Sumber : https://nasional.tempo.co
1. Pendahuluan
Kasus terorisme di Indonesia bukanlah hal baru mengingat kembali Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang dalam terorisme seperti Bom Bali I, Bom Bali II, Bom Mariot, Hingga Bom Sarinah. Bom Sarinah yang terjadi pada 2016 merupakan aksi yang diklaim oleh ISIS yaitu sebuah kelompok teroris dari Syria dan Suriah (Tempo, 2016). Kelompok teroris Islamic State Of Iraq And Syria atau dikenal sebagai ISIS membuat adanya perhatian oleh masyarakat internasional karena kelompok tersebut menimbulkan ancaman yang serius bagi dunia melalui berbagai macam tindakan radikalnya. Di Indonesia sendiri ISIS telah dikenal sejak tahun 2014 dengan beberapa pengikut ISIS di Indonesia yang mendeklarasikan kesetiaannya kepada pemimpin ISIS (Nainggolan, 2016), penyebaran ISIS sendiri dilakukan dengan berbagai propaganda melalui berbagai instrumen media sosial. Berbagai macam aksi aksi dilakukan oleh Pro-ISIS di Indonesia untuk mencapai tujuannya.
Saat ini terorisme tidak hanya melibatkan satu gender saja tetapi perempuan juga ikut berperan dalam melakukan aksi terorisme, kelompok terorisme saat ini diyakini meningkat baik di tingkat nasional maupun internasional semenjak diyakininya perempuan berperan aktif dalam terorisme. Keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme membuat kelompok terorisme bisa lebih luas dalam menjalankan aksinya. Tidak hanya itu tetapi keterlibatan perempuan dalam terorisme juga membuat adanya ketakutan keamanan nasional maupun internasional dalam memerangi terorisme. Selain berperan dalam aksi terorisme, perempuan juga berperan dalam pencegahan terorisme dan radikalisme, bisa dikatakan bahwa perempuan dalam terorisme berperan sebagai penjahat dan polisinya. Peran dalam pencegahan sendiri perempuan memiliki banyak cara untuk mencegah terorisme dan radikalisme.
Saat ini Indonesia juga dihantui oleh peran perempuan dalam terorisme pasca masuknya ISIS di Indonesia pada tahun 2014, Perempuan sendiri memiliki berbagai macam posisi dalam terorisme. Posisi perempuan dalam terorisme dibagi menjadi 2 yaitu peran tidak langsung dan peran langsung yang nantinya peran tersebut memiliki tujuan dan tugasnya masing masing.
2. Pembahasan
- Radikalisasi Perempuan Indonesia Dalam Terorisme
Semenjak kedatangan ISIS di Indonesia pada tahun 2014 terorisme tidak lagi memandang usia maupun gender, saat ini anak anak maupun perempuan juga ikut dalam aksi terorisme meskipun memiliki peran yang berbeda beda yaitu perang langsung ataupun tidak langsung. Untuk menggaet perempuan agar bisa terdoktrin tentunya ISIS memiliki strategi dalam hal tersebut, ada beberapa titik lemah perempuan yang telah kelompok teroris ketahui sehingga kelompok teroris sudah paham untuk mempengaruhinya. Perempuan dan anak sendiri berada dalam pusaran terorisme yaitu sebagai kelompok rentan terpapar, korban, dan pelaku.
Selain itu ada beberapa faktor yang menyebabkan perempuan rentan paham radikalisasi di Indonesia, yang pertama adalah faktor budaya patriarki, budaya patriarki di Indonesia menimbulkan perempuan di Indonesia merasa dianggap tidak mampu dan hanya diperbolehkan mengurus pekerjaan rumah saja, hal tersebut membuat adanya rasa jenuh yang membuat perempuan mudah dimasuki paham radikalisasi. Lalu yang kedua adalah ekonomi, penghasilan ekonomi di Indonesia sangatlah rendah yang membuat kemiskinan masih terjadi, hal ini membuat kelompok teroris di Indonesia dapat mendoktrin perempuan di Indonesia dengan imbalan ekonomi. Dan yang ketiga adalah akses informasi, globalisasi saat ini menjadi media terorisme dalam menyebarkan propagandanya maka tidak heran jika perempuan Indonesia dapat terdoktrin melalui akses informasi.
Pada dasarnya seseorang terpapar radikalisasi secara cepat itu relatif akan tetapi perempuan lebih cepat dan perempuan cenderung lebih sulit untuk di deradikalisasi. Lingkungan sekitar juga menjadi salah satu faktor masuknya radikalisasi terhadap perempuan, doktrin yang terjadi di lingkungan sekitar lebih cepat dibandingkan dengan doktrin yang ada di media lainnya. Beberapa tahun telah terjadi aksi terorisme yang telah dilakukan oleh perempuann di Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa terorisme perempuan di Indonesia masih marak terjadi meskipun sangat sempit pergerakannya. Radikalisasi perempuan di Indonesia masih sangatlah rentan dikarenakan beberapa faktor yang telah dijelaskan di atas terutama pada faktor ekonomi yang membuat perempuan terlalu mudah untuk diradikalisasi, meskipun radikalisasi perempuan dalam terorisme tidak langsung membuat perempuan sebagai aktor aksi terorisme tetapi peran perempuan bisa dimulai dari peran tidak langsung seperti sebagai support system kelompok terorisme.
Meskipun sangat jarang ditemukan keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme akan tetapi semua aksi aksi teroris di dunia diyakini melibatkan perempuan didalamnya, di Indonesia sendiri radikalisasi perempuan dalam terorisme masih terus dilakukan dan akan terus meningkat. Untuk menghentikan dan meningkatnya adanya radikalisasi perempuan dalam terorisme maka diperlukan aksi nyata agar pencegahan dapat dijalankan.
- Keterlibatan Perempuan Dalam Terorisme Di Indonesia Pasca ISIS
ISIS merupakan kelompok teroris yang sangat berbahaya bagi keamanan nasional maupun internasional dikarenakan tindakan radikal yang dilakukannya, untuk mencapai tujuannya ISIS selalu memiliki strategi baru agar dapat menjalankan aksinya dengan baik. ISIS telah muncul di Indonesia sejak 2014 dan sejak saat itu ISIS memiliki jaringan di Indonesia, di Indonesia ISIS telah menandakan bahwa adanya strategi baru yang terpakai yaitu merekrut dan melibatkan perempuan dalam terorisme. Maka dari itu sejak kedatangan ISIS di Indonesia teroris perempuan di Indonesia semakin meningkat dan semakin aktif dalam aktivitas terorisme di Indonesia. keaktifan perempuan dalam aktivitas terorisme di Indonesia pasca ISIS sendiri terjadi dikarenakan jaringan ISIS di Indonesia yang semakin luas dan persebaran paham radikalisme yang menyerang perempuan dan perempuan sendiri dapat dikatakan sangat cepat dalam radikalisasi.
Keaktifan perempuan dalam terorisme di Indonesia pasca ISIS sendiri memiliki berbagai peran yang dibagi menjadi 2 yaitu peran tidak langsung (pendukung) dan peran langsung. Peran tidak langsung (pendukung) adalah peran yang mendukung jaringan ISIS namun tidak ikut terlibat dalam aksi terorisme (Musfia, 2017). Dalam posisi tersebut perempuan digunakan sebagai pendukung secara sikap sosial, finansial, dan material. Peran pendukung ini biasanya datang dari simpatisan perempuan ISIS di Indonesia yang diantaranya hanya bergerak pada forum diskusi, lalu pada peran tidak langsung perempuan juga digunakan sebagai alat propaganda sebagai alat menyatakan aspirasi. Perempuan dalam peran tidak langsung terorisme berperan sebagai pendukung moral seperti ibu, istri, dan pengasuh. Intinya adalah dalam peran tidak langsung ini perempuan hanya digunakan sebagai alat pendukung tanpa melaksakan aksi terorisme, di Indonesia sendiri perempuan sangat rentan berperan tidak langsung daripada peran langsung dalam terorisme. Selain itu strategi dan taktik NIIS Internasional menggunakan perempuan dalam peran sebagai pasukan artileri dan juga pelaku bom bunuh diri. Wacana feminisme juga menyimpulkan perempuan sebagai kelompok yang paling dapat diandalkan dalam segi loyalitas dan juga kesetiaan. Selain itu, secara sosiologis perempuan merupakan sebuah kelompok yang rentan.
Sedangkan dalam peran langsung dalam terorisme perempuan memiliki berbagai macam peran, peran tersebut merupakan aksi nyata bukan hanya sekedar pendukung. Terdapat berbagai macam peran perempuan dalam perang langsung terorisme, peran yang pertama adalah sebagai keterlibatan langsung tetapi bukan sebagai pelaku bom bunuh diri, di Indonesia posisi tersebut ditempati oleh beberapa perempuan seperti Umi Delima, Rosmawati, dan Tini Susanti yang tergabung aktif kedalam kelompok MIT pimpinan Santoso. Perempuan lainnya yaitu Tutin Sugiarti dan Arinda Putri Maharani dari jaringan ISIS Bahrun Naim melalui Solihin (IPAC, 2017), dalam peran tersebut perempuan dilibatkan langsung seperti di camp pelatihan dan ikut serta dalam aksi baku tembak. Lalu peran yang kedua dalam peran langsung terorisme perempuan adalah sebagai recruiter, dalam peran ini perempuan sebagai penerima atau perekrut anggota baru untuk dijadikan teroris laki laki maupun perempuan. Dan yang ketiga adalah perempuan berperan langsung dalam aksi pelaku bom bunuh diri, pada peran ini perempuan sebagai martir bom. Di Indonesia peran pelaku bom bunuh diri perempuan telah dilakukan pada aksi 13 Mei 2018 pada salah satu Gereja di Surabaya, Puji Kuswati ibu rumah tangga menjadi bomber perempuan dalam aksi ini, ISIS mengklaim aksi ini. Potensi radikan yang dimiliki oleh seseorang dapat menjadi suatu niat atau motif radikal yang dapat mengarah pada aksis terorisme. Prof. Amany Lubis sebagai ketua bidang peremuan, remaja dan keluarga Majelis Ulama Indonesia menerangkan bahwa sesuan dengan fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2004 tentang terorisme, tertulis bahwa segala tindakan teror yang dapat menimbulkan ketakukan yang ada di tengah masyarakat hukum nya adalah haram.
Sejak 2014 terorisme perempuan di Indonesia semakin meningkat, hal ini dikarenakan 2014 merupakan kedatangan ISIS di Indonesia sehingga masyarakat Indonesia rentan teradikalisasi baik perempuan maupun anak anak. Peran perempuan dalam terorisme di Indonesia sendiri juga berbeda beda berdasarkan peran langsung maupun tidak langsung, semenjak kedatangan ISIS di Indonesia terorisme perempuan semakin meningkat dari 4 orang pada tahun 2011 -- 2015 menjadi 32 orang pada 2016 -- 2020 (Pusparisa, 2021). Upaya untuk mengatasi hal ini adalah harus dengan melalui pendekatan dan juga memberi tempat kepada para perempuan yang merasa membutuhkan dampingan
- Pencegahan peran perempuan dalam terorisme di Indonesia Pasca kemunculan ISISÂ
Perempuan di masa kini telah berevolusi dalam tindakan terorisme yang awalnya hanya sebatas penyuplai bantuan (support) sekarang mereka telah menjadi aktor utama dalam tindakan terorisme di beberapa kejadian baru-baru ini. Pergeseran peran perempuan dalam aksi teroris yang awal mula bergerak secara tak terlihat sebagai ideological support dan juga sebagai alat regenerasi terhadap generasi penerus teroris dari anak-anak mereka. Perempuan berperan mendidik anak-anak mereka agar searah dengan ideologi yang dianut oleh keluarganya. Sehingga diharapkan anak tersebut menjadi penerus perjuangan 'jihad' yang dilakukan oleh orang tuanya. Hingga saat ini peran perempuan telah memiliki peran baru menjadi visible rules seperti aktor utama dalam pengeboman di Makassar dan Surabaya.
Hal tersebut dapat dilakukan karena perempuan memiliki kecenderungan rentan terpapar radikalisasi. Perempuan dapat mudah terpapar radikalisasi karena ada beberapa faktor yang mendukung dalam membantu perkembangan radikalisasi yaitu faktor budaya patriarki, ekonomi dan minimnya akses informasi. Oleh karena itu diperlukannya pencegahan agar peran perempuan dalam teroris tidak semakin berkembang lebih jauh lagi. Karena menurut WA.Bonger (1995) mengatakan dilihat dari efisiensi dan efektifitas upaya pencegahan lebih baik daripada upaya yang bersifat represif. Tujuan dari upaya pencegahan ini untuk memperbaiki sistem sosial tertentu, namun secara tidak langsung memiliki pengaruh terhadap pengurangan perkembangan terorisme dan radikalisme.
Indonesia menerapkan strategi soft power dan hard power dalam melaksanakan pencegahan perempuan sebagai aktor utama tindakan teroris. Strategi soft power ini melalui deradikalisasi mantan napi terorisme, penanaman nilai-nilai Pancasila kedalam pembelajaran tingkat dasar, dan pemberian pemahaman tentang bahayanya tindakan terorisme dan radikalisme. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga mendorong perempuan sebagai seorang ujung tanduk pencegahan terorisme muncul. Selain itu perkembangan terorisme perempuan juga dapat terjadi karena kurangnya perhatian dalam mengungkapkan alasan mereka bergabung kedalam jaringan organisasi teroris di Indonesia. Konteks perempuan tersubordinasi juga patut dijadikan sebagai elemen penting dalam mengetahui motivasi mereka masuk kedalam organisasi terorisme. Pemerintah harus lebih memperhatikan mengenai hak yang wajib didapatkan oleh setiap Wanita di Indonesia sehingga mereka tidak merasa terpinggirkan, terdiskriminasi, dan tidak mendapat keadilan. Sehingga apabila perempuan telah mendapatkan haknya maka kemungkinan mereka dapat membantu pemerintah memberantasi terorisme beserta akar-akarnya. Menurut BNPT perempuan merupakan pemegang peran strategis simbol ketahanan keluarga, karena ibu dapat menjadi tameng perlindungan kepada anaknya agar tidak mengikuti jejak terorisme atau pemikiran radikalisme. Dengan berkembangnya banyak aksi propaganda yang dilakukan oleh beberapa organisasi terorisme yang sama seperti ISIS di Indonesia seperti Jamaah Islamiyah (JI), Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dibutuhkan peran seorang ibu atau istri dalam membendung propaganda agar tidak masuk kedalam keluarga mereka dengan pemahaman yang luas dimiliki seorang perempuan sehingga dapat mengelak propaganda dari organisasi tersebut. Dalam hal ini dibutuhkan Langkah yang lebih jauh lagi yakni menyentuh akar terorisme (roots of terorism) melalui Langkah resosialisasi dan reintegrasi mantan pelaku terorisme kedalam masyarakat.
Strategi hard power yang dilakukan oleh Indonesia berupa pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), operasi penyerbuan terhadap tempat yang dianggap sebagai persembunyian para teroris, dan penjatuhan sanksi pidana yang tegas terhadap pelaku teroris yang benar-benar terbukti melakukan aksi kejahatan teroris tersebut. Dalam strategi hard power ini peran personil TNI dan POLRI sangat penting dalam mengikuti perkembangan teknologi masa kini dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya Pendidikan reserse dan intelijen sehingga dapat dengan sigap mendeteksi rencana tindakan terorisme sebelum hal tersebut terjadi. Strategi yang dilakukan juga harus memahami bahwa rencana terorisme semakin hari semakin berkembang dan tidak terduga. Terlebih lagi adanya peran perempuan sebagai aktor terorisme yang sulit di deteksi oleh pihak berwenang sehingga strategi yang diterapkan harus terus mengikuti perkembangan terorisme saat ini.
- Kesimpulan
Pergeseran peran perempuan dalam aksi teroris harus menjadi perhatian utama pemerintahan Indonesia guna menanggulangi kejahatan teroris di Indonesia. Peran perempuan dalam dalam aksi teroris semakin memberikan bahaya yang tinggi terhadap keamanan negara karena perempuan dianggap sangat rentan terkena radikalisasi ideologi terorisme. Sehingga diperlukan aksi mencegah keterlibatan perempuan dalam kejahatan terorisme di Indonesia. Salah satunya dengan cara lebih memperhatikan hak yang wajib diterima perempuan sebagai warga negara Indonesia. Karena kebanyakan dari perempuan terorisme di Indonesia muncul karena adanya permasalahan mengenai budaya patriarki yang masih tinggi, perekonomian yang buruk dan minimnya akses informasi. Perasaan terpinggirkan, terdiskriminasi, dan tidak mendapat keadilan juga menjadi salah satu alasan utama perempuan ikut serta dalam kejahatan terorisme di Indonesia. Diharapkan pemerintah dapat memahami permasalahan yang terjadi di lingkungan mereka sehingga penyebaran ideologi terorisme dapat dicegah dimulai dari akar-akarnya.
Penulis:
M Aditya Gerald / Mahasiswa HI UPN Veteran Jawa Timur
Eric Rolando  / Mahasiswa HI UPN Veteran Jawa Timur
Almeid Jati W/ Mahasiswa HI UPN Veteran Jawa Timur
Bibliography
Ahmad, A. D., Qotadah, H. A., Aziz, M. S., & Anshary, A. A. (2021). PERAN PEREMPUAN DALAM PENCEGAHAN KEKERASAN TERORISME DAN RADIKALISME. Jurnal Hukum dan Kemanusiaan, 1-16.
BNPT. (2022, March 22). KEPALA BNPT DORONG PERAN PEREMPUAN JADI PROMOTOR PENCEGAHAN RADIKALISME TERORISME. Retrieved from BNPT.go.id: https://www.bnpt.go.id/kepala-bnpt-dorong-peran-perempuan-jadi-promotor-pencegahan-radikalisme-terorisme
Firmansyah, H. (2011). Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia. Mimbar Hukum, 237-429.
IPAC. (2017). Mothers to Bombers : The Evolution of Indonesian Woman Extremist. Jakarta.
kemenpppa. (2021, April 7). PEREMPUAN DALAM PUSARAN TERORISME, HARUS DICEGAH BERSAMA. Retrieved from kemenpppa.go.id: https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/3132/perempuan-dalam-pusaran-terorisme-harus-dicegah-bersama
Kominfo. (2022, 5 16). Cegah Aksi Terorisme, Presiden: Padukan Pendekatan Soft Power dan Hard Power. Retrieved from KOMINFO: https://www.kominfo.go.id/content/detail/13149/cegah-aksi-terorisme-presiden-padukan-pendekatan-soft-power-dan-hard-power/0/berita
Musfia, N. W. (2017). PERAN PEREMPUAN DALAM JARINGAN TERORISME ISIS DI INDONESIA. Journal of International Relations, Volume 3, Nomor 4, Tahun 2017, 174-180.
Nainggolan, P. P. (2016). MENGAPA INDONESIA SANGAT RAWAN DARI ISIS/IS? Politica Vol. 7 No. 2 November 2016.
Nainggolan, P. P. (2018). KERJA SAMA INTERNASIONAL MELAWAN TERORISME. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Purba, T. M., Rahmat, H. K., & Prasetyo, T. B. (2021). Efektivitas Diplomasi dan Komunikasi Strategis dalam Kampanye Melawan Terorisme di Indonesia. Dinamika Sosial Budaya, 161-147.
Pusparisa, Y. (2021). Perempuan dan Milenial dalam Aksi Teror di Indonesia . Retrieved May 16, 2022, from https://katadata.co.id/ariayudhistira/analisisdata/607049e153f0d/perempuan-dan-milenial-dalam-aksi-teror-di-indonesia
Tempo. (2016, December 15). Pola Rekrutmen Teroris Jadikan Perempuan sebagai `Pengantin`. Retrieved May 14, 2022, from https://fokus.tempo.co/read/1001266/pola-rekrutmen-teroris-jadikan-perempuan-sebagai-pengantin/full&view=ok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H