Akhir-akhir ini wacana pembentukan Badan Penerimaan Pajak yang terpisah dari Kementerian Keuangan RI marak didiskusikan. Sayanngnya, diskusi-diskusi di berbagai media termasuk sosial media Kompasiana, Kompas, cenderung mengambang dan tidak memiliki pijakan yang sama. Diskusi tidak mengacu ke prinsip dasar rasionalitas reformasi. Tidak diuraikan dengan baik permasalahan mendasar apa dari Ditjen Pajak Kementerian Keuangan RI sehingga DJP perlu direformasi untuk menjadi lembaga sendiri yang kurang lebih setingkat menteri.
Isu utama perpajakan kita, yang ogut tahu, adalah rasio pajak/PDB sangat rendah dibandingkan negara-negara di kawasan ASEAN dan dibandingkan dengan kelompok negara-negara berpenghasilan seperti Indonesia. Penyebabnya bersumber dari dua hal yaitu tax policies dan tax administration. Isu administrasi pajak ini jelas terkait langsung dengan DJP sebagai institusi yang paling bertanggung jawab untuk melakukan pemungutan/pengumpulan penerimaan pajak dan untuk menegakan aturan-aturan perpajakan.
Di banyak negara seperti USA (IRS), Australia (ATO), dan Singapura (IRAS), memang kantor-kantor pajak (tax offices) tersebut terpisah dari Kementerian Keuangan. Tugas mereka spesifik sekali yaitu memungut/mengumpulkan peneriman negara (termasuk bukan pajak) dan menegakkan aturan-aturan perpajakan. Di USA, misalnya, tugas IRS mencakup monitoring dan sampling laporan pajak tahunan. Siapa saja, ulangi siapa saja, termasuk presiden USA, yang lalai (baca terlambat) menyampaikan SPT tahunan langsung ditangkap dan dipenjara. Siapa saja yang terkena random sampling audit tahunan dan kemudian ternyata mengisi laporan pajak secara tidak benar (ngemplang pajak) akan langsung didenda sangat berat dan terkena juga berbagai sanksi administratif seperti pencabutan izin praktek dokter, izin bisnis, izin pengacara, izin usaha dan lain sebagainya dan berbagai pidana yang lain,.. tanpa kompromi. Lebih jauh lagi mereka itu kemudian dipermalukan di berbagai media massa.
Mmmm…mmm.. ogut rasa yang gini-gini belum pernah terjadi di Indonesia….. Bahkan sebaliknya, banyak diberitakan oleh media petugas Pajak nego dengan pengemplang pajak jika ternyata mereka ketahuan ngemplang pajak. Ini termasuk Mantan Dirjen Pajak… yang sekarang sudah menjadi tersangka KPK. Mantan Dirjen lho….. patut diduge masih banyak lagi petugas biase yang demikian, ogut kire lho.
Ape kire-kire ini yang akan diselesaikan jika nanti DJP ditransformasi menjadi Badan Penerimaan Pajak atau Badan Penerimaan Negara. Ape dengan demikian TAX/GDP ratio Indonesia diharapkan akan bergerak ke arah sekitar 17% seperti yang dikampanyekan baik oleh Capres Satu maupun oleh Capres Two.
Mungkin perlu kta sadari, di sisi lain, menurut international best practices, bahwa mandat-mandat yang terkait dengan kebijakan perpajakan (tax policies) tetap berada di Kementerian Keuangan (Ministry of Finance atau The Treasury)). Rasionilnya adalah untuk mencegah terjadinya conflict of interests antara pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan. Mandat-mandat tersebut mencakup, tetapi tidak terbatas pada, kebijakan pemberian/pembatalan insentif pajak, mereview tarif dan brackets pajak, dan membuat perjanjian pajak internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H