Mohon tunggu...
puspalmira
puspalmira Mohon Tunggu... Freelancer - A wild mathematician

Invisible and invincible IG: almirassanti

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jernih dan Hitam Antara Kabut dan Merah Jambu, Part 2

22 Januari 2019   12:16 Diperbarui: 3 Februari 2019   21:32 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semalam, aku tertidur di awan kelabu. Aku terus berpikir bagaimana jika aku terjatuh padahal aku ingin melihat pelangi. Lalu degup jantungku mengatakan sesuatu. "Tenang gadisku. Kalau kau terjatuh, kau akan terjatuh bersama-sama."  Benar juga. Sama sekali tak masalah buatku. Tapi aku takut. Bagaimana jika aku terjatuh sebelum sempat menyentuhnya? Bagaimana?

Kabut perlahan menipis. Kilau perlahan bercahaya. Apakah ini serangan fajar? Namun warna merah jambu belum memudar. Aku benar-benar tak tahu yang akan terjadi. Aku tak mampu berangan-angan lagi. Tapi kabut perlahan menipis. Aku harus segera bergerak kecuali ingin dihempas angin jahat. Aku mencoba mencari celah.

Di bawah sana, bukan sosok itu yang kulihat. Aku berkeliling mencarinya. Tak kutemukan bayangnya. Berseru dalam kebisuanku, aku memanggilnya. Hening. Tak ada jawaban. Yang ada hanya burung-burung yang berkicau di atas tanah lapang. Tanah lapang? Oh, tunggu! Bukankah seharusnya aku ada di sana?

Aku mencoba berdiri, terjun ke tanah lapang itu. Apa daya, jiwa ini sudah terlalu rapuh untuk tak bergeming. Rapuh seperti pijakan yang sebentar lagi akan menguap bersama matahari ini.

Segera setelah itu, sebuah kekuatan sepertinya datang. Teriakan ini mulai berserak. Kanvas kosong sudah di genggaman. Aku melewati burung-burung yang berkicau dan tak tahu yang akan terjadi. Satu hal, jantungku tak berdegup lagi. Aku telah mati. Hari ini.

Aku berbalut kerindangan pagi.

Ada lega yang menyusuk ke dalam ruang hati. Aku belum sampai pada pendaratanku dan karenanya aku sangat bersyukur. Di tanah lapang itu teriakan-teriakan mereka membusuk. Membusuk dalam hati dan pikiran mereka sendiri. Mereka tertembak mati. Kupikir burung-burung tadi adalah pelakunya. Ternyata aku salah. Mereka tak melakukan apa-apa.

Dan dalam hamparan kabut merah jambu, aku berbalut pagi. Mereka tetap tertembak mati. (2 Mei 2014)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun