Untuk mengakhiri lingkaran setan yang tidak berujung ini, butuh kesadaran dari setiap individu. Kesadaran untuk menghargai setiap bentuk karya cipta. Karena yang namanya nulis buku itu nggak mudah. Banyak tantangan, cobaan, dan segala gundah gulana yang terkadang menyerang.Â
Saya sebagai penulis amatiran pun turut merasakan. Betapa sedihnya karya yang sudah ditulis dengan susah payah dan penuh perjuangan, berakhir dibajak oleh pihak tidak bertanggung jawab demi mengenyangkan perut mereka sendiri. Belum lagi penerbit yang rugi besar setelah mengeluarkan banyak modal karena kalah oleh buku-buku bajakan yang harganya jauh lebih murah.
Sebagai pembaca, kita juga harus mau sedikit modal. Kalau masalahnya tidak punya uang, bisa menabung dulu. Toko buku besar seperti Gramedia biasanya sering memberi diskon besar di event-event tertentu. Atau kalau mau lebih mantap, datang ke bazar buku. Saya pun nggak mau ketinggalan saat ada event pameran besar dan sering memborong buku-buku asli dengan harga mulai 10 ribuan.Â
Soal harga yang sangat murah, rugi atau tidaknya, itu urusan toko dan penerbit. Yang terpenting buku yang kita beli asli. Bisa dipertimbangkan juga untuk membeli buku bekas yang masih layak. Ini sangat jauh lebih baik daripada membeli buku bajakan.
Cara terakhir kalau memang tidak mau keluar uang sama sekali, hanya perlu modal "nembung" alias pinjam ke teman, saudara, pacar, maupun tetangga. Bisa juga ke perpustakaan sekolah, kampus, atau perpustakaan daerah. Cukup mendaftar dan membuat kartu anggota untuk bisa meminjam buku. Syaratnya hanya satu, yaitu "bertanggung jawab".
Semoga saja masyarakat kita semakin melek literasi dan bisa lebih menghargai setiap karya cipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H