Sip. Masalah terlewati. Lalu sampailah kami di pos utama sebelum pertama: tempat parkir. Ditanya bagaimana perasaanku, aku tak berani berprasangka sebelum sampai puncak lalu kembali pulang. Aku tak berani dibuai harapan setelah sebelumnya penuh dengan wacana. (wacana lagi! -_-) Tak mau menghabiskan banyak waktu, kami pun berlalu menuju loket. Cukup melelahkan. (Belum-belum sudah capek! Yah.... lemah!! Eh tapi beneran capek lho. Itung-itung pemanasan sih)
"Tujuh orang. Ganjil. Jangan naik ke Butak. Nanti ilang lho mbak."
Huaduh... aku bukan orang yang percaya hal-hal semacam ini. Percaya saja sama Yang Di Atas, melangkah dengan Shalawat, menjejak dengan Basmalah, melaju dengan rendah hati, Insya Allah aman. Seperti itu saja keyakinanku. Tapi tetap saja, kami harus menghormati bapak ini, penduduk sini, juga segala mitos yang ada.
"Temenan lho mbak, baru kemaren tiga orang (atau lima, aku lupa) ilang gak mbalik. Kalo tetep pengen naik, ke Panderman aja!". Sedikit informasi, Butak dan Panderman berada dalam satu jajaran pegunungan yang dikenal dengan nama Putri Tidur. Salah satu jalur pendakian menuju puncak Butak ialah jalur Panderman, yaitu yang sedang kami lalui ini.
Kami berunding sejenak dan tak ada yang percaya pada mitos. (meskipun kami juga tau mitos seperti itu--bahkan yang lebih ekstrem--banyak terjadi di gunung). Kami tetap pada niat awal, menuju puncak Butak. Melihat gelagat kami, bapak tadi kembali menasihati.
"Terserah lek sampean-sampean tetep mau naik. Saya cuma ngingatkan. Biar aman cari saja rombongan lain yang jumlahnya ganjil. Diajak bareng biar jadi genap."
"Nggih Pak maturnuwun. Monggo..."Â serentak kami menjawab dan langsung melaju. Tanpa prasangka apapun kami melanjutkan perjalanan.
"Ayo mas, mbak, barengan."
Ternyata tiga orang yang lebih dulu berbincang dengan si bapak sebelum kami sampai tadi juga hendak mendaki. Kupikir mereka sudah akan pulang. Melihat itu, kami lebih lega. Namun ternyata, tujuan mereka adalah puncak Panderman, bukan puncak Butak. Mungkin setengah jam (atau lebih) kami berjalan di jalur yang sama. Sampai di persimpangan, kami kembali harus memutuskan, mau lanjut bertujuh ke Butak, atau bersepuluh ke Panderman......