Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menghitung Kerugian Masyarakat atas Mahalnya Harga Daging Sapi

14 Juni 2016   10:38 Diperbarui: 14 Juni 2016   16:23 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sudah terbiasa dengan mahalnya harga daging sapi. Ini selalu berulang dan menjadi sorotan media menjelang Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, seperti saat ini. Sebetulnya, kasus ini sudah terjadi bertahun-tahun termasuk selama 10 tahun era Pak Beye. Itu memang fakta, dan di sini mari kita coba itung besarnya kerugian nasional atas mahalnya harga daging sapi tersebut.

Kita mulai dengan kerugian langsung dulu dengan membandingkan harga operasi Pasar Bulog dengan harga eceran. Bulog menjual dengan harga Rp 80.000,-/Kg dan harga eceran di pasar tradisional Rp 130.000,-/Kg. Berarti harga eceran lebih mahal Rp 50.000,-/Kg. Tapi, ini baru selisih antara harga Bulog dengan harga eceran.

Dengan menghitung harga berdasarkan rantai pasokan normal yaitu importir, pedagang besar, hingga pengecer, maka didapat harga eceran daging sapi seharusnya hanya Rp 90.000/Kg. Jadi, sebetulnya kerugian konsumen per kepala adalah Rp 40.000/Kg. Kerugian secara nasional? Kita hitung begini.

Menurut BPS, konsumsi daging sapi Indonesia/kapita/tahun adalah 2,2 Kg. Ini berarti kerugian konsumen/kapita per tahun adalah 2,2 kg x Rp 40.000,- yaitu Rp 88.000,- Supaya gampang ngitungnya, bulatkan menjadi Rp 90.000 saja.

Juga menurut BPS, jumlah penduduk Indonesia adalah 235 juta jiwa (dibulatkan). Ini berarti kerugian konsumen daging sapi secara nasional adalah 235.000.000,- x Rp 90.000,- yaitu Rp 21.150.000.000.000.- atau, Rp 21.12 triliun.

Dan, ini terus berlangsung dari tahun ke tahun terlepas dari berbagai program stabilisasi harga sembako pemerintah termasuk program operasi Pasar Bulog dan kapal gratis pengangkut sapi dari NTT ke pulau Jawa. Jika ini juga diperhitungkan, maka angkanya akan membengkak lagi.

Bengkaknya akan semakin membesar jika kita itung efeknya terhadap kenaikan harga sembako yang lain seperti daging dan telur ayam, ikan, minyak goreng, dan cabe-cabean termasuk sayur-mayur. Akan lebih besar lagi jika kita hitung juga kerugian di kantung-kantung pariwisata nasional.

Mungkin asumsi yang cukup baik dan konservatif jika nilai kerugian beberapa efek samping itu kita tetapkan hanya sebesar Rp 21.12 triliun. Dengan demikian, efek total dari putaran pertama kerugian atas mahalnya harga daging sapi tersebut adalah Rp 42,24 triliun per tahun.

Ini angka yang sudah besar sekali. Nilai ini setara dengan 10 lipat nilai anggaran Kedaulatan Pangan Jokowi untuk tahun 2016 yang hanya sebesar Rp 4,2 triliun. Atau, setara dengan hampir sembilan lipat dari nilai injeksi dana segar PMN ke Perum Bulog untuk tahun 2015 dan 2016 yang sebesar 5 triliun rupiah.

Last but not least, nilai kerugian nasional tersebut akan meledak jika kita hitung secara kumulatif, misalnya, untuk satu dekade terakhir saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun