Mohon tunggu...
Almaida Medina
Almaida Medina Mohon Tunggu... -

Planologi ITS 2015

Selanjutnya

Tutup

Money

Swasembada Garam untuk Kesejahteraan Indonesia

7 November 2017   10:19 Diperbarui: 7 November 2017   10:26 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan garis pantai sepanjang membentang sepanjang 99.093 km, seharusnya Indonesia dapat melaksanakan swasembada garamnya sendiri. Tetapi swasembada garam dan kesejahteraan bagi petani garam di Indonesia masih menjadi masalah yang belum dapat diselesaikan sepenuhnya. Hal ini diakibatkan oleh adanya impor garam konsumsi. Impor garam konsumsi yang tetap berjalan meskipun Indonesia sudah dapat memenuhi kebutuhan garam konsumsinya sendiri, membuat harga jual garam dari petani garam lokal menurun. Hal ini terjadi karena stok garam konsumsi melebihi dari permintaan yang ada. 

Dengan kondisi seperti itu, banyak petani garam yang merugi. Akhirnya berimbas pada jumlah petani garam yang cenderung menurun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dikarenakan alih profesi menjadi buruh kasar atau pekerjaan informal lainnya dan berkontribusi terhadap fenomena migrasi kemiskinan dari desa ke kota.

Pada tahun 2016, Indonesia mengalami kelangkaan garam konsumsi karena anjloknya produksi garam. Hal ini terjadi karena banyak faktor. Faktor pertama dikarenakan faktor cuaca. Menurut Sekjen Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia-Cucu Sutara, penyebab utama produksi garam nasional begitu minim selama setahun terakhir karena hujan terus -- menerus membuat air tambak garam menjadi payau, sehingga petani garam mengalami gagal panen, ditambah dengan petani garam yang masih menggunakan teknik konvensional. 

Yang dimaksud dengan teknik konvensional disini adalah menggunakan tenaga matahari untuk penguapannya, juga alat -alat sederhana seperti pengeruk kayu dan kincir angin. Penggunaan teknik konvensional inilah yang menjadi faktor kedua kelangkaan garam, karena produksi garam menjadi tidak maksimal. Faktor ketiga dikarenakan lahan yang cocok untuk dijadikan tambak garam hanya sekitar 26.024 hektare dari panjangnya garis pantai yang membentang di Indonesia, menurut Cucu Sutara. Hal ini dikarenakan penentuan lokasi tambak garam sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti air laut dan tanah lokasi.

Akhirnya pada tahun 2017, pemerintah Indonesia memberi solusi dengan cara akan melakukan impor 75.000 ton garam dari Australia melalui PT Garam-BUMN produsen garam, ujar Kemendag, Jakarta, Senin (31/7/2017). Kemendag mengatakan, kebijakan membuka impor garam tersebut sudah dibicarakan jauh -- jauh hari dan dibicarakan di tingkat rapat koordinasi antar menteri. Dengan adanya impor garam, maka harga garam pun mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa pasokan garam dari negara kita sendiri masih amat kurang untuk diolah dan didistribusikan keseluruh wilayah Indonesia.

Menurut saya, regulasi pemerintah seharusnya berpihak kepada perlindungan dan pemberdayaan petani garam, sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2016 melalui subsidi, penyuluhan, menjaga harga dan pasokan yang menguntungkan petani. Pemerintah harus punya skema yang jelas agar swasembada garam dapat terwujud. Karena akan menyulitkan pemerintah untuk mengimpor garam setiap terjadi kelangkaan garam dan tidak bisa selalu dijadikan jalan pintas tanpa solusi jangka panjang. Selain itu, petani garam lokal akan terus berkurang karena semakin merugi. Selain itu adanya revitalisasi lahan eksisting dan perluasan lahan di daerah potensial penghasil garam juga penyediaan alat yang lebih modern dapat membantu meningkatkan volume produksi garam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun