Mohon tunggu...
Almas LinofianMuthasim
Almas LinofianMuthasim Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa/Universitas Siber Asia

Saya adalah Mahasiswa PJJ Komunikasi Universitas Siber Asia.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Antara Idealisme dan Realita: 10 Prinsip Jurnalisme di Era Digital

8 Desember 2024   21:00 Diperbarui: 8 Desember 2024   21:03 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam era informasi yang serba instan, peran jurnalis semakin krusial. Mereka menjadi penjaga kebenaran, penyambung lidah masyarakat, dan pengawas kekuasaan. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan lanskap media, pertanyaannya adalah: apakah 10 prinsip jurnalisme yang selama ini menjadi pedoman masih relevan dan dijalankan secara konsisten oleh para pelaku media?
Sepuluh prinsip jurnalisme, yang antara lain mencakup kewajiban pada kebenaran, loyalitas kepada masyarakat, dan independensi, telah menjadi landasan bagi profesi jurnalistik. Namun, dalam praktiknya, terdapat beberapa tantangan dan dilema yang dihadapi para jurnalis dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut secara konsisten.
Tekanan Ekonomi dan Komersialisasi: Persaingan yang ketat di industri media, terutama media online, mendorong banyak media untuk mengejar profitabilitas dengan mengorbankan kualitas jurnalisme. Sensasionalisme, clickbait, dan berita palsu seringkali menjadi pilihan untuk menarik perhatian pembaca dan meningkatkan pendapatan iklan.
*Disinformasi dan Hoaks: Era digital ditandai dengan maraknya penyebaran informasi palsu atau hoaks. Jurnalis dituntut untuk lebih jeli dalam memverifikasi informasi dan membedakan antara fakta dan opini. Namun, kecepatan penyebaran informasi di media sosial seringkali membuat tugas ini menjadi semakin sulit.
*Polarisasi Politik: Polarisasi politik yang semakin tajam membuat jurnalis berada dalam tekanan untuk memihak salah satu kubu. Hal ini dapat mengaburkan objektivitas dan independensi jurnalis.
*Intervensi Pemerintah dan Pengusaha: Beberapa pemerintah dan pengusaha besar memiliki kepentingan untuk mengontrol media. Intervensi semacam ini dapat membatasi kebebasan pers dan mengancam independensi jurnalis.
Beberapa prinsip yang seringkali menjadi korban dalam situasi ini adalah:
Independensi: Tekanan dari pemilik media, sponsor, atau pihak berwenang seringkali
  membuat jurnalis sulit untuk menjaga independensi.
Objektivitas: Upaya untuk menarik perhatian pembaca dan meningkatkan rating seringkali
  mengorbankan objektivitas.
Akurasi: Dalam mengejar kecepatan publikasi, verifikasi fakta yang cermat seringkali
  terabaikan.
I.Tugas Utama Jurnalisme adalah Memberitakan Kebenaran
Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip jurnalisme memiliki konsekuensi yang serius bagi masyarakat. Informasi yang tidak akurat, bias, atau bahkan palsu dapat menyesatkan publik, mengerosi kepercayaan terhadap media, dan mengancam demokrasi.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, prinsip-prinsip jurnalisme tetap relevan dan penting. Jurnalis memiliki peran yang sangat krusial dalam menjaga kualitas informasi dan memperkuat demokrasi. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan upaya bersama dari semua pihak untuk menciptakan ekosistem media yang sehat dan berkelanjutan. Tugas utama jurnalisme adalah memberitakan kebenaran. Ini adalah prinsip dasar yang menjadi landasan seluruh kegiatan jurnalistik.
Singkatnya, memberitakan kebenaran adalah jantung dari jurnalisme. Ini adalah tugas yang mulia, namun juga penuh tantangan. Dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar jurnalistik, jurnalis dapat berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih baik.
II.Loyalitas Utama Wartawan Pada Masyarakat
Organisasi pemberitaan dituntut melayani berbagai kepentingan konstituennya: lembaga komunitas, kelompok kepentingan lokal, perusahaan induk, pemilik saham, pengiklan, dan banyak kepentingan lain. Semua itu harus dipertimbangkan oleh organisasi pemberitaan yang sukses. Namun, kesetiaan pertama harus diberikan kepada warga (citizens). Ini adalah implikasi dari perjanjian dengan publik.
Kesetiaan pada warga ini adalah makna dari independensi jurnalistik. Independensi adalah bebas dari semua kewajiban, kecuali kesetiaan terhadap kepentingan publik. Jadi, jurnalis yang mengumpulkan berita tidak sama dengan karyawan perusahaan biasa, yang harus mendahulukan kepentingan majikannya. Jurnalis memiliki kewajiban sosial, yang dapat mengalahkan kepentingan langsung majikannya pada waktu-waktu tertentu, dan kewajiban ini justru adalah sumber keberhasilan finansial majikan mereka.
III.Esensi Jurnalisme adalah Disiplin Verifikasi
Disiplin verifikasi adalah jantung dari jurnalisme. Dengan melakukan verifikasi yang cermat, jurnalis dapat memastikan bahwa informasi yang mereka sampaikan adalah akurat, objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Disiplin verifikasi tercermin dalam praktik-praktik seperti mencari saksi-saksi peristiwa, membuka sebanyak mungkin sumber berita, dan meminta komentar dari banyak pihak. Disiplin verifikasi berfokus untuk menceritakan apa yang terjadi sebenar-benarnya. Dalam kaitan dengan apa yang sering disebut sebagai "obyektivitas" dalam jurnalisme, maka yang obyektif sebenarnya bukanlah jurnalisnya, tetapi metode yang digunakannya dalam meliput berita.
IV.Wartawan Harus Independent
Jurnalis harus tetap independen dari faksi-faksi. Independensi semangat dan pikiran harus dijaga wartawan yang bekerja di ranah opini, kritik, dan komentar. Jadi, yang harus lebih dipentingkan adalah independensi, bukan netralitas. Jurnalis yang menulis tajuk rencana atau opini, tidak bersikap netral. Namun, ia harus independen, dan kredibilitasnya terletak pada dedikasinya pada akurasi, verifikasi, kepentingan publik yang lebih besar, dan hasrat untuk memberi informasi.
V.Jurnalisme Harus Memantau Kekuasaan
Jurnalis harus bertindak sebagai pemantau independen terhadap kekuasaan. Wartawan tak sekedar memantau pemerintahan, tetapi semua lembaga kuat di masyarakat. Pers percaya dapat mengawasi dan mendorong para pemimpin agar mereka tidak melakukan hal-hal buruk, yaitu hal-hal yang tidak boleh mereka lakukan sebagai pejabat publik atau pihak yang menangani urusan publik. Jurnalis juga mengangkat suara pihak-pihak yang lemah, yang tak mampu bersuara sendiri.
Prinsip pemantauan ini sering disalahpahami, bahkan oleh kalangan jurnalis sendiri, dengan mengartikannya sebagai "mengganggu pihak yang menikmati kenyamanan." Prinsip pemantauan juga terancam oleh praktik penerapan yang berlebihan, atau "pengawasan" yang lebih bertujuan untuk memuaskan hasrat audiens pada sensasi, ketimbang untuk benar- benar melayani kepentingan umum.
VI.Jurnalisme Harus Menyediakan Forum Bagi Kritik Maupun Komentar Dari Publik
Kerja jurnalistik bukan sebuah ruang privat bagi penulis. Penulis harus bertanggung jawab atas liputan yang dibuatnya. Partisipasi publik melalui komentar dan tanggapan merupakan bagian yang melekat dari proses jurnalisme. Forum tercipta baik dari laporan, lewat surat pembaca, talk show, kolom dsb. Media online saat ini juga menuntut partisipasi khalayak seperti memberi komentar, like and share.
VII.Jurnalisme Harus Berupaya Membuat Hal Yang Penting Itu Menarik dan Relevan
Tugas jurnalis adalah menemukan cara untuk membuat hal-hal yang penting menjadi menarik dan relevan untuk dibaca, didengar atau ditonton. Untuk setiap naskah berita, jurnalis harus menemukan campuran yang tepat antara yang serius dan yang kurang-serius, dalam pemberitaan hari mana pun.
Keterampilan penting yang harus dimiliki oleh wartawan adalah membuat sebuah informasi menarik untuk dibaca dan juga relevan. Wartawan tak hanya membuat artikel yang memikat pembaca karena sensasional, tetapi bisa menyajikan artikel penting dan relevan dengan cara yang menarik bagi pembaca.
VIII.Jurnalis Harus Menjaga Agar Beritanya Komperhensif dan Proporsional
Pemilihan berita sangat subjektif. Justru karena subjektif wartawan harus ingat agar proporsional dalam menyajikan berita. Ibarat sebuah peta, ada detail suatu blok, tapi juga gambaran lengkap sebuah kota.
IX.Wartawan Harus Mendengarkan Hati Nurani
Setiap jurnalis, dari redaksi hingga dewan direksi, harus memiliki rasa etika dan tanggung jawab personal, atau sebuah panduan moral. Terlebih lagi, mereka punya tanggung jawab untuk menyuarakan sekuat-kuatnya nurani mereka dan membiarkan yang lain melakukan hal yang serupa.
Ketika dihadapkan pada pilihan tertentu dalam memberitakan suatu hal, maka dengarkanlah hati nurani agar Wartawan mampu memegang teguh idealisme dan berpihak pada masyarakat.
X.Hak dan Kewajiban Terhadap Berita
Elemen terbaru ini muncul dengan perkembangan teknologi informasi, khususnya internet. Warga bukan lagi sekadar konsumen pasif dari media, tetapi mereka juga menciptakan media sendiri. Ini terlihat dari munculnya blog, jurnalisme online, jurnalisme warga (citizen journalism), jurnalisme komunitas (community journalism) dan media alternatif. Warga dapat menyumbangkan pemikiran, opini, berita, dan sebagainya, dan dengan demikian juga mendorong perkembangan jurnalisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun