Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kapan KPK Dapat Dibubarkan?

16 Juli 2014   21:42 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:08 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Drama penangkapan dan kemudian vonis penjara sekian tahun terus berlanjut di pengadilan Tipikor KPK. Misalnya, kasus Anas Urbaningrum, kasus SKK Migas, kasus Gubernur Banten, kasus Akil Mochtar, kasus Bupati Bogor, dan masih banyak kasus-kasus yang lain. Tetapi, ini kelihatannya tidak membuat jera para koruptor.

Tentang rendahnya efek jera atas pelaku kriminal dan korupsi tersebut kita dapat melihat dari ilustrasi Prof. Loeby Luqman seperti berikut ini. Prof. Loeby Lukman (Alm) dalam suatu acara, ingat-ingatnya, semacam talk show di tv nasional kita, menjelaskan bahwa di era Wild West USA dulu, para perampok bank dan pencuri ternak di hukum gantung di lapangan terbuka. Eksekusi gantung to dead ini disaksikan oleh kerumunan penduduk dan… yang menarik adalah …. tukang-tukang copet memanfaatkan situasi keramaian itu untuk… mencopet! Pencopet ini kelihatannya tidak jera untuk menerima nasib di tiang gantungan!

Menyadari bahwa hukuman mati untuk para pelaku kriminal ini tidak dapat berbuat banyak untuk memberikan efek jera, maka secara berangsur-angsur hukuman hang to dead ini dihapuskan di USA. Lebih jauh lagi, mereka dan juga di banyak negara-negara OECD yang lain menyediakan berbagai kebijakan publik untuk mencegah secara dini terjadinya kegiatan-kegiatan yang menjurus ke tindakan kriminal seperti korupsi dan gratifikasi.

Di negara Indonesia dewasa ini, tindakan pencegahan ini belum begitu berarti. Minat untuk mencari peluang KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) tetap tinggi. Misalnya, dalam kegiatan Pileg bulan April yang baru lalu, praktik-praktik money politic sangat massive. Banyak, jika tidak sebagian besar/hampir seluruhnya, Caleg DPRD yang berani menghamburkan uang dalam miliaran rupiah untuk dapat terpilih. Caleg DPR bahkan jauh lebih bermiliar-miliar lagi untuk dapat lolos ke Senayan.

Hal yang sama umumnya berlaku untuk biaya Timses Pilkada. Puluhan, mungkin juga mencapai ratusan miliar, atau, bahkan mungkin dapat mencapai triliunan rupiah, untuk daerah kaya seperti DKI Jakarta, berani digelontarkan oleh Cakepda (calon Kepala daerah) agar dapat memenangkan Pilkada.

Jelas kalau dihitung-hitung, uang bermiliar-miliar dan bahkan triliunan tersebut tidak akan dapat ditutupi oleh gaji dan tunjangan-tunjangan resmi baik anggota dewan maupun kepala daerah tersebut. Ini berarti, tidak ada jalan lain untuk menutupi itu kalau tidak dari korupsi, gratifikasi, dan lain sebagainya.

Mmm…mm maaf ogut belum ade solusi, atau, rekomendasi, untuk mengefektifkan kaki pencegahan dari trilogi pengendalian KKN yang lain. Jika nantinya hal ini sudah dapat disediakan secara efektif, seperti umumnya di negara-negara OECD dan termasuk juga Singapura dan Hongkong, drama KPK di berbagai media nasional akan menjadi sangat rendah, kalau tidak berhenti dengan sendirinya. Inilah waktunya KPK dibubarkan. Ini pasti akan terjadi…. ,ogut yakin, …. tinggal… menunggu waktunya saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun