Saya dulu berpikir. Bodoh benar para anak muda ini. Ngapain mereka mau-maunya balik ke Indonesia. Apa yang mereka cari. Apakah mereka tidak belajar dari pengalaman Habibie. Habibie saja yang mendapat backup penuh dari Presiden Soeharto harus dengan ikhlas menghilang dibuang ketika Soeharto lengser. Lha ini, mereka hanya diback up oleh seorang DI, seorang idealis yang pengen membuat kemajuan untuk bangsanya. Jika DI lengser, maka akan habislah mereka.
Dugaan saya akhirnya terbukti, ketika DI lengser, maka project ambisius inipun gulung tikar. Proyek ini ambruk menyisakan kepahitan. Pandawa Putra Petir terbuang. Kejeniusan mereka menjadi tiada arti. Idealisme mereka, nasionalisme mereka tak mampu membuka mata para petinggi negeri. Dasep Ahmadi, salah satu anggota Pandawa Putra Petir harus berhadapan dengan hukum dan dijebloskan ke tahanan. Kejeniusannya tidak mampu melawan politik.
Maka ketika Ricky Elson akhirnya “memutuskan” untuk “menjual” teknologi SELO, mobil listrik andalannya, saya hanya bergumam, “GOBLOK… kenapa ga dari dulu. Kalo dari dulu, SELO sudah bakal diproduksi massal”.
Kalo saya bisa ketemu Ricky Elson, secara sarkasme saya ingin berkata kepadanya, “Bung, jangan mengikuti jejak Habibie…Buang dulu idealismemu... Indonesia belum membutuhkan idealisme..”
Indonesia, setelah sekian tahun berdiri, ternyata memang belum saatnya menerima orang jenius dengan penemuan hebat yang berpotensi menggerakkan roda ekonomi di level industri berbasis teknologi tinggi..
Indonesia, memang masih harus menerima takdir untuk terus "dijajah"...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H