A name makes news itu kata media. Itu nama Tommy yang membuat berita. Karena nama Tommy Winata itu, berbagai media terkemuka merelis berita jatah impor daging sapi beku untuk perusahaannya. Gegap gepita berita tersebut, yang mulai dirilis kemarin sore, kemudian diteruskan (sharing) oleh berbagai sosmed termasuk facebook, tweeter, dan whatsapp. Sangat berisik.
Sebetulnya, dampak sosial ekonomi pembagian kuota impor daging sapi, yang paling tidak sejak 2013 sudah didapat oleh Tommy, adalah sama. Terlepas siapa yang mendapat kuota itu, ya Tommy, iya Tommo, iya Toke, iya Bulog, dan lain sebagainya, dampak buruknya adalah sama.
Harga akan lebih tinggi dari seharusnya dan pemerintah bukan saja tidak dapat apa-apa tetapi juga harus merogah kocek APBN untuk menunjang berbagai program stabilisasi harga pangan. Lebih buruk lagi, gejolak harga terus berulang terutama menjelang lebaran dan tahun baru. Antisipasi pemerintah biasanya terlambat dan keran impor baru dibuka setelah harga membumbung tinggi.
Yang lebih menarik lagi adalah kenyataan bahwa banyak pejabat tinggi negara yang bersebrangan dengan kebijakan kuota impor. Sebut saja misalnya, Menteri Koordinator Maritim Rizal Ramli dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Beliau berdua sudah sejak lama mengusulkan pencabutan sistem
if, seperti sudah dibuktikan di banyak negara termasuk di Indonesia di zaman Presiden Habibie, skuota dan digant29 Juni 2015i dengan sistem tarif.
Sistem tarangat ampuh dalam pengendalian harga dan menendang mafia-mafia perdagangan. Jika sistem ini sudah diberlakukan sejak awal, sudah pasti Presiden PKS Hasan Luthfi Ishak tidak akan masuk penjara dan dicopot jabatannya karena suap kuota daging sapi impor.
Selain itu, para petani tertolong nasibnya, pedagang asli (bukan kw) lebih terjamin usahanya, dan kesejahteraan konsumen tidak terongrong. Ada lagi yang penting juga, dengan tersingkirnya para pemburu rente perdagangan, realisasi peningkatan penerimaan negara akan lebih terjamin.
Semangat ini sebetulnya sudah disampaikan berulang kali oleh Presiden Jokowi. Dalam berbagai kesempatan Beliau menyatakan bahwa pengendalian harga (impor) pangan harus dapat melindungi petani, mendukung usaha pedagang, dan melindungi konsumen. Tidak ada lain selain dari diterapkannya sistem tarif untuk mewadahi semangat yang disampaikan oleh Presiden Jokowi tersebut.
Pilihannya hanya ada dua Tarif atau Tommy!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H