Di tepi Kecamatan Nibung Hangus, Kabupaten Batubara, terdapat sebuah desa yang dikenal sebagai Ujung Kubu, yang memiliki sejarah yang dalam dan keindahan yang jarang tersentuh. Nama desa ini bukan hanya sekadar sebutan, tetapi merupakan lambang dari masa lalu yang penuh perlawanan. Ujung Kubu secara harfiah berarti akhir pertahanan, mencerminkan desa ini sebagai benteng terakhir Kedatukan Lima Laras dalam menghadapi hegemoni penjajahan Belanda.
Kecamatan Nibung Hangus, yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Tanjung Tiram, dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat pengelolaan wilayah di Kabupaten Batubara. Pemekaran ini memberikan identitas baru kepada Nibung Hangus sebagai kecamatan yang kaya akan potensi sejarah, budaya, dan sumber daya alamnya, termasuk keberadaan Ujung Kubu sebagai salah satu desa unggulannya.
Dahulu kala, Ujung Kubu meliputi wilayah yang sekarang dikenal sebagai Bandar Sono, Pematang Rambai, Kapal Merah, Tali Air, dan Bagan Baru. Seiring berjalannya waktu, wilayah yang luas ini terbagi menjadi beberapa desa yang berdiri sendiri. Namun demikian, akar sejarah mereka tetap terhubung dengan Ujung Kubu sebagai desa induk.
Desa ini berbatasan langsung dengan Selat Malaka, lautan biru yang menjadi saksi perjalanan masyarakat Melayu Batubara. Namun, pesisir Ujung Kubu masih terjaga kealamianya, hanya dihiasi oleh perkebunan yang membentang hingga ke tepian pantai. Perkebunan, terutama kelapa, menjadi sumber utama penghidupan warga. Kelapa Ujung Kubu terkenal akan kualitasnya yang unggul, mewakili kesuburan dan kelimpahan tanah desa ini.
Yang menarik, kisah Ujung Kubu tidak hanya terkait dengan tanahnya, tetapi juga dengan rahasia yang tersembunyi di dalamnya. Saat tanah desa digali, sering ditemukan kerang-kerang purba, seolah-olah menyampaikan pesan dari masa lampau. Kerang-kerang ini menjadi bukti bahwa desa ini dulunya berlokasi sangat dekat dengan laut, mungkin bahkan menjadi bagian dari pesisir yang kini telah bergeser akibat perubahan alam. Fenomena ini menimbulkan rasa kagum dan spekulasi di kalangan masyarakat, membayangkan bagaimana Ujung Kubu dahulu bersentuhan erat dengan lautan yang kini menjauh.
Dalam kesunyian, desa ini menyimpan keindahan yang tak terungkapkan. Angin laut dari kejauhan masih membawa aroma asin yang bercampur dengan semilir dedaunan kelapa. Di senja yang indah, matahari tenggelam di ufuk barat meninggalkan jejak warna keemasan di langit, mengingatkan kita bahwa Ujung Kubu bukan hanya tentang sejarah, tetapi juga tentang keindahan alam yang menenangkan.
Dengan segala daya tarik dan kekayaan sejarahnya, Ujung Kubu adalah desa yang penuh cerita. Ia bukan sekadar titik di peta, tetapi merupakan simbol dari perjuangan, warisan, dan keindahan Melayu yang tetap hidup dalam masyarakat Batubara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H