Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."
Dalam mewujudkan sikap saling percaya antar umat beragama, tentunya umat islam juga perlu berlaku adil terhadap diri sendiri, keluarga, kelompok, dan umat beragama lainnya. Hal ini dapat dipetik dalam QS. Al-Maidah:8,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Kendala dalam Mewujudkan Kerukunan Beragama
Karakteristik dari potensi konsolidasi dalam kehidupan beragama dalam masyarakat merupakan bentuk kerukunan beragama. Menurut Clifford Geertz, hal yang mendorong kerukunan antar umat beragama yaitu, mengurangi gerakan misionaris, menghargai kesamaan budaya daripada menekankan perbedaan, menjaga ketertiban masyarakat, kematangan berpikir, kerja sama antarumat beragama, serta sikap inklusif penganut agama. Di sisi lain, hal yang menjadi penghambatnya meliputi sikap yang kurang bersahabat, fanatisme agama, dan sifat eksklusif penganut agama (Bakhtiar, 2020).
Kerukunan dalam beragama yang diinginkan bukan sekadar hubungan harmonis, melainkan kerukunan yang otentik dan dinamis yang memungkinkan pemahaman saling menyelami perbedaan (pluralisme) (Hilmy, 2013). Agama seharusnya dapat berperan sebagai penyeimbang dalam aspek kemasyarakatan, termasuk sosial, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan teknologi. Agama harus memberikan pedoman etika dan moral serta menjadi sumber nilai dan kepercayaan yang membimbing perilaku manusia dalam mencapai tujuan hidup yang baik.
Konflik internal agama dan konflik antar agama di Indonesia adalah permasalahan serius. Masalah semacam ini seringkali menimbulkan kerugian, baik secara material maupun psikologis, dan menimbulkan korban. Pluralisme agama dalam masyarakat multikultural Indonesia adalah hal yang tidak bisa dihindari, dan masyarakat harus memahami bahwa ini adalah konsekuensi hidup dalam masyarakat yang beragam. Namun, perbedaan ini juga dapat menimbulkan perbedaan pemikiran dan latar belakang kehidupan yang menjadi faktor-faktor pemicu konflik.
Konflik antaragama dapat dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu perbedaan dalam pemahaman ajaran agama dan fanatisme berlebihan, serta faktor eksternal, seperti politik, ekonomi, dan sosial. Allah, dalam pandangan agama, mungkin mengujji manusia melalui keanekaragaman dan perbedaan tersebut, dan bagaimana manusia mengelola perbedaan tersebut untuk mencapai makna Islam sebagai rahmatan lil'alamin. Orang yang terperangkap dalam konflik dan permusuhan, pada pandangan ini, mungkin tersesat (Ilya & Anshori, 2016).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H