Sebagai mahasiswa yang berperan sebagai agent of change, kemampuan berpikir kritis menjadi fondasi utama dalam membentuk masyarakat yang lebih baik. Generasi Emas 2045, yang akan menjadi tulang punggung kemajuan ekonomi, teknologi, dan sosial, mengandalkan mahasiswa masa kini untuk membawa dampak positif melalui pemikiran kritis dan konstruktif.Â
Sayangnya, menurut data PISA (Program for International Student Assessment) 2019, Indonesia berada pada kuadran low performance dengan high equity dengan artian bahwa Indonesia memiliki kemampuan berpikir kritis yang rendah tetapi memiliki sumber daya yang tinggi. Oleh karena itu, mahasiswa perlu didorong untuk berpikir kritis agar dapat membangun hubungan yang harmonis dan berkontribusi dalam menciptakan masa depan yang cerah.
Pemikiran aksiologi, cabang filsafat yang mempelajari nilai-nilai seperti kebenaran, kebaikan, dan keindahan, memainkan peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Menerapkan prinsip logika berpikir aksiologi dalam kehidupan sosial memiliki banyak manfaat. Ini termasuk kemampuan untuk menganalisis dan menyoroti peranan nilai-nilai serta mengarahkan perilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut.Â
Hal ini dapat membantu mengurangi konflik sosial dan membangun masyarakat yang lebih inklusif dan damai. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang nilai-nilai aksiologi melalui penelitian yang membahas cara penerapan logika berpikir aksiologi dalam kehidupan masyarakat.Â
Untuk menjawab kebutuhan ini, tim kami yang terdiri dari 8 mahasiswa program studi Manajemen angkatan 2023, telah melakukan penelitian berjudul "Aktualisasi Logika Berpikir Aksiologi dalam Kehidupan Bermasyarakat pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) di Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Jakarta (UPNVJ)".Â
Dalam penelitian ini, kami melakukan wawancara langsung dengan 16 informan, yaitu mahasiswa-mahasiswi FEB di UPNVJ dan berdiskusi dengan dosen kelas besar mata kuliah filsafat ilmu dan logika, yakni Bapak Daniel Hutagalung, Ph.D. sebagai narasumber untuk memberikan tanggapan dan insights.
Dalam proses interview, kami memberikan kasus kepada mahasiswa berupa:
"Seorang mahasiswa mendapat kesempatan memimpin proyek penyuluhan di desa sekitar untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan dan kesehatan. Dengan anggaran terbatas, mahasiswa harus memutuskan cara terbaik untuk menyampaikan pesan-pesan tersebut kepada penduduk desa."
Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang kami berikan kepada para mahasiswa dalam interview:Â
1. Bagaimana Anda akan merencanakan dan melaksanakan  penyuluhan ini dengan anggaran dan sumber daya yang terbatas?
2. Demi meningkatkan dampak proyek kepada masyarakat desa, pihak mana yang akan anda ajak untuk bekerja sama?Â
3. Bagaimana Anda akan memastikan bahwa pesan-pesan yang disampaikan relevan, mudah dimengerti, dan dapat diterapkan oleh penduduk desa?
4. Bagaimana cara Anda mempertimbangkan kebutuhan khusus untuk kesenian dan budaya lokal dalam merencanakan penyuluhan?
5. Bagaimana Anda mengevaluasi keberhasilan proyek ini dan memastikan dampaknya berkelanjutan bagi masyarakat desa?Â
Indikator yang kami gunakan untuk menilai apakah jawaban mahasiswa tersebut telah menerapkan aksiologi adalah dengan mempertimbangkan nilai-nilai aksiologi dan prinsip-prinsip aksiologi. Nilai-nilai aksiologi terdiri dari kebaikan, keadilan, dan keindahan. Kebaikan menekankan  pertolongan dan kebaikan hati, keadilan menyoroti kesetaraan, sedangkan keindahan merujuk pada pandangan tentang keindahan dalam seni dan alam.Â
Prinsip aksiologi juga terbagi menjadi tiga prinsip, yakni Moral Conduct, Esthetic Expression, dan Socio Political Live. Moral Conduct membimbing individu dalam membedakan antara benar dan salah secara etis, Esthetic Expression mengevaluasi keindahan dalam seni dan budaya, serta Socio Political Live mencakup interaksi dari segi aspek sosial dan politik kehidupan manusia dalam masyarakat. Ketiga nilai dan prinsip ini menjadi tolok ukur dalam penelitian ini.
Kemudian, kami membagi hasil penelitian menjadi 5 indikator, yakni "Sangat Kurang" untuk mahasiswa dengan 1 implementasi aksiologi, "Kurang Baik" untuk mahasiswa dengan 2 implementasi aksiologi, "Cukup" untuk mahasiswa dengan 3 implementasi aksiologi, "Cukup Baik" untuk mahasiswa dengan 4 implementasi aksiologi, "Sangat Baik" untuk mahasiswa dengan 5 implementasi aksiologi.
Dari hasil penelitian terhadap 16 informan, mayoritas mahasiswa, yakni 81,25%, mampu menjawab pertanyaan dengan mempertimbangkan aspek-aspek aksiologi seperti "Why" dan "How," sehingga menunjukkan pemahaman mendalam tentang aksiologi. Di sisi lain, 12,5% mampu menjawab pertanyaan dengan cukup baik, dan 6,3% menjawab pertanyaan dengan baik. Hebatnya, tidak ada satupun mahasiswa yang memiliki implementasi aksiologi kurang dari 3, sehingga tidak ada mahasiswa dengan indikator kurang baik atau sangat kurang dalam menerapkan aksiologi. Mari kita breakdown hasil penelitian satu per satu!
Dari segi nilai aksiologi, ditemukan bahwa 52,5% dari total jawaban yang diberikan menerapkan nilai keadilan, 26,25% menerapkan nilai kebaikan, sementara hanya 15% jawaban yang memperhatikan nilai keindahan. Hal ini menunjukkan pentingnya meningkatkan kesadaran akan keindahan. Namun, hanya sebagian kecil, yaitu 6% dari total jawaban, yang tidak memperhatikan nilai aksiologi.
Dari segi prinsip aksiologi, sebanyak 48,8% dari total jawaban menerapkan prinsip socio-political live, 22,5% menerapkan prinsip moral conduct, dan 22,5% menerapkan prinsip esthetic expression. Fakta ini menunjukkan bahwa nilai-nilai aksiologi membantu mereka berinteraksi dengan bijaksana dan penuh empati. Namun, hanya sekitar 6,3% dari total jawaban yang tidak menerapkan prinsip aksiologi.
Dari hasil interview ini, kita dapat mengetahui bahwa mahasiswa FEB di UPNVJ dengan hebatnya telah berhasil menerapkan logika berpikir aksiologi dengan baik. Hal ini mengindikasikan bahwa kesadaran akan pentingnya nilai-nilai aksiologi telah tercermin dalam pemikiran dan tindakan mahasiswa, yang merupakan landasan yang kokoh untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Namun, apa faktor yang memungkinkan mahasiswa FEB di UPNVJ untuk berhasil menerapkan logika berpikir aksiologi dengan baik?
Untuk menjawabnya, kami melakukan sesi diskusi dengan dosen kelas besar mata kuliah filsafat dan ilmu logika di UPNVJ, yakni Bapak Daniel Hutagalung, Ph.D. Menurut Pak Daniel, faktor yang mempengaruhi mahasiswa dalam menerapkan logika berpikir aksiologi adalah alur berpikir individu tersebut mengenai "What", "How to", dan "Why".
"Kita ingin mencari apa sih dalam hidup ini?"
"Bagaimana ya cara kita mendapatkan pengetahuan dalam kehidupan?"
"Bagaimana kita dapat melakukan dan menjalankannya?"
Menurut Pak Daniel, pada umumnya, kendala dan tantangan yang dihadapi dalam menerapkan konsep aksiologi adalah bagaimana kita dapat merumuskan dan memecahkan masalah tersebut, serta tindakan apa yang perlu dilakukan. Sayangnya, di Indonesia, generasi muda cenderung terlambat dalam belajar mengenai logika berpikir. Di negara lain, sudah ada materi mengenai logika di dalam kurikulum pendidikan sejak SMP ataupun SMA. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda disarankan untuk sering berliterasi digital dan mencoba untuk menganalisis argumentasi-argumentasi yang kita lihat dari debat yang ada di TV, sosial media, dan lain lain.Â
Secara garis besar, nilai-nilai aksiologi, seperti kebaikan, keadilan, dan keindahan, memainkan peran penting dalam membentuk masyarakat yang harmonis. Mahasiswa sebagai agent of change memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan pemikiran kritis dan menerapkan prinsip aksiologi dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun masih ada ruang untuk peningkatan kesadaran akan keindahan, keseluruhan nilai-nilai aksiologi membentuk dasar yang kuat untuk kehidupan bermasyarakat yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Selain itu, penelitian ini berhasil mengidentifikasi bahwa mayoritas mahasiswa FEB di UPN "Veteran" Jakarta mampu menerapkan logika berpikir aksiologi dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Namun, tantangan dalam merumuskan solusi dan tindakan masih ada, dan ada kebutuhan untuk lebih menekankan literasi digital dan analisis argumentasi sebagai bagian dari pembelajaran logika berpikir di kalangan generasi muda.
Dengan demikian, penelitian ini memberikan pandangan yang berharga tentang pentingnya nilai-nilai aksiologi dan logika berpikir aksiologi dalam membentuk masyarakat yang lebih baik, serta menyoroti upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi inspirasi untuk terus mengembangkan dan menerapkan nilai-nilai aksiologi dalam setiap aspek kehidupan, demi terciptanya masyarakat yang lebih adil, harmonis, dan berkelanjutan.Â
Mari kita bersama-sama berkontribusi dalam membangun masa depan yang lebih baik melalui logika berpikir dan aksi nyata!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H