Mohon tunggu...
Alma Nurullita
Alma Nurullita Mohon Tunggu... Penulis - Generasi muda penerus bangsa

Penyuka literasi, hobi menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Sampah Popok: Kotoran Manusia yang Menumpuk di Tepi Jalan Raya

23 Juli 2022   19:05 Diperbarui: 23 Juli 2022   19:21 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bayi yang memakai popok. Sumber : Unsplash/Ignacio Campo

Popok merupakan salah satu barang yang wajib dibeli oleh orang tua yang mempunyai anak bayi. Dalam sehari, seorang bayi bisa berganti popok 4 hingga 5 kali. Berbeda dengan zaman dahulu ketika ibu-ibu masih memakaikan popok jenis kain yang bisa dicuci dan dipakai kembali. Agak repot memang, tetapi cukup hemat dan ramah lingkungan.

Seiring berkembangnya teknologi, kini hadir popok sekali pakai yang bisa langsung dibuang tanpa dicuci terlebih dahulu. Harganya pun cukup terjangkau dan mudah ditemukan di pasar maupun toko kelontong. 

Maka tak ayal popok jenis ini menjadi pilihan utama para orang tua karena kepraktisannya. Namun banyaknya pemakaian popok sekali pakai ini justru menimbulkan limbah yang tak sedikit jumlahnya.

Ironisnya, penggunaan popok sekali pakai secara massive tak diimbangi dengan pengelolaan sampah yang baik dan memadai. Contoh nyata adalah desa saya sendiri yang bahkan belum memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA). 

Masyarakat masih membuang sampah di pekarangan masing-masing kemudian membakarnya. Tetapi bagi yang tidak punya pekarangan luas, tentu saja pilihannya adalah selokan, sungai atau di pinggir jalan.

Termasuk limbah popok bayi sekali pakai ini. Biasanya berbentuk bungkusan plastik besar yang teronggok di pinggiran jalan. Bahkan seringkali plastik pembungkusnya sobek dan isinya menyebar di tepi jalan. Baunya? Jangan ditanya. Jijik sekali memang, dan ironisnya hal seperti sering sekali saya lihat di daerah sendiri. 

Bukan hanya di desa saya, tetapi juga di kecamatan bahkan kabupaten lain yang sering saya lewati.

Selain di pinggir jalan, beberapa orang memilih untuk membuang popok bekas di selokan atau sungai. Kemudian saat musim hujan, sampah-sampah ini akan terbawa aliran air dan bermuara di persawahan. Saya benci sekali saat seonggok plastik berisi popok-popok bekas ini tersangkut di pematang sawah orang tua saya. 

Bau busuknya menyebar seketika dan tentu saja mengotori lahan.

Tidak cukup disitu saja, salah satu perkebunan karet milik perusahaan swasta bahkan menjadi tempat terfavorit untuk membuang sampah termasuk popok bekas. Papan berisi larangan membuang sampah bahkan penuh oleh sampah disekitarnya. Sudah jelas dilarang, tetapi seolah disuruh dan menantang dengan membuang sampah disana. Alhasil tepi jalan sepanjang perkebunan dipenuhi sampah dan berbau tidak sedap.

Saya sangat miris melihat kesadaran masyarakat yang sangat rendah dan tidak memiliki etika sama sekali. Padahal popok menampung kotoran manusia (bayi), minimal dicuci terlebih dahulu sebelum dibuang. Tetapi kebanyakan langsung dibungkus plastik dan dibuang begitu saja. Seolah membuang kotoran manusia di tepi jalan adalah hal lumrah

Saya harap pemerintah daerah harus lebih peka. Ini sama sekali bukan hal sepele karena menyangkut kepentingan dan kenyamanan banyak orang. Pemerintah daerah haruslah menyediakan fasilitas TPA yang memadai di setiap desa. Apalagi penyortiran sampah, bank sampah, dan hal-hal semacam itu belum ada di kecamatan tempat saya tinggal.

Mengingat masalah ini tidak hanya terjadi di satu desa saja, harus ada kerjasama dari pihak-pihak terkait. Seperti pemerintah desa dan daerah mauoun organisasi masyarakat. Selain itu diperlukan perhatian lebih dari Dinas Kesehatan setempat untuk memberikan sosialisasi serta penyuluhan kesadaran masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan, khususnya dalam hal membuang sampah.

Note: saya tidak sempat mengambil foto sebagai dokumentasi, tetapi hingga hari ini sampah-sampah tersebut masih banyak ditemukan di tepi jalan raya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun