Mohon tunggu...
Alfitriandes Miter
Alfitriandes Miter Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Suka mencoba sesuatu yg kira-kira berguna. Selama ini hanya membaca, membaca dan ... membaca. Ngga tau juga apakah ini waktunya menulis, coba dulu aja. Siapa tau b.e.r.g.u.n.a.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa Harapan Terbesarmu

7 Mei 2011   06:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:59 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Yang paling dekat dengan keseharian gadis kecil yang sekarang menginjak remaja ini adalah memulung barang bekas dan berjualan menjaja kue. Hinaan dan ejekan teman-teman di sekolah tak pernah jadi beban dan halangan baginya. Kue jajaan yang kadang harus dibawanya pulang kembali karena tak laku terjual, juga tak sedikitpun mengendurkan semangatnya. Yang ia tau hanyalah berbuat sesuatu, apapun itu, ia yakini suatu hari nanti akan ada manfaatnya. Dialah Ni Wayan Mertayani (sekarang 15 tahun), tinggal bersama ibu dan seorang adik perempuannya, di sebuah rumah yang melihat gambarannya akan disebut gubuk oleh kebanyak orang Jakarta. "Di rumah itulah ..., saya tidak tahu apakah itu layak disebut rumah..., tapi di situlah kami tinggal bertahun-tahun," demikian ucap Ni Wayan, sambil tersenyum tipis, namun tetap tak sanggup menutup kegetiran dalam suaranya. Jika dilihat dari apa yang dihadapi dan dilakukan Ni Wayan sehari-hari, sesungguhnya ia tidak berbeda dari jutaan anak-anak lainnya yang senasib dengan Ni Wayan. Banyaknya anak-anak yang menjaja kue, mengasong, tukang semir, mengamen, jadi pemulung bahkan mengemis, adalah pemandangan sehari-hari yang sudah biasa di negeri ini, apalagi di kota-kota besar. Mau di Jakarta, Medan, Surabaya, Bali, semuanya sama. Mereka mengemis, memulung, mengamen dan tinggal di gubuk kawasan kumuh. Sepintas memang tak ada istmewanya seorang Ni Wayan si penjaja kue yang cilik-cilik sudah punya side job, yaitu jadi pemulung. Dengan tinggal di rumah gubuk, sehari-hari menjaja kue dan memulung, dan atas segala ketiadaan yang ia miliki serta dalam usia yang sangat muda remaja, rasanya memang sulit untuk membayangkan proses apa yang telah dilalui seorang Ni Wayan sehingga ia bisa sukses di tingkat internasional dan mengharumkan nama bangsa. Apa sesungguhnya yang telah Ni Wayan lakukan sehingga ia berhasil membawa nama Indonesia sampai ke negeri Belanda. Keberhasilan Ni Wayan jadi yang terbaik diantara 200 negara-negara lain dimuka bumi ini, telah mengantarkan Ni Wayan menginjakan kakinya di negeri kincir angin itu, padahal ia belum pernah menginjak Jakarta sakalipun."Saya belum pernah ke Jakarta, tapi saya lebih dahulu ke Belanda," ucap Ni Wayan setengah berseloroh. Dan inilah bedanya Ni Wayan dengan anak-anak lainnya di negeri ini. Jangankan di antara anak-anak yang bernasib tak beruntung, bahkan terhadap anak-anak yang hidup dengan segala kecukupan pun, Ni Wayan pantas dikatakan memiliki keistimewaan dibanding mereka. Siapa sesunggunya Ni Wayan Mertayani? Apa sesunggunya yang telah Ni Wayan lakukan ? Ni Wayan Mertayani yang biasa dipanggil Sepi, adalah anak pasangan I Nengah Sangkrib (alm) dan Ni Nengah Sirem, yang hidup serba kekurangan di daerah Karangasem, Bali. Sebagaimana kebanyakan keluarga yang hidup di bawah himpitan kemiskinan lainnya, Ni Wayan harus ikut bekerja keras untuk menopang ekonomi keluarga. Apapun ia lakukan. Yang membuatnya berbeda adalah, bahwa Ni Wayan tak pernah menjadikan keadaannya sebagai halangan untuk bermimpi dan untuk meraih mimpinya jadi kenyataan. Pekerjaan menjaja kue dan memulung tak lantas menganggu kegiatan utama Sepi sebagai seorang siswa, ia tetap rajin sekolah seperti anak-anak lainya. Minat belajarnya yang tinggi dan kesenangan memabaca yang diberikan Tuhan padanya, ia manfaatkan sebaik mungkin dalam setiap kesempatan dan peluang yang ada. Tidak jarang sambil menjaja kue, Sepi juga membawa buku yang akan dibacanya saat ia berisiriahat sambil menunggu pembeli. Kenal dengan seseorang yang memiliki pustaka kecil dirumahnya yang tak begitu jauh dari tempat Ni Wayan, ia manfaatkan dengan baik. Kebaikan tetangganya ini, yang memperkenankan Sepi unutk membaca-baca buku, tak ia sia-siakan begitu saja. Ia kesampingkan segala rasa sungkan, ia buang jauh-jauh rasa rendah diri. Setiap keinginan itu datang, Sepi mampir di situ, membaca dan terus membaca, membaca apa saja yang ia senangi. Sampai ia berangan-angan jadi seorang wartawan, "Mimpi aku adalah jadi seorang penulis," kata Ni Wayan yang sangat mengagumi Andrea Hirata ini, tentang cita-citanya. Suatu hari, Tuhan mempertemukan Ni Wayan Mertayani dengan seorang wisatawan Belanda, Dolly Amarhoseija. Entah hal apa yang membuat Dolly tertarik  dengan Sepi, yang jelas sejak pertemuan itu hubungan mereka jadi baik. Sampai-sampai, Dolly sang wisatawan yang selalu membawa kamera foto kemana-mana itu, memberi kesempatan Sepi untuk "jepret-jepret" dengan kameranya. Entah Dolly melihat ada ketertarikan Sepi terhadap jepret-menjepret, ataukah memang Sepi punya bakat dengan kamera foto, faktanya hari-demi hari, Dolly dengan senang hati mengajari Sepi dasar-dasar teknik memotret. Akhirnya Dollypun meminjamkan Sepi sebuah kamera. Sejak saat itu, Sepi tak henti-hentinya berburu foto, jepret sana, jepret sini, disela-sela menjajakan kue jualannya. Iapun mulai mengamati setiap hasil jepretannya, dan terus menambah wawasannya dengan tetap banyak membaca. Dan suatu ketika, Dolly memberitahunya tentang lomba foto yang diadakan oleh Museum Anne Frank, Belanda. "Dolly kasih pinjam saya kamera pocket, dan nyuruh saya untuk buat sebuah foto yang ada tema-nya," ujar Sepi. "Temanya adalah : Apa Harapan Terbesarmu," lanjutnya. Dengan bermodalkan kamera pinjaman dan teknik memotret seadanya, Sepi terus mencari objek yang menurutnya sesuai dengan tema, hingga ia sampai membuat 15 foto. Lalu ia memilih hasil jepretannya yang terakhir, frame yang ke-15 sebagai foto yang akan diikutkannya pada lomba tsb. Melalui Marie Johana Fardan (pemilik vila Sinar Cinta di Pantai Amed yang juga tetangganya itu), Sepi mengirimkan karya fotonya ke Museum Anne Frank di Belanda. Tak pernah terpikirkan oleh Ni Wayan, entah mungkin juga tak menyadari, bahwa sejak pertemuannya dengan Dolly, ia banyak mengalami kejutan-kejutan dalam hidupnya. Jangankan utuk dipinjami kamera foto, berkesempatan memegang kamera dan dapat mencoba menggunakannya saja adalah merupakan kejutan yang luar biasa bagi Sepi. Apalagi menjadi salah satu perserta lomba foto internasional, yang diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai negara, mungkin seperti hidup dalam mimpi. Tetapi kejutan itu nyata, karyanya dan namanya berjejer setingkat dengan karya dan nama-nama para penghobi foto dari berbagai negara lainnya. Satu kejutan lagi yang tak disadari Sepi adalah, disebelah namanya tertulis kata : Indonesia, sebagai negara asal Ni Wayan Mertayani. Kita sekarang tinggal membayangkan, betapa besar dan tebalnya rasa bangga yang ada di dada Sepi ketika menyadari hal itu. Mungkin sejenak kita akan membayangkan semua keadaan keseharian kita, keadaan gubuk kita, terbayang ketika pulang sekolah harus menjajakan kue, waktu bermain diisi dengan memulung, tiba-tiba nama kita ada di belahan negeri yang selama ini mungkin kita bayangkan adanya seperti di awang-awang, atau mungkin negeri di awan. Lebih dari itu, di belakang nama kita menempel nama besar republik ini, I.n.d.o.n.e.s.i.a. Namun kejutan buat Sepi tak berhenti sampai di situ. Jangankan untuk merasakan, bahkan anda mungkin tak dapat membayangkan bagaimana terkejutnya Sepi begitu ia di diberitahu bahwa fotonya terpilih menjadi Juara I pada lomba foto Museum Anne Frank tersebut, menyisihkan tak kurang dari 200 peserta lainnya. Luar biasa. Dan Sepi pun berkesempatan terbang ke Belanda untuk menerima penghargaan serta segala sesuatu yang menjadi haknya sebagai sang juara. Duniapun terkesima, mungkin peserta lainpun tak akan percaya, ketika mengetahui sang juara yang telah mengalahkan mereka adalah seorang anak kecil..., dari Indonesia. Apalagi jika mengetahui latar belakang seorang Sepi yang hidup dari kalangan serba kekurangan, mungkin mereka akan berpikir, "ini mestinya hanya terjadi dalam mimpi." Ni Wayan Mertayani, Sepi, tentu sangat bangga dengan semua ini, tak perlu ditanyakan lagi. Namun bangsa yang katanya besar ini mestinya lebih bangga lagi. Punya seorang warga kecil yang mungkin "tak pernah" diurusnya, namun diakui atatu tidak, si kecil pemulung itu telah berkontribusi membesarkan nama bangsa ini. Ia memiliki semua karakter yang diinginkan bangsa ini, dan ia telah melakukan semua slogan-slogan yang setiap hari diteriakan pembesar bangsa. Hidup bersahaja, kerja keras, kemauan keras, bercita-cita tinggi, gapailah cita-citamu, dst, dst. Ya, Indonesia harus bangga. Anda, saya, kita, semua yang mengaku bagian dari bangsa Indonesia, haus turut bangga atasa prestasi Ni Wayan Mertayani yang telah mengahrumkan nama Indonesia diantara 200 peserta dari negara-negara lainnya. Bagi Sepi, seolah semua mengalir begitu saja. Kejutan demi kejutan tak berhenti. Setelah prestasinya itu, Sepi juga diminta untuk menceritakan riwayat kesehariannya dalam bentuk buku. Dan sekarang ia telah menyelesaikan menulis sebuah buku yang berjudul Potret Terindah Dari Bali. Terakhir, Ni Wayan Mertayani dikejutkan lagi atas kesempatanya tampil di layar televisi. Sepi menjadi salah satu narasumber di acara talkshow yang penuh inspirasi dan motivasi, Kick Andy. Bahkan dalam acara itu, Sepi masih diberi kejutan lain, dengan tiba-tiba dihadirkannya tokoh penulis yang sangat ia senangi dan ia idolakan, Andrea Hirata.

“Sepi, teruslah bermimpi dan berkarya. Kami, bangsa ini, bangga dengan presatasimu.”

Catatan kaki : Tulisan ini terinspirasi oleh tayangan acara televisi Kick Andy pada tanggal 1 Mei 2011 y.l. Dituliskan kembali sebagai bentuk kebanggaan penulis terhadap Ni Wayan Mertayani yang menurut penulis telah mebanggakan bangsa ini, bangsa Indonesia. Semoga pula dapat memberi inspirasi bagi anak-anak yang lainya, yang mungkin tak sempat menyaksikan tayanagan tsb. Ucapan-ucapan dan pernyataan Sepi di atas, dikutip dari tayangan Kick Andy tsb.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun