Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pertamina, BPH Migas, Bukalah Kedokmu!

22 September 2016   09:59 Diperbarui: 22 September 2016   10:12 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Kantor Pertamina Pusat. Dilihat dari Lapangan Banteng, Jakarta Pusat

Mungkin kita masih ingat kasus Petral dengan bisnis impor minyak untuk dijual ke PT Pertamina yang berhasil dibubarkan oleh Sudimran Said dan Dwi Soetjipto sekitar Mei 2015 yang lalu. Anak perusahaan PT Pertamina ini diduga korupsi harga dalam kisaran kisaran 1 hingga 3 US$ untuk setiap barrel minyak impor yang dijual ke PT Pertamina.    

Adanya mark up atau korupsi harga itu jelas merugikan negara dan pembeli minyak di Indonesia. Negara ketika itu harus memberikan subsidi yang lebih besar dan rakyat banyak membayar harga yang lebih tinggi dari seharusnya.    

Setiap tahun Indonesia mengimpor sekitar 500 juta barrel minyak, yang berarti uang yang berhasil diraup oleh Petral itu sekitar 500 juta hingga 1500 juta US$ per tahun, atau, dengan kurs Rp12.000/USD saja, nilai korupsi itu adalah 6 triliun hingga 18 triliun rupiah per tahun. Dan, itu terjadi selama puluhan tahun dan tidak ada instansi pengawas, baik itu Inspektorat Kementerian Keuangan dan atau Inspektorat ESDM, KPK, bahkan BPK sekalipun yang berhasil membongkarnya.    

Sekarang bisnis impor minyak itu sudah diambil alih oleh ISC (Integrated Supply Chain) dan apakah entitas yang sudah berbahasa English ini akan bebas dari dugaan korupsi itu? Tidak ada yang dapat menjamin itu. Peluang KKN masih terbuka lebar.  

Tukang Ojek di Stasiun KRL Juanda, Jakarta
Tukang Ojek di Stasiun KRL Juanda, Jakarta
Jika Korupsi impor minyak itu memang tetap berlangsung, maka lihat itu tukang-tukang ojek yang sudah keluar rumah sejak Subuh untuk mencari sekedar sesuap nasi. Mereka yang hanya dapat uang sekitar Rp100 hingga Rp200 ribu per hari, akan sangat dibantu jika harga minyak dapat diturunkan ke harga yang lebih wajar tanpa adanya mark up harga dari importir PT Pertamina. Selisih harga yang sekecil apapun, katakan antara Rp500 hingga Rp1.500 per liter  akan sangat berharga bagi mereka itu.   

Tukang Bajay di Stasiun KRL Jakarta Pusat
Tukang Bajay di Stasiun KRL Jakarta Pusat
Lihat itu, tukang-tukang bajay. Mereka sekarang ini belum begitu menderita. Tapi, nantinya akan sangat terpuruk jika harga minyak melambung lagi ke tingkat USD100 per barrel. Selisih harga akibat mark up itu akan tambah melebar lagi dan kemungkinan terpaksa harus membayar bensin premium dengan harga kembali sekitar Rp8.500 per liter.   

Apa dong cara mengendalikan KKN impor minyak itu?  

Sederhana. Pertamina  perlu membuka akses kepada publik atas volume dan harga minyak impor. Publik perlu diberi akses berapa harga dan volume minyak yang dibeli ISC dari pasar internasional dan berapa harga dan volume minyak itu yang dijual ISC ke PT Pertamina. Dengan demikian, harga jual PT Pertamina ke SPBU-SPBU dapat dilacak dengan mudah. 

Publik perlu diberi akses secara online atas update harga-harga tersebut. Perbandingan dengan harga minyak internasional juga sebaiknya disediakan.     

Sumber: croping dari Blognya_Mitra.
Sumber: croping dari Blognya_Mitra.
Selain itu, keterbukaan itu perlu juga didukung oleh pembukaan akses pasar yang lebih luas kepada perusahaan asing seperti Petronas, Shell, Total, dan lain  sebagainya. Adanya persaingan itu akan memaksa Pertamina menetapkan harga yang lebih wajar dan melenyapkan dugaan KKN yang masih berlanjut hingga kini.   

Otoritas pembukaan akses penjualan yang lebih besar  kepada peusahaan minyak asing itu, saya kira, ada di BPH Migas. BPH Migas sendiri dikendalikan oleh Menteri ESDM dan tentu saja oleh RIOne, Presiden Joko Widodo. 

Semogah ini dapat didengar oleh para pemangku kepentingan yang terkait. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun