Hanya perasaan khawatir akan datangnya gelap dan hujan yang merusak kenikmatan dan memaksa untuk mempercepat langkah. Satu jam, kami tiba di Sumber Siji. 'Woooaaaaaahhhh...... segarnyaaaa'. A
ku tak ingat lagi bahwa yang kucari adalah tujuh air terjun. Aku sudah puas sampai di sini. Mungkin juga karena lelah, sampai-sampai aku tak ingat bahwa seharusnya yang kutemui adalah tujuh air terjun, bukan satu.
Euforia tidak berlangsung lama. Kawanku langsung mengajak berjalan. 'Apaaa??? Masih belum sampai??' Kami pun mendaki lagi. Pendakian terakhir ini memakan waktu 15 menit saja, namun dengan medan lebih sulit. Jika kalian melihat-lihat foto di google, pasti foto yang didapat berbeda-beda, bergantung pada kondisi alam saat itu.Â
Berhubung aku datang di musim penghujan yang rawan longsor, anak tangga yang dulu dibentuk pun sudah tinggal separo. Sisanya hanya tanjakan curam setapak yang juga dibalur dengan sisa-sisa longsoran. Untuk sampai di atas, kami berpegangan pada (tali) tampar yang sudah terpasang sepanjang tanjakan.
Akses menuju Sumber Papat yang tinggal sedikit lagi tak memungkinkan untuk kami taklukkan. Pertama karena sudah lelah, kedua karena jalan setapaknya becek dan longsor, ketiga karena khawatir kemalaman.Â
Aku tak mau tertinggal di tengah hutan hanya berdua saja. Bahkan, kami juga tak bisa mendekat pada kaki Sumber Pitu. Padahal di sana sudah terpasang dua pasang bendera merah putih yang siap menyambut.
Akhirnya setelah kabut yang menutup hari, kami tutup pula perjalanan hari itu. Kembali tidak mendapatkan tiket kereta, aku menginap kembali dan pulang keesokan paginya.... Sampai jumpa lagi di escapes selanjutnya!!! (al)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H