Mohon tunggu...
Almirah Vita Sahdhani
Almirah Vita Sahdhani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Universitas Airlangga

Mahasiswa aktif Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Amerika yang Kini Mulai Kehilangan Senjatanya

31 Mei 2023   20:30 Diperbarui: 31 Mei 2023   20:35 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak diperkenalkannya dollar sebagai mata uang perdagangan dunia setelah Perang Dunia II, dollar menjadi mata uang yang dominan dan banyak negara menggunakan dollar sebagai patokan nilai tukar pada akhirnya. Namun dengan waktu, mulai terlihat gejala bahwa negara-negara mulai meninggalkan dollar sebagai mata uang perdagangan.

Ketidakpercayaan terhadap dollar sebagai mata uang perdagangan bermula setelah krisis finansial yang terjadi pada tahun 2008. Krisis ini memunculkan kekhawatiran bahwa dollar sebagai mata uang perdagangan dunia tidak lagi stabil, sebab Amerika Serikat (AS) sendiri dalam situasi sulit dengan defisit anggaran yang semakin bertambah.

Salah satu contoh negara yang secara terang-terangan melakukan diversifikasi mata uang yaitu Rusia. Dalam beberapa tahun terakhir, Rusia mulai mengalihkan cadangan valasnya dari dollar ke mata uang lain seperti yuan China dan euro. Langkah ini dilakukan oleh pemerintah Rusia sebagai bentuk perlindungan terhadap sanksi ekonomi yang diberikan oleh AS dan Uni Eropa.

Tidak hanya Rusia, negara-negara lain juga mulai melakukan hal yang sama. China sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua dunia setelah AS, juga secara perlahan mulai meninggalkan dollar sebagai mata uang perdagangan. Pada bulan Maret tahun 2018, China bahkan menyatakan rencananya untuk memperluas pasar valas untuk yuan, dan memperkenalkan crude oil futures yang bisa diperdagangkan dengan mata uang yang diterima di dunia.

Eropa pun tak mau ketinggalan. Uni Eropa saat ini tengah merundingkan pembentukan sebuah alternatif mekanisme pembayaran untuk transaksi perdagangan internasional demi menghindari sanksi ekonomi yang dilakukan AS. Alternatif ini akan menggunakan euro sebagai patokan nilai tukar.

Semakin banyaknya negara yang meninggalkan dollar sebagai mata uang perdagangan akan memperlemah nilai dollar itu sendiri. Hal itu akan memberikan dampak pada investor dan eksportir AS, yang akan merasa keberatan dengan menurunnya daya beli untuk produk AS di pasar internasional.

Selain itu, kekhawatiran akan terjadi krisis ekonomi terkait stabilitas dollar sebagai mata uang perdagangan dunia juga harus menjadi perhatian. Dalam beberapa kali, negara-negara seperti China dan Rusia selalu mengingatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap dollar untuk menghindari krisis ekonomi di masa depan.

Namun, AS sendiri menolak bahwa dollar akan terdepresiasi akibat perubahan ini. Menurut AS, dollar masih akan tetap menjadi mata uang utama dunia, meskipun diversifikasi mata uang semakin meningkat.

Kesimpulannya, kepercayaan terhadap dollar sebagai mata uang perdagangan dunia semakin menurun. Beberapa negara besar seperti Rusia, China, dan UE mulai melakukan diversifikasi mata uang demi menjaga stabilitas ekonomi mereka. Hal ini akan berdampak pada perekonomian AS dan potensi terjadinya krisis ekonomi global. Sehingga, langkah-langkah pengendalian dan pemenuhan kepercayaan terhadap dollar sebagai mata uang perdagangan dunia harus segera dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun