Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Arcandra kembali Mafia Migas Ngibrit?

11 September 2016   09:35 Diperbarui: 11 September 2016   09:56 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelihatannya Dr. Arcandra Tahar sudah mendapatkan kembali status WNI dan banyak yang berpendapat agar Presiden Jokowi kembali menugaskannya sebagai Menteri ESDM. Bagi kita tentu saja jika memang demikian hal nya maka akan sangat menggembirakan. Walaupun demikian, mungkin bermanfaat jika kita sempat bertanya apakah dengan kembalinya Beliau itu Mafia Migas Indonesia segera dapat dikekang? Dengan kata lain, apakah ia akan lebih perkasa dari Sudirman Said untuk melakukan itu melakukan hal itu?  

Intuisi saya mengatakan bahwa itu belum dapat dijamin. Mafia Migas itu sangat kuat yang berada dalam pusaran elit politik yang lagi berkuasa terlepas siapa itu yang berkuasa dan parpol apa yang mengusungnya. Bisa saja, mafia lama ngibrit tetapi muncul mafia dan bahkan mafia-mafia baru yang lebih rakus.   

Coba kita lihat kasus Petral yang baru saja dibubarkan oleh Mantan Menteri ESDM, Sudirman Said. Petral yang anak perusahaan PT Pertamina itu selama puluhan tahun membeli minyak di luar negeri dan menjualnya ke PT Pertamina dengan dugaan harga yang sudah di mark up, yang kemudian dijual kembali oleh PT Pertamina kepada konsumen BBM dalam negeri.   

sejarah-petral-infografis-detikfinance-57d4c0ec6323bd4d088b456b.jpg
sejarah-petral-infografis-detikfinance-57d4c0ec6323bd4d088b456b.jpg
Tidak ada angka yang pasti berapa besar angka mark up itu. Beberapa sumber mengatakan bahwa berada dalam kisaran 1 hingga 3 USD per barrel. Dengan rerata impor per tahun 80 juta barrel, maka Petral dapat mengantongi sekitar 80 hingga 240 juta USD, atau, 960 miliar hingga 2,9 triliun rupiah per tahun. Untuk sepuluh tahun saja? 

Korupsi yang dilakukan oleh Petral itu, jika memang demikian hal nya, dapat terjadi karena beberapa faktor sebagai berikut. Pertama, sebagian besar minyak yang dijual oleh PT Pertamina adalah jenis Premium (Ron 88), yang sudah tidak digunakan lagi di seluruh dunia, atau, jika pun ada sangat sedikit sekali. Dengan kata lain, sulit mencari pembanding harga Premium Indonesia.    

Kedua, berapa sebetulnya harga yang dibayar oleh Petral atas minyak yang dibelinya tidak diketahui oleh umum. Ini berbeda dengan kondisi di negara-negara OECD. Di Amerika Serikat, misalnya, publik dapat mengakses harga-harga tersebut secara online.  

Ketiga, kombinasi dari panjangnya mata rantai distribusi dan dugaan keterlibatan Pejabat Tinggi Negara dan PT Pertamina juga merupakan faktor penting yang menyebabkan PT Petral dapat melakukan korupsi dalam kurun waktu puluhan tahun. Tentang keterlibatan elit politik itu sudah disampaikan oleh Sudirman Said, secara langsung dan tidak langsung. Hal yang sama juga sudah diekspus oleh Faisal Basri secara berulang kali dan terbuka serta bahkan pernah dilaporkan ke Bareskrim Polri. 

Sejak Petral dibubarkan dalam bulan Mei 2015 dan bisnisnya diganti oleh ISC apakah praktik korupsi seperti yang dilakukan oleh Petral hilang dengan sendirinya? Only God Knows. Bahkan banyak yang berpendapat hanya terjadi perpindahan mulut saja: dari mulut harimau ke mulut singa. 

Coba kita kembali ke Dr. Arcandra Tahar. Jika kita pertanyakan seberapa besar peluangnya untuk dapat mengendalikan mafia Migas yang seluas lapangan minyak dan gas bumi Indonesia itu, termasuk isu-isu mark up harga dari pemasok minyak ke PT Pertamina, sebetulnya tergantung dari niat orang-orang yang mendudukannya disana.

Walaupun demikian, hal yang paling penting dan sangat bermanfaat bagi Indonesia adalah lebih membuka informasi di sektor Migas. Kementerian ESDM, PT Pertamina, dan ISC harus dipaksa untuk memberikan informasi Migas yang lebih besar dan lebih akurat termasuk harga impor minyak yang dibeli dari ISC. Informasi tersebut harus dapat diakses oleh publik secara online.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun