Mohon tunggu...
almira nahla
almira nahla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kedokteran

Saya adalah Mahasiswa Kedokteran di Universitas Kedokteran Airlangga Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Aku dan Filosofi Teras

13 Juni 2022   22:42 Diperbarui: 13 Juni 2022   23:22 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kecil, saya memiliki isu besar terhadap body image saya. Dulu saya merupakan anak yang sangat kurus dan susah makan. Kemudian setelah saya beranjak besar, kira-kira waktu saya kelas 4 SD, saya mulai menggemuk. Apakah hal ini merupakan sesuatu yang buruk? Semuanya tergantung bagaimana seseorang melihat peristiwa ini. Orang tua saya sangat senang mengetahui bahwa saya tidak sungkan untuk mencoba berbagai makanan baru dan pada akhirnya mau menghabiskan porsi makan saya.

Tetapi, suatu saat bertemulah titik dimana saya mulai jadi bahan perbincangan. Kata 'gemuk' yang pada awalnya merupakan kata sifat berubah menjadi kata hinaan utuk saya. Saat naik ke bangku SMP saya merasa terkucilkan karena teman-teman saya mulai mempunya badan dengan bentuk yang indah sesuai umurnya. Saya sebagai salah satu orang terpendek di angkatan saya dan memiliki badan yang gemuk mulai merasa tidak percaya diri. 

Hal ini terus terjadi hingga saya duduk dibangku SMA kelas 2. Saya terus menutupi badan saya dengan pakaian-pakaian oversized agar orang-orang tidak dapat melihat lekukan maupun bantalan-bantalan lemak di tubuh saya. Tetapi dengan pakaian-pakaian itu juga membuat saya terlihat lebih besar dari yang sebenarnya. 

"Sungguh lelahnya." batin saya. Setiap harinya saya harus terus menggunakan baju yang lebih besar dari saya sedangkan saya ingin seperti teman-teman seumuran saya yang lainnya yang menggunakan baju yang memeluk tubuh mereka dengan sempurna. Tetapi, tentu saja orang-orang tidak ingin melihat lipatan lemak saya, kan? Pikir saya.

Semenjak itu saya memulai diet ekstrem dimana saya hanya makan dengan asupan kalori yang sangat dikit menjauhi dari yang disarankan setiap harinya. Pada awalnya niat saya adalah untuk menjadi lebih sehat dan mendapatkan badan yang ideal merupakan tambahannya saja. Semakin lama niatan itu bergese hanya untuk penampilan saja tanpa memikirkan kesehatan saya.

Awalnya memang semuanya berjalan dengan baik. Badan saya mulai terbentuk dan menjadi lebih ideal dan saya sudah mulai bisa menggunakan baju sesuai bentuk tubuh saya. Melihat semuanya berjalan dengan lancar, saya menjadi terobsesi untuk menjadi kurus sekali agar saya dapat menggunakan baju apapun yang saya temukan tanpa memikirkan apakah baju itu akan muat atau tidak.

Tetapi, saya mulai merasakan efek samping dari defisit kalori yang sebegitu ekstremenya. Banyak sekali yang berubah pada tubuh saya yang condong ke arah yang buruk. Kemudian juga saya mulai develop an eating disorder yang lumayan parah. Saya sadar, ini bukanlah yang saya mau. Saya tidak ingin tubuh yang tidak realistis itu terbayar dengan kesehatan saya. Saya ingin memiliki tubuh yang sehat dan kuat agar bisa menjalani pendidikan saya lebih lanjut tanpa ada masalah.

Maka, saya berhenti melakukan diet ekstrem. 

Dengan itu, berat badan saya perlahan naik ke semula. Banyak sekali hal-hal yang terlintas dipikiran saya tentang bagaimana seseorang akan berpikir tentang saya, apakah mereka akan mengejek saya, dan apakah seseorang akan tetap menganggap saya menarik walaupun saya tidak lagi memiliki tubuh yang ideal. 

Pemikiran-pemikiran ini makin lama semakin meracuni saya. Membuat saya idak ingin berinteraksi dengan orang luar, membuat saya menjadi anti-sosial, dan membuat saya malu pada diri sendiri untuk menunjukan diri saya pada lingkugan luar. Saya merupakan seseorang ekstrovet dan butuh interaksi sosial yang tinggi. Semakin lama saya mengendap di dalam kenyamanan saya, maka akan semakin jenuh dan semakin tidak sehat tubuh saya secara fisik dan mental.

Dengan pemikiran itu semua, saya kemudian disarankan oleh paman saya untuk membaca buku tentang filosofi yang pada akhirnya menenangkan. Nama bukunya adalah Filosofi Teras. Setelah membaca buku tersebut, saya menganut suatu prinsip filosofi yaitu Stoicism dimana ada dua hal di dunia ini, yaitu hal yang bisa diatur dan yang di luar kendali manusia. Kita sebagai manusia tidak dapat mengubah hal-hal yang tidak bisa diatur bagaimanapun itu. 

Bagi saya, semua kata-kata dan pertanyaan yang dilontarkan orang-orang yang di sekitar saya terkait tubuh saya bukanlah suatu hal yang dapat saya atur. Bagaimana mereka bertingkah dan bagaimana mereka berpresepsi atas saya tidak dapat saya atur. Semuanya adalah di luar kendali saya. Lantas, apa yang dapat saya atur? Pembawaan saya untuk membentuk bagaimana orang lain akan berpresepsi atas saya. 

Bagi saya, berusaha untuk terlalu menghiraukan apa yang orang pikir tetang saya merupakan sesuatu yang melelahkan. Orang lain adalah insan yang berbeda dengan kita. Mereka mempunya pemikiran dan akal sendiri yang tidak bisa kita atur. Tidak perlu kita terlalu khawatir akan apa yang orang lain pikirkan terhadap kita. Bagaimana oang lain bersiap merupakan cermin dari kemampuan nalarnya tersendiri. Dari situ kita dapat lihat sebenarnya orang ini wataknya seperti apa. Kita boleh mengingatkan mereka, tetapi tidak boleh berusaha keras untuk mengubah mereka. 

Dengan prinsip inilah saya mulai dapat menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan menjadi lebih enjoy dalam segala hal yang saya lakukan tanpa peduli omongan orang lain. Saya hanya perlu menampilkan diri dengan sebaik-baiknya, menerima diri saya apa adanya, dan membuktikan bahwa saya bukan hanya sekedar penampilan tetapi saya memiliki pemikiran yang cerdas.

Inilah diri saya. Bagaimana saya mempersembahkan diri saya pada muka umum. Bagaimanapun presepsi orang lain terhadap bentuk tubuh saya ataupun perlakuan saya merupakan hal di luar kendali saya. Tentu saja semuanya tetap dilakukan dengan moderasi. Jika ada kesalahpahaman akan saya luruskan baik-baik tanpa ada unsur paksaan. 

Karena saya adalah saya, mereka adalah mereka, kamu adalah kamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun