Mohon tunggu...
Almaytiya Putri
Almaytiya Putri Mohon Tunggu... Lainnya - كن مستفيدا كل يوم زيادة من العلم

Life is short and World is wide

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makam Bathara Katong Menjadi Bukti Nyata Historis dan Islamisasi di Ponorogo

24 Januari 2021   11:04 Diperbarui: 27 Januari 2021   16:36 7445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lama kelamaan Dusun Glagah Wangi berkembang dengan baiknya. Lalu Bathara Katong kembali meminta petunjuk kepada Allah SWT dan mendapat sebuah pusaka. Pusaka 3 yaitu: Tombak Tunggul Naga, Payung Tunggul Wulung,  dan Sabuk Cinde Puspita.  Ketiga pusaka itu diambil oleh Eyang Bathara Katong yang kemudian tombaknya dibawa Patih Seloaji dan Sabuk Cinde Puspita dibawa Ki Ageng Mirah. 

Islamisasi di Ponorogo 

Berkaitan mengenai permasalahannya dengan Ki Ageng Kutu, Bathara Katong datang ke Ponorogo dengan misinya: mendakwahkan Islam di Ponorogo melalui cara damai dan bijaksana.  Menggunakan cara seperti yang dilakukan oleh Walisongo. Dengan melalui pendidikan, kebudayaan, perkawinan. (Dikutip dari situs Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan: Penyebaran Islam di Pulau Jawa dilakukan oleh Walisongo).  Bathara Katong menikahi seorang permaisuri,  anak dari Ki Ageng Kutu bernama Niken Gandini. Namun ternyata dengan cara tersebut, Ki Ageng Kutu masih belum juga mau menerima ajaran Islam yang dibawa Bathara Katong dan ia masih menjadi penguasa yang sangat kuat dengan pusakanya Korowelang. Atas kecerdasan dan triknya Bathara Katong dengan meminta bantuan sang istri (Niken Gandini) untuk secara diam-diam mengambil pusaka sang ayah, cara ini berhasil dilakukan. Dan seketika kekuatan yang dimiliki Ki Ageng Kutu lenyap, dan ia kalah dalam pertempuran tersebut. Ki Ageng Kutu dinyatakan Muksa (menghilang)  pada tahun 1486 M, dan menyerahkan kekuasaan kepada anak menantunya (Bathara Katong). 

Atas perintah Bathara Katong hutan di babad dan mendirikan Kadipaten. Adapun 40 orang santri yang dibawa dari Demak,  ketika merintis pembukaaan hutan dibagi dalam beberapa kelompok untuk menyebarkan Islam di tengah masyarakat di dukuh Tegal Pondok dan Irodhahan Kadipaten (sekarang Kecamatan Babadan) di utara, Asem Growong Japan di sebelah timur, Pondok Mrican di selatan, dan Durisawo di barat. Kelak, sepeninggal Ki Ageng Kutu, santri yang ada di Pondok Mrican dipindahkan ke Demangan (sekarang masuk Kecamatan Siman) dan Surukubeng (Kecamatan Jetis dan  Sambit. (Diambil dari Jurnal Ponorogo dengan the Little Java: Potret Kebudayaan dan Keberagaman Masyarakat Muslim Ponorogo Abad XX

Penduduk pun mulai berdatangan, oleh Bathara Katong daerah yang baru dibangun itu diberi nama "Pramana Raga" tujuan Bathara Katong memberi nama ini hanya untuk mengingatkan kepada semua manusia dan para penerus setelahnya itu untuk dikembalikan lagi dengan diri pribadi manusianya.  Jadi bisa dikatakan seperti itu karena Pramono itu artinya disuruh mengetahui, kalau Orang Jawa menyebutnya "ngertenono" dan rogo itu "badan". Jadi kembali ke sejati manusia. Kalau Orang Jawa bilang itu Ilmu Sangkan Parang Dumadi, nama itu akhirnya disingkat menjadi Ponorogo

Kemudian Bathara Katong oleh masyarakat  diparcaya menjadi Adipati pertama Ponorogo disahkan tepatnya pada tanggak 11 Agustus 1496. Selanjutnya ditetapkan sebagai Hari Jadi Ponorogo  sampai sekarang. Dengan wilayah sebagian besar bekas Kerajaan Wengker membentang dari kaki Gunung Wilis di timur sampai Gunung Lawu di Barat hingga Pesisir Laut Selatan.  Sekaligus Bathara Katong dipercaya sebagai tokoh yang babad Islam di Ponorogo. 

Keberadaan Makam Bathara Katong hingga saat ini masih ramai dikunjungi oleh para peziaroh. Baik dari penduduk Ponorogo sendiri maupun mereka yang  sekedar berkunjung ke Ponorogo.  Yang datang tak hanya dari kalangan orang tua, kyai, mapun sesepuh desa, namun juga para pelajar dan kaum muda. Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Islam dan masyarakat umum Ponorogo bahwa mereka masih memiliki rasa ketawadhuan yang tinggi, disamping mereka mengetahui mengenai sejarah babad Ponorogo, juga mereka mencoba mengerti bahwa sebagai generasi mudah tidak sepatutnya berbangga diri dan melupakan shiroh di masa dahulu. Yang mana dari cerita dan pengetahuan sejarah yang diperoleh itu akan memberikan hikmah tersendiri berupa motivasi dan panutan di masa sekarang. 

Harapannya adalah: Kita bisa menjaga dan melestarikan situs bersejarah di tanah Ponorogo ini. Bahkan bisa terus mengenalkan kepada masyarakat luas. Bahwa Ponorogo merupakan salah satu kabupaten yang masih sangat kental menjaga tradisi dan keberagaman dengan nuansa Islam yang berpadu didalamnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun