atau, sebagian besar hanyalah pebisnis biasa yang tujuan utama menyembunyikan harta itu adalah hanya untuk menghindari bayar pajak yang lebih besar. Dengan kata lain, harta-harta mereka itu sebenarnya harta separoh halal dan bukan berasal dari korupsi dan/atau kejahatan yang lain.   

Kita semua jelas tidak akan mendapatkan profil dari pihak-pihak yang sudah mendapatkan ampunan pajak itu. UU Tax Amnesty menjamin kerahasian pribadi mereka. Pasal 20 UU Tax Amnesty 2016 menyatakan:

"Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UndangUndang ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak." 

Dan, Pasal 21 Angka (3) berbunyi: 

"Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas persetujuan Wajib Pajak sendiri."  

Dengan demikian, jika ada diantara mereka itu, katakanlah dalam beberapa hari ke depan, kena OTT KPK, KPK tidak dapat mengkases data yang ada di DJP Kementerian Keuangan tersebut. KPK tidak dapat baik secara resmi maupun tidak resmi melakukan tindak lanjut pengusutan yang lebih cepat, walaupun data yang dicarai mungkin ada terlaporkan dalam program TA ini.    

Kebuntuan serupa juga berlaku untuk institusi anti korpusi yang lain seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung. Mereka semua tidak dapat mengakses data termaksud.   

Apakah Presiden Jokowi telah melakukan kesalahan besar? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun