Peristiwa ini terjadi pada suatu hari dalam tahun 2007, semasa pemerintahan KIB I.
Sebetulnya pada masa tertentu dan atau pada komunitas atau golongan tertentu, tidak ada yang salah dan tidak masaalah dengan parsel. Hanya saja jika kita ingat bahwa KPK pernah menyerukan agar pejabat berhenti menerima parsel terkait jabatan dan tugasnya, maka boleh jadi ketika itu akan jadi masaalah adanya pejabat menerima parsel. Karena selain himbauan KPK, kita juga ingat bahwa pemerintahan SBY juga mersepon dengan baik soal “penertiban” penerimaan parsel oleh seorang pejabat. Konon SBY, pada masa KIB I waktu itu sangat ketat sekali terhadap para menterinya terutama mengenai integritas. Konon juga SBY tidak mau kompromi masalah ini (integritas) Nah, bagaiamana jika yang menerima parsel itu Wakil Presiden ? bukankah ia juga bagian dari sebuah kabinet ?
JK pernah terima “parsel”?
Adalah Dr Dino Patti Jalal yang mengungkap seputar peritiwa ini dalam bukunya yang berjudul Harus Bisa – Seni Memimpin a la SBY. Pada salah satu bagian Dino menceritakan sebuah kejadian yang ia tuangkan dalam anekdot (hal. 122-123) bertajuk SBY, Kontrak Politik dan Mangga Ical.
Karena saya tak terlalu yakin bisa menceritakan ulang dengan baik, entah takut esensinya tidak tersampaikan atau karena takut salah dalam mengutip karena mungkin ada bagian penting yang tertinggalkan, maka dengan segala hormat kepada Bp Dr Dino Patti Jalal, saya mohon izin untuk menulis ulang bagian percakapan diawal suatu rapat kabinet , sebagaimana tertuang dalam buku Harus Bisa – Seni Memimpin a la SBY halaman 122-123.
Selanjutnya kepada pembaca, beginilah peristiwa itu ditulis :
Suatu hari di tahun 2007, (pak Dino lupa tanggalnya), di awal rapat Kabinet, Menko Kesra Aburizal (Ical) Bakrie, mengacungkan tangan melakukan interupsi meminta perhatian Presiden karena ada masalah mendesak.
Aburizal: “Bapak Presiden, mohon izin, saya ingin protes!!”
Presiden SBY: Ada apa Pak Ical?” SBY agak heran, karena Menko Aburizal biasanya kalem dan jarang sekali melakukan ‘interupsi’, apalagi sebelum sidang dimulai.
Aburizal: “Saya protes karena (Menteri Sekretaris Negara) Pak Hatta itu keterlaluan, Pak. Beberapa hari yang lalu, saya kirim mangga ke rumahnya, tapi ditolak dan dikembalikan ke saya. Saya tahu Pak Hatta itu orang jujur, tapi masak mangga saya dikembalikan!!”. Kontan saja, Presiden SBY dan seluruh Kabinet tertawa terbahak-bahak Pak Hatta yang duduk di seberang Pak Ical hanya menyengir masam, sambil tersipu-sipu.
Tidak dinyana, beberapa saat kemudian, Wapres melakukan ‘interupsi’: “Wah, saya juga mau protes, Pak!!”
SBY: “Silahkan,” sembari dalam hati bertanya, ada apalagi ini?
Wapres: “Saya ingin lapor, saya juga dapat kiriman mangga dari Pak Ical. Sudah saya makan dan memang enak sekali. Tapi jangan-jangan itu mangga yang ditolak Pak Hatta tadi yang dioper ke rumah saya!” Kali ini, Presiden SBY dan seluruh Kabinet, termasuk Pak Hatta, yang tertawa terpingkal-pingkal, kecuali Pak Ical yang tersenyum-senyum masam.
Haha… hehe…, ternyata “parsel” yang jadi pembentuk suasana cerita itu adalah buah mangga, sayapun ikut tertawa sendiri membaca peristiwa itu. Sampai-sampai sang istri tercintapun heran dan bertanya, “kenapa Yah.., kok tiba-tiba tertawa sendiri ? Memangnya buku apa sih yang dibaca ?”. Sayapun terpaksa menceritakan ulang dan, setelahnya saya tak tertawa sendiri lagi, sudah berdua dengan istri. Nah, sambil tertawa itulah saya ingat kompasiana dan nyeletuk, “ini saya harus bagi pada rekan-rekan kompasianer”, tentu saja bagi yang belum sempat membaca buku tsb.
Kepada rekan kompasianer saya yang sangat terhormat Bp M Jusuf Kala, semoga mengingatkan kembali kepada hal-hal kecil yang terjadi dalam perjuangan bapak, namun jadi catatan besar bagi sebagian yang lainnya. “Bener ngga sih pak, kisah itu ?”, hmhm.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H