Kembali lagi dengan kuliner khas Situbondo! Kali ini saya akan memperkenalkan camilan sedap yang baru saya kenali saat pulang kampung dalam rangka liburan tahun baru 2019 yang belum lama berlalu. Suatu hari di masa liburan itu, ibu saya membawa seplastik makanan, sejenis batagor tapi kok tidak ada bumbunya. Saya pun bertanya, "apa ini?"
"Ji hu," jawab ibu saya.
"Hah?" saya masih belum yakin. "Ji hu," jawab ibu saya lagi. Ini pentol atau apa sih, kayak batagor gini loh. Namanya apa pula, nama aktor drama korea dipake segala. Pada percobaan pertama itu, saya coba makan pakai kecap karena saya rasa terlau kering. Setelah berkutat dan mengamati rasa-rasa pada makanan kecil ini, saya baru menemukan faktanya.
"Ji hu: Kanji-tahu."Â
Dyengggggggg!!!! Ternyata jihu adalah singkatan dari kanji dan tahu. Beberapa hari setelahnya, saya diajak untuk membeli langsung dari pembuatnya. Kuylah, biar nggak penasaran. (kuy=yuk, dari budaya bahasa arek Malang yang susunan katanya dibolak-balik)
Saya tidak tahu berapa harganya di daerah kota, tapi di Situbondo saya membelinya dengan harga 2 ribu rupiah untuk 10 potong tahu.Â
Selain tahu, kita juga harus menyiapkan adonan kanjinya. Bahannya cukup tepung kanji, sedikit tepung terigu, garam, dan lada atau bumbu lain sesuai selera. Saya sih suka kalau ditambah daun bawang.Â
Kalau yang dijual di pinggir-pinggir jalan, bumbunya cukup garam dan penyedap. Oh ya, tepung terigunya cukup sedikit saja agar adonan tidak terlalu lembek dan kenyal sempurna.
Selanjutnya, aduk saja adonan tepung tadi bersama sedikit air lalu masukkan ke dalam daging tahu yang sudah kita belah salah satu sisinya. Tahu yang sudah berisi kanji ini perlu dikukus sebentar. Setelah dingin dan kenyal, kanji-tahu ini dipotong kecil-kecil menjadi  beberapa bagian.
Haluskan bawang putih, cabai, dan garam dengan jumlah yang disesuaikan dengan porsi tahu yang akan dihidangkan. Kalau ibu saya yang beli pasti request gak usah pake micin. Sip, anak-anaknya dibentuk menjadi generasi anti micin.Â
Oh ya, kita juga bisa request seberapa pedas rasa yang kita mau, kalau saya sih cukup satu buah cabe yang masih hijau. Setelah racikan bumbu selesai, kita campur bumbu ini dengan tahu yang sudah ditiriskan dari penggorengan.Â
Selanjutnya, terserah kita deh mau langsung membungkusnya untuk dibawa pulang atau membiarkannya didistribusikan pada penjual jajan keliling. Lebih enak sih langsung santap waktu masih anget. Kriuk-kriuk tahunya masih kerasa.
Akhir kata, inilah penganan kecil yang sedang booming di kota santri Situbondo tercinta. Dalam benak saya, makanan yang aslinya hanya dibungkus plastik seperti jajanan pentol depan SD ini jika diadaptasi ke kota besar pasti berubah kemasannya menjadi stereofoam plus dengan pilihan bermacam topping ala-ala jajanan hits. Selain statusnya yang berubah, harganya pun pasti melonjak dari yang seharusnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H